Pengusaha Minta PP Tapera yang Baru Diteken Jokowi Dicabut: Bayar Iuran BPJS Kesehatan Saja Sulit
Berita kompas tv | 4 Juni 2020, 15:02 WIBJAKARTA, KOMPAS TV - Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera pada 20 Mei 2020.
Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang, mengatakan terbitnya PP Nomor 25 Tahun 2020 itu dianggap makin membebani para pengusaha dan pekerja.
Pasalnya, kondisi bisnis pengusaha selama masa pandemi virus corona atau Covid-19 mengalami keterpurukan. Bahkan, para pengusaha DKI mengusulkan agar PP Tapera tersebut dicabut.
Baca Juga: Jokowi Teken PP Tapera, Gaji Pekerja akan Dipotong 2,5 Persen
"Bila perlu PP tersebut sementara dicabut dan diterbitkan kembali pada waktu yang tepat," kata Sarman melalui keterangan resminya yang diterima di Jakarta Kamis (4/6/2020).
Sarman menjelaskan, PP tersebut tentu membebani bagi pengusaha maupun pekerja karena besaran iurannya sebesar 3 persen.
Adapun rinciannya dengan komposisi 2,5 persen dipotong dari gaji pekerja dan 0,5 persen ditanggung pengusaha. Khusus untuk peserta mandiri, iuran dibayarkan sendiri.
"Pengusaha saat ini sedang meradang, cash flow-nya sudah sangat berat akibat berhentinya berbagai aktivitas usaha yang sudah hampir 3 bulan tidak beroperasi, sudah banyak pekerja terkena PHK dan dirumahkan," ujarnya.
Di sisi lain, pekerja yang masih aktif saat ini pun kebanyakan hanya menerima gaji pokok, tanpa adanya tunjangan di luar upah akibat ketidakmampuan pengusaha.
Baca Juga: Apa Itu Tapera Tabungan Perumahan Rakyat yang Diteken Jokowi?
"Dalam kondisi seperti ini wajarkah pengusaha dan pekerja dibebani dengan Tapera ini?” ujar Sarman.
“Jangankan memikirkan iuran Tapera, iuran yang selama ini sudah menjadi kewajiban pengusaha seperti BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan kita minta untuk ditunda pembayarannya karena ketidakmampuan pengusaha.”
Para pengusaha pun sangat berharap agar pemerintah dapat mengevaluasi pemberlakuan dari PP Tapera tersebut sampai dengan kondisi ekonomi perusahaan membaik dan pendapatan pekerja juga normal.
"Daripada dipaksakan hasilnya tidak maksimal dan kesannya pemerintah tidak peka terhadap yang kondisi yang dihadapi pengusaha saat ini," ujarnya.
Sarman menegaskan, dalam masa sulit yang dihadapi pengusaha saat ini, dibutuhkan kebijakan yang pro bisnis dan pro dunia usaha. Seperti stimulus dan relaksasi yang cepat dan tepat dalam rangka menggairahkan kembali ekonomi.
"Berikan kami semangat dan kepastian jangan beban supaya dunia usaha dapat berlari kencang di segala sektor untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi,menyediakan lapangan pekerjaan dan mengurangi beban sosial pemerintah," katanya.
Baca Juga: Yusuf Mansur Memenuhi Panggilan Polisi Terkait Kasus Penipuan Perumahan Berbasis Syariah
Seperti diketahui, Tapera merupakan sistem pembiayaan perumahan dengan cara menghimpun dana jangka panjang.
Beroperasinya Tapera sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera, diharapkan menjadi solusi pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
PP Tapera tersebut menjadi payung hukum penyelenggaraan pungutan iuran yang akan dilakukan oleh Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) dalam waktu dekat.
Dalam PP tersebut, BP Tapera akan memungut sekaligus mengelola dana untuk perumahan bagi PNS, prajurit TNI dan Polri, pekerja di perusahaan BUMN dan BUMD, serta pekerja perusahaan swasta.
"Besaran Simpanan Peserta ditetapkan sebesar 3 persen (tiga persen) dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan peserta pekerja mandiri," bunyi Pasal 15 PP tersebut.
Baca Juga: Area Perumahan Batan Indah Serpong Terpapar Radiasi Radioaktif
Kepesertaan Tapera
Pada tahap awal, target peserta Tapera adalah PNS, kemudian TNI dan Polri. Kemudian, Tapera diharapkan telah menjangkau 6,7 juta peserta dari ASN, TNI/Polri, BUMN, dan BUMD.
Sementara pekerja swasta atau formal diberi waktu selambat-lambatnya 7 tahun sejak Badan Pengelola (BP) Tapera beroperasi.
Kepesertaan di BP Tapera akan berakhir jika pekerja sudah pensiun yakni usia 58 tahun.
Setelah pensiun, peserta bisa mendapatkan dana simpanannya beserta hasil dari dana pengembangan yang ditempatkan di deposito bank, surat utang pemerintah, dan investasi lainnya.
Sebagai informasi, BP Tapera sendiri merupakan peleburan dari Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan-Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum-PNS). Sebagai modal awal, pemerintah menyuntik dana untuk BP Tapera sebesar Rp 2,5 triliun.
Sebelum menjadi BP Tapera, Bapertarum-PNS memiliki sekitar 6,7 juta orang peserta, baik PNS aktif maupun yang telah pensiun, dengan dana kelolaan Rp 12 triliun.
Baca Juga: Rumah Singgah Peduli, Bantu Pasien Ekonomi Lemah
Saat masih bernama Bapertarum, lembaga ini mengumpulkan uang dari PNS dengan memotong gaji setiap bulan sehingga uang di Bapertarum PNS pada dasarnya adalah uang PNS dan harus dikembalikan kepada mereka.
Komite Tapera beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri PUPR, Menteri Ketenagakerjaan, dan anggota independen. Komite itu diketuai Menteri PUPR.
Menurut amanat Undang-Undang Tapera, BP Tapera mesti beroperasi dua tahun setelah UU Tapera diundangkan.
Penulis : Tito-Dirhantoro
Sumber : Kompas TV