> >

Cara Deteksi Pneumonia pada Anak: Hitung Frekuensi Napas dalam 1 Menit

Humaniora | 18 November 2024, 05:05 WIB
Pelayanan kesehatan imunisasi dasar dan PCV bayi melalui oral maupun suntikan di Posyandu Mawar 1, Desa Kerembong, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Senin (26/2/2024). (Sumber: ANTARA/HANA KINARINA)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Penyakit pneumonia atau radang paru pada anak ternyata bisa dideteksi dengan cara menghitung frekuensi napas.

Dokter spesialis anak subspesialis respirologi lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI) Wahyuni Indawati mengungkap, deteksi bisa dilakukan lewat penghitungan frekuensi napas anak dalam satu menit.

Frekuensi napas tergantung dari usia anak. Pasalnya, pneumonia merusak paru-paru sehingga mempengaruhi kemampuan bernafas anak. 

“Pneumonia adalah radang paru, dan utamanya, karena ada infeksi mikroorganisme dia bisa merusak jaringan paru. Kalau terjadi kerusakan oksigen kurang dan terjadi kematian,” kata Wahyuni dalam temu media di Jakarta, Minggu (17/11/2024). 

Ia menjelaskan, untuk anak-anak yang berusia di bawah dua bulan, batasan frekuensi napas adalah 60 kali per menit. 

Baca Juga: IDAI Rekomendasikan Gelar Vaksinasi untuk Cegah KLB di Lingkungan Sekolah

Lalu untuk anak berusia dua sampai 12 bulan, batasan frekuensi napas adalah 50 kali per menit. Kemudian pada anak berusia satu hingga lima tahun, batasnya adalah 40 kali per menit.

Langkah selanjutnya, para orang tua perlu memperhatikan apakah ada tarikan dinding dada saat anak bernapas.

“Hati-hati dengan ‘BBB’ atau bukan batuk biasa, lalu coba lihat saat bernapas sesak tidak, atau ada tarikan dinding dada. Kalau ada, maka hati-hati, itu bisa jadi tanda pneumonia,” ujarnya seperti dikutip dari Antara.

Ia mengingatkan, pneumonia pada anak sering kali hadir dengan gejala batuk dan demam biasa. Sehingga banyak orang tua yang menganggap remeh dan mengira penyakit itu bisa sembuh sendiri. 

Tapi, orang tua perlu waspada jika ternyata batu anak disertai gejala napas cepat atau napas sesak.

Baca Juga: Dokter Gizi Ini Minta Sekarang Orangtua Kenalkan Kental Manis ke Anak Itu Adalah Gula

"Orang tua harus segera membawa anaknya ke fasilitas kesehatan terdekat tanpa harus menunggu anak makin sesak atau tubuhnya jadi membiru," sebutnya. 

Ia menuturkan, ada sejumlah faktor yang membuat anak lebih tinggi berisiko terkena pneumonia. 

Mulai dari bayi di bawah usia dua tahun tidak diberi ASI eksklusif, anak tidak mendapat imunisasi PCV, mengalami malnutrisi, lahir prematur atau berat badan lahir rendah (BBLR), terpapar polusi, terpapar asap rokok, tinggal di hunian padat dan terkena penyakit dasar seperti HIV, penyakit jantung atau penyakit kronis.

Penulis : Dina Karina Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Antara


TERBARU