> >

Jaminan Kehilangan Pekerjaan BPJS Ketenagakerjaan: Asa Pekerja Muda Keluar dari Gelap PHK

Humaniora | 15 November 2024, 18:45 WIB
Arfrian Rahmanta (29) berpose menunjukkan kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan di Baciro, Kota Yogyakarta, Jumat (15/11/2024). Arfrian merupakan salah satu pekerja di Yogyakarta yang terkena PHK pada Oktober 2024 lalu. (Sumber: Ikhsan Abdul Hakim/Kompas TV)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Arfrian Rahmanta (29) adalah salah satu pekerja yang terkena pemberhentian hubungan kerja (PHK) pada Oktober 2024 lalu.

Selama bekerja di industri media, ia mengaku cukup produktif dan tidak menyangka akan tergulung gelombang PHK yang membesar jelang akhir tahun.

Pria yang akrab disapa Arci itu telah bekerja di sebuah media daring di Yogyakarta selama dua tahun terakhir. Namun, perusahaannya pailit dan terpaksa mem-PHK belasan karyawan.

"Nyesek ya sebenarnya, tapi kalau dilihat landscape-nya kan aku kerja di media online, dilihat landscape-nya emang banyak yang di-PHK sejak Agustus,” kata Arci di Yogyakarta, Rabu (13/11/2024).

"Sebenarnya nggak nyangka aja kalau bulan Oktober itu aku juga masuk daftar PHK itu, tapi kalau dilihat secara luasnya ya media online, khususnya di Jogja ini, restrukturasi juga alias mem-PHK karyawan juga.”

Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan RI, angka PHK di Indonesia merangkak naik sejak Januari 2024. Jumlah karyawan yang di-PHK per Oktober 2024 mencapai total 63.947 atau naik hampir 20 kali lipat dibanding bulan pertama, Januari, yang mencatat jumlah 3.332 karyawan.

Di Daerah Istimewa Yogyakarta, jumlah karyawan yang di-PHK per Oktober 2024 total mencapai 1.245 orang. Angka PHK di Yogyakarta naik drastis tiga bulan belakangan, dari 467 per Agustus menjadi 1.052 karyawan pada September 2024. 

Arci baru bekerja sebagai profesional selama tiga tahun dan belum punya jaring pengaman yang cukup untuk menjalani hidup tanpa sumber pendapatan tetap.

Dengan pendapatan mepet Upah Minimum Provinsi (UMP) DI Yogyakarta, ia pun mesti menyisihkan penghasilan untuk tabungan menikah dan kebutuhan adiknya yang baru lulus sekolah.

Baca Juga: BPJS Tenaga Kerja, Jaminan Kecelakaan Kerja RT/RW yang Telah Lama Dinanti

Upah minimum di Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri berjumlah Rp2.125.898 per bulan pada 2024. Angka ini jauh dari nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) versi buruh yang berkisar antara tiga hingga empat juta rupiah per bulan.

Survei KHL yang dilakukan Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY menunjukkan, angka KHL per Oktober 2024 mencapai Rp4.177.149 di Kota Yogyakarta, Rp4.106.084 di Kabupaten Sleman, Rp3.732.688 di Kabupaten Bantul, Rp.3.728.011 di Kabupaten Kulon Progo, dan Rp3.507.838 di Kabupaten Gunungkidul.

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) menetapkan standar hidup layak di Daerah Istimewa Yogyakarta sejumlah Rp1,24 juta per bulan pada 2023 dengan pengeluaran riil per kapita rata-rata Rp14.924.000 per orang per tahun.

Kata Arci, PHK cukup memengaruhi hidupnya. Upah yang dikumpulkan sejauh ini dirasa belum cukup untuk menciptakan keuangan aman bagi pekerja muda yang ingin menyusun kehidupan mapan, apalagi berkeluarga. 

"Kalau untuk bertahan hidup bisa-bisa aja, tapi kalau ada tanggungan hidup itu harus struggle, sih. Kalau untuk satu orang bisa, tapi kalau ada tanggungan apalagi berkeluarga gitu nah itu agak sulit,” katanya soal pendapatan sebagai pekerja di Yogyakarta.

Rekan sekantor Arci, Bagus Aryo Wicaksono (28) juga mengalami PHK pada akhir Oktober lalu. Usai PHK, ia kini membantu usaha kecil yang dikelola istrinya di rumah.

Bagus sedang membina keluarga kecil di Kabupaten Kulon Progo. Untuk menopang ekonomi keluarga, istrinya berjualan kue basah di pasar saat pemuda itu mengadu nasib di industri media.

“Saya di-PHK pada 28 Oktober, cuma sebelum itu kita sudah dikasih tahu dulu dua minggu sebelumnya,” kata Bagus via sambungan telepon, Rabu (13/11).

Sebagai suami, Bagus merasa program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan cukup membantu menunjang kehidupan keluarganya pasca-PHK.

Baca Juga: Cerita dari Kampung Tiktokers Gunawan Sadbor: Petani Manggis, Korban PHK dan Buruh Pabrik

Bagus telah berhasil mencairkan manfaat uang tunai dari program JKP. Uang bemper PHK ini sedianya akan diberikan selama enam bulan usai hubungan kerja diputus.

Manfaat uang tunai yang diberikan program JKP adalah 45 persen upah per bulan pada tiga bulan pertama, kemudian 25 persen upah per bulan pada tiga bulan terakhir.

"Menurut saya, (JKP) cukup membantu sih untuk yang kena PHK seperti saya,” kata Bagus.

Akses Mudah untuk Pekerja yang Kesulitan

Bagus mengaku hanya butuh sehari untuk mencairkan manfaat JKP BPJS Ketenagakerjaan. Semua proses pengajuan dilakukan via platform daring SIAPkerja Kementerian Ketenagakerjaan RI.

“Itu prosesnya juga kalau pas saya klaim itu prosesnya cepet, kalau temen-temen yang lain kayaknya juga nggak terlalu lama dari pengajuan klaim sampai cair itu nggak sampai berhari-hari,” kata Bagus.

Dia pun mengapresiasi kemudahan akses dan cepatnya pengajuan klaim JKP. 

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU