> >

Omnibus Law Bikin Karyawan Tak Bisa Ajukan Cuti Panjang

Berita kompas tv | 16 Februari 2020, 11:05 WIB
Massa buruh menggelar aksi demontrasi di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (13/1/2020). (Sumber: KOMPAS.com/TSARINA MAHARANI)

KOMPAS.TV - Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja menuai pro kontra di kalangan masyarakat.

Pada RUU tersebut, ada beberapa ketentuan soal ketenagakerjaan yang akan diubah. Salah satunya soal cuti panjang.

Baca Juga: Pro Kontra Omnibus Law - ROSI

Sebagaimana dilansir dari Kompas.com, Minggu (16/2), dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 79, pemerintah menjelaskan secara detail soal cuti panjang alias istirahat panjang bagi pekerja yang telah bekerja selama 6 tahun di perusahaan yang sama. 

Cuti panjang yang diatur adalah sekitar 2 bulan pada tahun ketujuh hingga tahun ke delapan masing-masing 1 bulan tiap tahunnya. 

UU tersebut pun mengatur secara jelas peraturan soal istirahat panjang yang dibuat dalam bebebapa poin khusus.

Namun dalam draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law, peraturan cuti tahunan dihapus. 

Kendati demikian, perusahaan dapat memberikan cuti panjang kepada karyawannya yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. 

Dalam omnibus law, pemerintah hanya mengatur waktu istirahat antara jam kerja setelah kerja 4 jam berturut-turut dan istirahat mingguan sekitar 1-2 hari. 

Selain itu, pemerintah mengatur cuti tahunan yang harus diberikan perusahaan minimal 12 hari.

Berikut detail UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 79 soal cuti panjang:

(1) Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.

(2) Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

    a. istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;

    b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;

    c. cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus; dan

    d. istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.

(3) Pelaksanaan waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

(4) Hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d hanya berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu.

(5) Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Keputusan Menteri.

Baca Juga: Aksi Buruh Tolak RUU Omnibus Law

Pasal 79 tersebut akhirnya diubah dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja sehingga berbunyi sebagai berikut.

(1) Pengusaha wajib memberi:
    a. waktu istirahat; dan
    b. cuti.

(2) Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada pekerja/buruh paling sedikit meliputi:

a. istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan 

b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

(3) Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh yaitu cuti tahunan, paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.

(4) Pelaksanaan cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

(5) Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), perusahaan dapat memberikan cuti panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Penulis : fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU