Kisah Perwira Angkatan Udara Didakwa Sembunyikan Tokoh PKI Njoto: Kepentingan Partai Lebih Utama
Peristiwa | 20 September 2024, 05:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pasca-peristiwa Gerakan 30 September 1965, Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) menyeret sejumlah perwira Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) ke meja hijau.
Salah satunya mantan Komandan Radar 210 WPD 200 Kahanud Lanuma Halim Perdanakusumah, Mayor Ir Imam Subagjo.
Dikutip dari pemberitaan Harian Kompas pada 2 Februari 1970, Oditur Militer Major (U) Djohan Sjahbudin SH menuntut Imam dengan hukuman 20 tahun penjara.
"Requisitoir yang dibacakan pada hari Sabtu pagi yang lalu itu selanjutnya menuntut pencabutan segala haknya untuk menjadi anggota ABRI. Sebuah FN dan dua senjata lainnya beserta peluru-pelurunyaa telah disita dan dikembalikan pada AURI. Sedang biaya perkara dibebankan pada negara," begitu Kompas memberitakan dakwaan Mahmilub.
Baca Juga: Rangkuman Sejarah G30S/PKI yang Diperingati Tiap 30 September, Tujuan dan Nama Jenderal yang Tewas
Disebutkan pula, terdakwa selaku perwira menengah ABRI sekitar bulan September sampai Desember 1965, berada di rumahnya atau setidaknya di wilayah hukum.
Mahkamah Militer Tinggi Kowilu V menuduh Imam melakukan perbuatan dengan maksud menggulingkan, merusak atau merongrong kekuasaan Negara Republik Indonesia yang sah atau dengan maksud menggulingkan.
Terdakwa Imam Subagjo juga disebut melakukan kegiatan yang menunjukkan simpati kepada musuh-musuh negara dengan cara menyembunyikan tokoh PKI, Njoto, dari kejaran alat negara. Termasuk aktif mengadakan diskusi-diskusi dengan maksud mengembalikan PKI.
Keberadaan Njoto di rumah terdakwa disebut atas persetujuan terdakwa dan untuk mencetak brosur-brosur gelap.
"Disembunyikannya Njoto bukan karena perintah dinas juga bukan karena paksaan, tetapi dilakukan dalam rangka tugasnya sebagai mata rantai gelap PKI dalam tubuh AURI," bunyi dakwaan yang dibacakan.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV