> >

OPM Serang Guru dan Nakes di Yahukimo, Pengamat Militer: Tak Ada Pembenaran untuk Pelanggaran HAM

Hukum | 24 Maret 2025, 04:00 WIB
OPM Serang Guru dan Nakes di Yahukimo Pengamat Militer Tak Ada Pembenaran untuk Pelanggaran HAM
Direktur Eksekutif ISSES Khairul Fahmi. Khairul Fahmi menegaskan penyerangan warga sipil tidak bisa dibenarkan atas alasan apa pun. Hal ini disampaikan Fahmi usai OPM membunuh seorang guru dan melukai tujuh orang di Anggruk, Yahukimo, Jumat (21/3/2025) lalu. (Sumber: Dokumentasi Khairul Fahmi via Antara)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengamat militer sekaligus Co-founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyatakan penyerangan terhadap guru dan tenaga kesehatan (nakes) oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Distrik Anggruk, Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM)

Khairul Fahmi menegaskan penyerangan warga sipil tidak bisa dibenarkan atas alasan apa pun. Hal ini disampaikan Fahmi usai OPM membunuh seorang guru dan melukai tujuh orang di Anggruk, Yahukimo, Jumat (21/3/2025) lalu.

“Bagaimanapun, kekerasan terhadap warga sipil tetaplah pelanggaran HAM, siapa pun pelakunya, baik negara maupun aktor bersenjata non-negara,” kata Khairul Fahmi dalam keterangan di Jakarta, Minggu (23/3).

Baca Juga: OPM Serang Guru-Nakes di Yahukimo Papua dan Tewaskan Seorang Guru, 46 Orang Dievakuasi

Fahmi menambahkan, serangan OPM terhadap guru dan tenaga kesehatan adalah pola lama. OPM menyerang warga sipil dengan menuduh mereka sebagai mata-mata Indonesia.

"Tak ada pembenaran apa pun untuk membunuh warga sipil. Apalagi mereka yang bekerja di garis depan kemanusiaan. Tuduhan sepihak tak bisa dijadikan dasar untuk menghilangkan nyawa. Ini bukan perjuangan, ini terorisme,” ungkapnya.

Khairul Fahmi menilai tindakan OPM menyerang warga sipil tidak hanya menghilangkan nyawa korban, tetapi juga menghancurkan pengharapan atas kehadiran negara dalam sektor pendidikan sebagai sektor paling mendasar.

"Tuduhan yang digunakan untuk membenarkan kekerasan, menebar ketakutan, dan memperkuat posisi mereka di tengah masyarakat yang sudah lama dilanda krisis kepercayaan," kata Fahmi dikutip Antara.

Menurut dia, terdapat perspekstif yang kurang proporsional dalam memandang konflik Papua saat ini. Kata diam, negara kerap dipandang sebagai pelaku kekerasan yang utama. Sedangkan tindakan kelompok separatis sering dipandang sebagai ekspresi perlawanan.

Fahmi menilai pemerintah dan TNI memiliki kekhawatiran atas reaksi negatif dari dunia luar, terutama terkait pelanggaran hak asasi manusia.

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Gading-Persada

Sumber : Antara


TERBARU