Dinasti Politik di Pilkada 2024: Dari Pramono Anung, Airin hingga Mantu Jokowi
Politik | 2 September 2024, 14:00 WIBBaca Juga: Dinasti Politik Marak di Pilkada 2024, Pengamat: Partai Tak Mampu Lakukan Kaderisasi
Selain problem kaderisasi di parpol, Hadar menengarai kemunculan dinasti politik semakin memperlihatkan proses politik, termasuk partisipasi dalam pemilu yang berbiaya tinggi. Dengan demikian, hanya dinasti politik yang memiliki keunggulan finansial yang hanya bisa mengikutinya.
Adanya dinasti politik, menurut Hadar, dapat mencederai prinsip adil di antara calon dalam pemilihan. Di sisi lain, dinasti politik juga dikhawatirkan cenderung membatasi cakupan aspirasi yang bakal diperjuangkan ketika kelak terpilih, karena lebih terkait dengan kelompok atau golongan tertentu.
Menurut pakar hukum tata negara dari Universitas Brawijaya Aan Eko Widiarto, maraknya dinasti politik tidak menjadi masalah selama penyelenggara pemilu bersikap netral, peraturan perundang-undangan dibuat dan diterapkan secara obyektif, serta lembaga pengawas dan peradilan pemilu menjalankan tugasnya dengan profesional.
Namun dinasti politik akan menjadi sumber masalah ketika di sana terjadi perdagangan pengaruh (trading in influence). Hal ini terutama bagi para calon pemimpin daerah yang memiliki hubungan kekerabatan dengan pejabat yang masih menjabat.
Di dalam United Nation Convention Against Corruption yang telah diratifikasi Indonesia, perdagangan pengaruh termasuk dalam tindak pidana korupsi.
”Kalau demokratisasinya masih dipenuhi dengan dagang pengaruh, itu justru salah. Politik dinasti dilakukan dengan cara ada janji, ada penawaran, ada pemberian kepada pejabat publik atau siapa pun sehingga memperoleh manfaat yang tidak semestinya,” tutur Aan.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV