> >

Pegiat Lingkungan Ini Ubah Bahaya Minyak Jelantah Jadi Rupiah

Humaniora | 14 November 2024, 15:42 WIB
Direktur Riset Yayasan Jalin Alam Nusantara atau Jalantara, Abustomih yang juga pegiat lingkungan, saat memberikan bimbingan teknis (bimtek) daur ulang atau mengubah minyak jelantah jadi produk ekonomis (bernilai rupiah) dan ramah lingkungan. (Sumber: Dok Pribadi)

DEPOK, KOMPAS.TV – Ketika minyak goreng menjadi jelantah, ke mana Anda akan menaruhnya? Dibuang ke sembarang tempat? Upss! Jangan sembarangan. Apalagi jika dibuang ke saluran pembuangan limbah, selokan, sungai, tanah atau halaman rumah. Itu berbahaya!

“Bahaya (minyak jelantah) menurunkan kualitas air dan kesuburan tanah, serta merusak ekosistem perairan. Bahkan bisa membuat mampet saluran air, menimbulkan bau dan penyakit,” ujar Direktur Riset Yayasan Jalin Alam Nusantara atau Jalantara, Abustomih kepada Kompas.tv, Kamis (14/11/2024).

Baca Juga: Ibu Rumah Tangga Tukarkan Minyak Jelantah Jadi Rupiah

Jelantah adalah minyak goreng bekas yang telah digunakan untuk menggoreng makanan. Biasanya berwarna lebih gelap dan memiliki bau yang khas dibandingkan dengan minyak goreng baru.

Meskipun sering dianggap limbah, ternyata minyak jelantah bisa didaur ulang menjadi produk bermanfaat dan mendatangkan rupiah.

“Minyak Jelantah bisa diolah menjadi padat atau dimanfaatkan menjadi produk ramah lingkungan yang bernilai ekonomis,” kata Abustomih.

Pegiat lingkungan ini menjelaskan, jelantah bisa diolah atau didaur ulang menjadi berbagai produk rumah tangga yang higienis. Termasuk produk lainnya seperti biodiesel, yaitu bahan bakar alternatif ramah lingkungan untuk mesin diesel.

Abustomih bersama timnya sudah banyak mengolah jelantah menjadi produk pembersih rumah tangga. Mulai dari sabun cuci piring, baju, lantai, tangan; karbol toilet; pembersih kaca; dan lain-lain.

“Ada sekitar 60 produk rumah tangga, paling banyak pembersih rumah tangga,” kata pria kelahiran Jakarta, 15 Juni 1986 ini.

Ia melakukan hal produktif dan inovatif itu sejak 2017 semula bersama istrinya. Disusul secara institusional lewat Yayasan Jalantara yang hingga kini menjadi legalitas kelembagaannya.

“Inspirasinya dorongan dari para sahabat di perumahan yang melihat potensi saya bisa mendaur ulang minyak jelantah menjadi bahan pembersih rumah tangga yang bagus dan berguna,” tuturnya. 

Untuk teknis pengolahannya, lanjut Abustomih, prinsipnya minyak jelantah dipurifikasi secara fisis. Yakni dengan disaring dan adsorpsi, lalu proses penyabunan menjadi biang sabun.

Terakhir, mixing menjadi produk yang diinginkan, yaitu yang biasa digunakan setiap hari oleh keluarga-keluarga di Indonesia.

Ia mengungkapkan, jelantah jumlahnya terus meningkat tapi pengolahannya masih minim karena keterbatasan informasi dan edukasi mengenai  cara mendaur ulangnya. Hal ini menurunkan kualitas lingkungan hidup.

Selain itu, jelantah masih banyak yang belum dimanfaatkan. Produk daur ulang dari jelantah yang ada pun masih ada yang kurang bagus kualitasnya. 

Oleh karena itu, Abustomih bersama para pegiat komunitas peduli lingkungan dan warga di berbagai daerah atau wilayah, berinisiatif untuk mengoleksi jelantah. Pada awalnya, ia hanya mengumpulkan jelantah di sekitar Kota Depok, Jawa Barat. 

Namun, karena permintaan meluas dan banyak, pengumpulan minyak jelantah dan pengolahannya kini sudah tersebar luas.

“Cara kolektif jelantah yaitu warga menyetorkan ke komunitas peduli lingkungan terdekat seperti bank sampah, majelis taklim, dan lainnya,” tutur Abusomih.

Pada tahapan ini, jelantah disortir menjadi dua bagian. Bagian yang kualitasnya buruk sekitar 80 persen, dikumpulkan dan dijual langsung untuk keperluan ekspor minyak jelantah dengan harga sekitar Rp5.500-6.000 per liter.

Sisanya sekitar 15-20 persen diolah menjadi produk pembersih rumah tangga yang dijual terbatas ke komunitas bank sampah atau lingkungan dengan harga pokok produksi sekitar Rp5.000 per liter.

Produk jenis sabun cair cuci piring bisa dijual dengan harga Rp10.000-Rp12.000 per liter.

Keuntungannya berbeda-beda, tergantung jenis produk daur ulang yang dihasilkan, seperti deterjen pakaian, sabun cuci tangan, pembersih lantai, dan karbol toilet.

Baca Juga: Memanfaatkan Minyak Jelantah Jadi Lilin Aroma Terapi

Abustomih bersama Yayasan Jalantara juga membina para pegiat dari banyak komunitas lingkungan yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Pembinaan ini sudah lama dan bekerja sama dengan pusat generasi lingkungan hidup, Kementerian Lingkungan Hidup (Kemen LH).

“Kami memiliki binaan total sekitar 50 bank sampah aktif se-Indonesia. Kami membagikan formulasi yang kami buat, sehingga binaan kami sudah memiliki binaan di wilayahnya masing-masing,” ungkapnya.

Binaan Jalantara kini tersebar di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Maluku. Yang terbaru yang dibina adalah komunitas Pramuka yang berasal dari banyak wilayah di Indonesia.

“Binaan kami di Kepulauan Seribu Jakarta sudah mengolah minyak jelantah yang biasanya jadi limbah perairan, kini menjadi pembersih rumah tangga. Bahkan digunakan di rumah sakit sebagai sabun cuci tangan dan karbol lantai melalui program pulauku nol sampah,” katanya.

Abustomih menjelaskan, sejatinya daur ulang bisa dilakukan di mana saja. Yang penting dibekali kemampuan daur ulang yang mudah, aman dan berkualitas.

“Kami mengajar secara langsung ke sekolah, bank sampah, masjid, hingga ke wilayah kepulauan di beberapa wilayah di Indonesia,” katanya.

Tetapi karena keterbatasan ruang dan waktu, pihaknya membuka kelas online gratis juga kepada binaannya.

“Kami berbagi formula baru dan mengembangkan produk berbeda di tiap wilayah, tergantung kebutuhan,” ucapnya.

Abustomih mengatakan pihaknya memahami bahwa penggiat lingkungan banyak yang tidak memiliki background keilmuan sains terapan.

Dia bersama istrinya kebetulan lulusan jurusan kimia dari dua kampus yang berbeda. Abustomih dari jurusan kimia Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Sedangkan istrinya alumnus jurusan kimia Universitas Indonesia (UI).

Abustomih (tiga dari kanan) bersama tim Yayasan Jalin Alam Nusantara atau Jalantara. (Sumber: Dok Pribadi/Yayasan Jalantara)

Pihaknya dengan sabar dan konsisten melakukan pendampingan dan sesi upgrade formula rutin melalui grup di berbagai platform media sosial. Terlebih, formulasi bahan daur ulangnya mudah didapat dan tersedia hampir di semua wilayah.

Untuk yang kesulitan mendapatkan bahannya, disediakan paket belajar yang tetap memiliki nilai keekonomian bagi binaannya. 

Prinsipnya, ia mengarahkan agar terjadi ekonomi minisirkular. Minyak jelantah dari sumber didrop pada penggiat daur ulang jelantah, lalu ditukar produk rumah tangga.

Ada yang satu banding dua. Satu banding tiga. Dalam arti, 1 liter jelantah ditukar 500 ml produk pembersih dan seterusnya. 

Menurut Abustomih, biasanya bank sampah melakukan penyetoran sampah rumah tangga termasuk minyak jelantah, sebulan sekali. Lalu warga akan mendapatkan benefit, baik berupa tabungan sampah maupun produk pembersih rumah tangga.

Keuntungan menjadi hak pengelola bank sampah untuk keperluan fee dan operasional petugas bank sampah. 

Di antara pihak yang menjadi binaan Abustomih bersama Yayasan Jalantara adalah Bank Sampah Nol Satu.

Ketua Bank Sampah Nol Satu di Pengasinan, Depok, Iput Pujianto mengatakan, pihaknya mau aktif mendaur ulang karena banyak limbah jelantah yang belum terkelola dengan baik.

Bahkan, minyak jelantah itu dibiarkan saja atau dibuang ke badan tanah, sungai, dan sebagainya, sehingga dapat merusak ekosistem lingkungan.

Ketua RT 01, RW 09, Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Sawangan, Kota Depok, ini aktif mendaur ulang jelantah menjadi ramah lingkungan sejak 25 September 2021. 

Menurut Iput, sebelum jelantah didaur ulang, terlebih dahulu dilakukan penyebaran informasi yang diawali promosi tukar 5 liter jelantah dengan 1 liter minyak baru.

Setelah ada proses produksi, kemudian bisa tukar 1 liter jelantah dengan produk pembersih rumah tangga.

“Yayasan Jalantara yang memperkenalkan kepada bank sampah kami terkait produk olahan jelantah. Mereka mendampingi mulai dari FGD, Bintek, Praktek pembuatan produk, hingga pemasaran (endors) sampai sekarang,” ujar Iput kepada Kompas.tv, Kamis.

“Oleh karena perizinan kami belum lengkap, sementara produk yang kami produksi hanya untuk komunitas saja (RT, RW dan penggiat lingkungan lainnya di berbagai tempat),” imbuh Iput, yang pernah kirim produk ke Wonogiri, Bali, dan Lampung.

Sementara Sekretaris Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Bangun Utomo di Desa Panican, Kecamatan Kemangkon, Kabupaten Purbalingga, Khozin mengatakan, untuk mengumpulkan minyak jelantah sebelum didaur ulang, pihaknya bekerja sama dengan ibu-ibu Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan para pedagang gorengan di sekitar Bank Sampah Panican.

Pengelola Bank Sampah Panican ini mulai aktif mendaur ulang minyak jelantah menjadi produk bermanfaat sejak Juli 2024.

“Kami sampai saat ini masih sering konsultasi ke Yayasan Jalantara (Abustomih) untuk arahan dan bimbingannya,” kata Khozin, seraya menjelaskan pernah menjadi peserta bimtek pengolahan minyak jelantah menjadi cairan pembersih rumah tangga.

Baca Juga: Minyak Jelantah di Kota Batu Jatim Ini Dapat Ditukar Menjadi Uang

Abustomih menambahkan, pihaknya berharap, akan lebih banyak lagi komunitas peduli lingkungan yang mau menjadikan limbah minyak jelantah menjadi produk yang bermanfaat.

Sehingga potensi ekonomi terus berjalan dan secara bertahap dapat mereduksi pencemaran lingkungan di berbagai wilayah di Indonesia.

 

Penulis : Deni Muliya Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU