Sulawesi Tenggara Berhasil Raih 9 Sertifikat Penetapan WBTb dari Kementerian Kebudayaan
Humaniora | 17 November 2024, 19:05 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Sulawesi Tenggara (Sultra) menunjukkan pencapaian luar biasa tahun ini dengan meraih sembilan (9) sertifikat penetapan Warisan Budaya Takbenda (WBTb), yang diserahkan langsung oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon kepada Penjabat (Pj) Gubernur Sultra Andap Budhi Revianto.
Prestasi ini meningkat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, di mana Sultra hanya berhasil menetapkan 1 WBTb, yaitu Tari Mewuwusoi dari Bombana.
Penetapan ini dilakukan dalam acara Apresiasi Warisan Budaya Indonesia (AWBI) Tahun 2024 di Taman Fatahillah, Jakarta, Sabtu (16/11/2024).
Acara ini diselenggarakan sebagai bentuk penghargaan terhadap upaya pelindungan, pengamanan, dan pelestarian WBTb Indonesia.
Dalam acara tersebut, Direktur Pelindungan Kebudayaan Judi Wahjudin menekankan pentingnya proses yang dilalui untuk menetapkan WBTb. Dari 668 warisan budaya yang diusulkan dari seluruh Indonesia, hanya 272 yang berhasil ditetapkan.
Penilaian ketat dilakukan melalui serangkaian tahapan, mulai dari sidang penetapan hingga rekomendasi oleh tim ahli.
Dengan tambahan 9 WBTb baru pada 2024, Sultra kini mencatatkan total 37 WBTb yang diakui secara nasional, sekaligus mengukuhkan posisi Sultra sebagai salah satu provinsi yang kaya akan warisan budaya.
Selain itu, kontribusi Sultra juga terlihat dalam pelestarian bahasa daerah, dengan 9 bahasa dari provinsi ini yang termasuk dalam 718 bahasa daerah di Indonesia, seperti Tolaki, Wolio, Muna, Moronene, dan lainnya.
Baca Juga: Dedi Mulyadi Puji Bali dan Yogya soal Lestari Budaya: Problem di Jawa Barat…
Menteri Kebudayaan Fadli Zon saat menutup acara menyampaikan bahwa AWBI adalah langkah strategis untuk memastikan kekayaan budaya Indonesia tetap terjaga dan dihormati oleh generasi mendatang. Upaya ini menjadi bukti nyata kolaborasi antara pemerintah daerah dan pusat dalam melindungi kekayaan budaya bangsa.
Fadli menegaskan Warisan Budaya bukan sekedar peninggalan masa lalu, tetapi juga aset yang tidak ternilai serta menjadi identitas dan jati diri bangsa.
“Sebagai bangsa yang dianugerahi kekayaan yang luar biasa, kita punya tanggung jawab besar untuk menjaga, melestarikan, dan mempromosikan warisan budaya ini kepada dunia, karena itu acara apresiasi warisan budaya ini menjadi momentum penting mengingatkan kita semua betapa berharganya kekayaan budaya yang kita miliki,” ujar Menteri Kebudayaan.
Saat diminta keterangan oleh awak media, Pj Gubernur Andap mengapresiasi kerja keras para pemangku kepentingan, terutama Kadis Pendidikan dan Kebudayaan beserta seluruh jajarannya, dalam upaya dan kontribusinya dalam pelestarian budaya Sulawesi Tenggara.
"Pemerintah Provinsi Sultra telah mengambil langkah konkret dalam pelestarian kebudayaan dengan menetapkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2023 tentang Pelestarian dan Pemajuan Warisan Budaya Takbenda. Ini menunjukkan komitmen kami untuk mendukung pengakuan dan pelestarian warisan budaya lokal," jelas Andap.
Ia menambahkan, pengakuan ini jadi tanda Sultra memiliki Warisan Budaya dengan nilai tinggi dan layak menjadi bagian dari identitas budaya Indonesia, serta menjadi tanggung jawab bersama untuk melestarikan dan memperkenalkan ke seluruh Indonesia bahkan ke seluruh dunia.
"Sultra adalah provinsi yang memiliki keanekaragaman tradisi dan nilai-nilai luhur, Warisan Budaya yang tak ternilai ini harus kita jaga dan lestarikan bersama. Oleh karena itu, Pemprov berkomitmen untuk terus mendukung pelestarian warisan budaya melalui program-program strategis," tegasnya.
Turut hadir dalam acara tersebut, Wakil Menteri Kebudayaan, Gubernur, Bupati dan Wali Kota serta Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan se-Indonesia.
Berikut 9 Warisan Budaya Takbenda Sultra yang diberikan sertifikat dan ditetapkan sebagai Warisan Budaya Indonesia tahun 2024, sebagai berikut:
- Haroa: merupakan tradisi doa bersama masyarakat Buton, dipimpin oleh Tokoh Adat atau Tokoh Agama yang disebut Lebe.
- Tari Galangi: merupakan tradisi masyarakat Buton berupa tarian perang yang menggambarkan pengawalan Sultan Buton, Sapati ( Perdana Menteri ) hingga Panglima Perang (Kapitalao) saat menjalankan tugas.
- Gola Ni'i: warisan budaya masyarakat Bombana dan Kabaena berupa makanan khas berbahan gula aren, kelapa, dan nasi ketan dibungkus daun jagung.
- Bilangari: merupakan tradisi suku Tolaki, berupa Panduan untuk memprediksi hari baik untuk membangun rumah, menanam padi dan sebagainya.
- Kabuto: merupakan tradisi berupa hidangan tradisional berbahan singkong kering yang dimasak dengan kelapa parut dan ikan asin. Kabuto merupakan makanan pokok pengganti sejak zaman dulu, terutama bagi masyarakat di sekitar pesisir pantai.
- Kasambu: merupakan tradisi masyarakat Muna berupa ritual doa untuk keselamatan bagi perempuan yang sedang mengandung anak pertama, dipimpin oleh Sando (Pemimpin Doa).
- Pogiraa Adhara: merupakan tradisi berupa budaya tarung kuda khas masyarakat Muna.
- Mowindahako: merupakan tradisi masyarakat adat suku Tolaki berupa upacara adat dalam proses pernikahan.
- Sajo Moane: merupakan warisan budaya berupa tarian khas Buton dan Wakatobi yang penarinya harus laki-laki yang dulu untuk menyambut kepulangan prajurit dari medan perang.
Baca Juga: Hujan Deras, Banjir dari Luapan Sungai Rendam Rumah dan Masjid di Bandung Barat!
Penulis : Kiki Luqman Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV