> >

Gerindra Tegaskan PPN 12 Persen Inisiasi PDIP, Presiden Harus Jalankan agar Tak Langgar UU

Politik | 22 Desember 2024, 19:20 WIB
Politikus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Wihadi Wiyatno, dalam dialog Kompas Petang, Kompas TV, Minggu (22/12/2024). (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang mengatur kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen merupakan inisiasi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Penjelasan mengenai PDIP yang menginisiasi UU HPP tersebut disampaikan oleh politikus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Wihadi Wiyatno, dalam dialog Kompas Petang, Kompas TV, Minggu (22/12/2024).

Ia menjawab pertanyaan mengenai apa yang terjadi hingga akhirnya saat ini Partai Gerindra menyinggung PPN 12 persen merupakan usulan PDIP.

“UU HPP ini kan tahun 2021, itu adalah betul pada pemerintahan Presiden Jokowi, tetapi Presiden Jokowi ini kan diusung oleh PDI Perjuangan,” kata Wihadi.

Baca Juga: Yenny Wahid Bandingkan Kenaikan PPN 12% dengan Negara Lain: Jika Gus Dur Ada, Akan Bersama Rakyat

“Jadi inisiasi HPP itu adalah memang insisiasi dari partai yang berkuasa, partai yang mendukung Presiden, PDI Perjuangan,” tegasnya.

Menurutnya, aturan mengenai kenaikan PPN dimulai pada tahun 2022, yakni dari 10 persen menjadi 11 persen, dan saat itu tidak ada masalah karena Joko Widodo (Jokowi) masih menjabat sebagai presiden.

“Kemudian, kalau sekarang ada kenaikan-kenaikan PPN yang ada dalam undang-undang tersebut yang dimulai pada tahun 2022 dengan kenaikan 1 persen, dari 10 menjadi 11 (persen), itu tidak ada masalah karena masih presidennya Jokowi dan partai pendukungnya juga PDI Perjuangan.”

“Namun, pada masa sekarang ini, tahun 2025, ini kan presidennya sudah berganti. Pak Prabowo dalam hal ini sudah akan menjalankan undang-undang ini sesuai dengan amanat undang-undang,” tambahnya.

Menurut Wihadi, jika Presiden Prabowo tidak melaksanakan UU HPP tersebut, bisa muncul anggapan bahwa presiden melanggar undang-undang.

“Maka undang-undang ini harus dijalankan. Kalau tidak dijalankan, maka Presiden bisa dianggap melanggar undang-undang,” tegasnya.

“Itu bisa juga menjadi pelanggaran Presiden karena tidak menjalankan undang-undang, bisa juga menjadi bola liar yang mungkin dikatakan bahwa Presiden melanggar undang-undang.”

Oleh sebab itu, lanjut dia, Presiden telah memberikan solusi, yakni dengan memberlakukan PPN 12 persen hanya untuk barang-barang mewah.

Namun, ia menyayangkan pernyataan politikus PDIP Rieke Dyah Pitaloka yang menyebut seakan-akan PPN 12 persen ini bisa diturunkan hingga lima persen atau dalam rentang 5 hingga 15 persen.

“Rieke mengatakan pemerintah bisa menurunkan antara 5 sampai 15 (persen), bisa menurunkan dan membatalkan. Tapi itu kan pembohongan publik yang dilakukan. Pada saat paripurna, itu hanya Pasal 7 ayat 3 yang dibaca, ayat 4 tidak dibaca.”

Baca Juga: Gerindra Heran PDIP Kritik PPN 12 Persen: Padahal Mereka Ketua Panja

“Ayat 4 adalah bahwa rentang 5 dan 15 itu bisa dipakai itu adalah kesepakatan pemerintah dan DPR, dan pemerintah membuat suatu PP untuk penyusunan RAPBN,” jelasnya.

Ia menambahkan, RAPBN pemerintahan Presiden Prabowo untuk tahun 2025 sudah diketuk atau disetujui pada masa pemerintahan Jokowi.

“Permasalahannya saat ini, tahun 2025, pemerintahan Pak Prabowo itu mendapatkan RAPBN yang sudah diketok pada zaman Pak Jokowi. Bagaimana kita bisa mengulang lagi RAPBN pada saaat 2025 yang sudah berjalan?!”

 

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU