Siap-siap Aturan New Normal: Jarak Karyawan di Kantor dan Pabrik Minimal 1 Meter
Berita kompas tv | 25 Mei 2020, 12:17 WIBKOMPAS.TV - Indonesia akan memasuki tatanan kehidupan baru (new normal). Hal itu dikatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut Presiden Jokowi, masyarakat harus berdamai dan hidup berdampingan dengan Covid-19 karena virus corona ini tak akan hilang.
”Berdampingan itu justru kita tak menyerah, tetapi menyesuaikan diri (dengan bahaya Covid-19). Kita lawan Covid-19 dengan kedepankan dan mewajibkan protokol kesehatan ketat,” kata Jokowi.
Baca Juga: [FULL] Jokowi: New Normal, Kita Harus Berkompromi Dengan Covid
Untuk mendukung tatanan kehidupan baru ini pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menerbitkan protokol bagi perkantoran dan industri dalam menghadapi pandemi virus corona atau Covid-19.
Protokol normal baru (new normal) tersebut diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.
Aturan New Normal Aktivitas Kerja
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan, dunia usaha dan masyarakat pekerja memiliki kontribusi besar dalam memutus mata rantai penularan.
Pasalnya, besarnya jumlah populasi pekerja dan besarnya mobilitas, serta interaksi penduduk umumnya disebabkan aktivitas bekerja.
"Tempat kerja sebagai lokus interaksi dan berkumpulnya orang merupakan faktor risiko yang perlu diantisipasi penularannya," kata Terawan seperti dikutip dalam laman resmi Kemenkes, Senin (25/5/2020).
Salah satu ketentuan dalam new normal adalah perusahaan wajib menerapkan physical distancing dengan jarak antar-karyawan minimal 1 meter selama bekerja di lokasi kerja, baik kantor, pabrik maupun industri.
"Physical Distancing dalam semua aktivitas kerja. Pengaturan jarak antar pekerja minimal 1 meter pada setiap aktivitas kerja (pengaturan meja kerja/workstation, pengaturan kursi saat di kantin, dll)," bunyi Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 telah menyatakan bahwa PSBB dilakukan salah satunya dengan meliburkan tempat kerja.
Namun, dunia usaha tidak mungkin selamanya dilakukan pembatasan, roda perekonomian harus tetap berjalan.
Peliburan karyawan dalam jangka waktu yang lama dinilai bisa mengakibatkan ekonomi terhenti.
Baca Juga: Sorotan: Indonesia Bersiap Menuju New Normal?
Tak Peduli Risiko
Di Indonesia, kasus Covid-19 belum menunjukkan penurunan. Sejauh ini, pusat perbelanjaan dan pasar tampak masih dijejali warga. Sebagian abai atas protokol kesehatan.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), syarat pelonggaran pembatasan sosial saat Covid-19, selain terjadi penurunan kasus selama tiga pekan, 80 persen kasus harus diketahui data kontak beserta klaster, serta turunnya angka kematian.
Syarat lainnya, jumlah pasien Covid-19 turun dua pekan. Demikian pula angka kematian penderita pneumonia.
Dikutip dari harian Kompas, Peneliti dari Fakultas Psikologi UI yang tergabung dalam Tim Panel Studi Sosial Covid-19, Dicky Pelupessy, mengatakan, saat ini sebagian warga mulai mencapai titik tak peduli terhadap risiko.
”Reaksi alamiah saat terjadi wabah dan bencana adalah kecemasan dan ini memicu respons fight (melawan) atau flight (abai),” ujar dia.
Berdasarkan survei yang dilakukan Panel Studi Sosial Covid-19 terbaru, ditemukan bahwa PSBB ini berdampak pada penghasilan.
Ada 17,3 persen responden kehilangan pekerjaaan dan 44,3 persen sebagian besar penghasilannya turun.
Sebanyak 43,4 persen merasa bisa bertahan tanpa bantuan pemerintah. Sisanya bervariasi, ada yang menyatakan bisa bertahan hingga PSBB berakhir 22,1 persen, lainnya hanya dalam beberapa hari.
Ada 10,2 persen orang terdampak psikologis dengan gejala serius. Mereka didominasi kelompok usia 45 tahun ke bawah atau kelompok usia produktif.
Rentang usia 45 tahun ke bawah, dalam bahasa psikologi perkembangan, memasuki tugas perkembangan, meliputi bersosialisasi, berkeluarga, dan menghidupi keluarga.
”Awalnya orang bertahan dan melawan saat tertekan ekonomi dan psikologis,” kata Dicky.
Namun, saat tekanan ekonomi kian kuat dan secara psikologis mereka lelah, respons menjadi tak peduli.
”Turunnya kepercayaan kepada pemerintah karena inkonsistensi dan komunikasi risiko buruk akan menambah sikap abai pada risiko ini, seperti terlihat dengan pengabaian PSBB,” jelas dia.
Baca Juga: New Normal dan Berdamai Mulai Jadi Fokus Pemerintah Memerangi Wabah Corona
Penulis : fadhilah
Sumber : Kompas TV