> >

Kontroversi Revisi UU Pilkada, Jubir Mahkamah Konstitusi: Putusan MK Final and Binding

Hukum | 22 Agustus 2024, 16:04 WIB
Seorang peserta aksi unjuk rasa menolak pengesahan revisi UU Pilkada, menulis tuntutannya pada selembar kertas di Yogyakarta, Kamis (22/8/2024). (Sumber: Kompas.tv/Kurniawan Eka Mulyana)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang dikebut DPR usai Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang salah satunya mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah, memicu kontroversi.

DPR sempat merencanakan akan mengesahkan revisi UU Pilkada pada Rapat Paripurna hari ini, Kamis (22/8/2024). Langkah DPR itu pun memicu aksi unjuk rasa menolak pengesahan revisi UU Pilkada di berbagai kota.

Juru bicara MK Fajar Laksono mengatakan kontroversi revisi UU Pilkada tidak mengganggu kerja MK.

Menurutnya, semua agenda persidangan di MK terus berjalan sebagaimana mestinya. 

"Kalau saya melihat semuanya berjalan. Semua agenda berjalan, sidang yang yang diagendakan berjalan, tidak ada yang terganggu, semuanya berjalan di MK. Semua sidang berjalan, hakim bersidang, para pihak juga dipanggil datang bersidang," kata Fajar, Kamis (22/8/2024).

Baca Juga: Tidak Penuhi Syarat Kuorum, Pengesahan Revisi UU Pilkada oleh DPR Ditunda!

Pria yang juga Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan MK itu menegaskan, secara kelembagaan, MK tidak bisa bersikap apa-apa terkait polemik RUU Pilkada yang tidak mengakomodasi putusan MK.

"Karena bagi MK, wewenangnya selesai ketika sudah putusan itu. MK berbicara hanya melalui putusan," tegas Fajar.

Wewenang MK, ungkap dia, sebetulnya telah selesai dengan dibacakannya amar putusan. Melalui putusannya, MK memberi jawaban, solusi, dan tafsir terkait dengan persoalan konstitusionalitas suatu pasal.

"Dan putusan MK sudah diketok. Saya kira semua orang tahu, teman-teman wartawan juga tahu, putusan MK final and binding (final dan mengikat)," tegas Fajar, dikutip dari Antara.

Soal pelaksana undang-undang tidak mematuhi putusan MK, Fajar menegaskan itu sudah bukan menjadi kewenangan lembaganya.

"Bagaimana kemudian putusan MK itu dilaksanakan, itu bukan wewenang MK lagi, itu wewenang pelaksana undang-undang. Karena yang diuji itu undang-undang, undang-undangnya sudah berubah berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, silakan itu dilaksanakan," ucapnya.

Seperti diberitakan Kompas.tv, Rapat Paripurna DPR RI mengagendakan pengesahan revisi UU Pilkada yang sedianya digelar pada Kamis pagi tadi akhirnya ditunda karena tidak memenuhi kuorum.

“Sesuai dengan tata tertib yang ada di DPR bahwa rapat-rapat dalam pengambilan keputusan atau Rapat Paripurna itu harus memenuhi aturan dan tata tertib yang berlaku. Nah, setelah diskors sampai dengan 30 menit, tadi peserta rapat tidak memenuhi kuorum sehingga sesuai dengan aturan yang ada, bahwa rapat tidak bisa diteruskan,” kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad yang menjadi pimpinan dalam Rapat Paripurna di Gedung DPR, Kamis.

Baca Juga: Soal Putusan MK, Jubir MK: Penyelenggara Negara Harus Patuhi dan Laksanakan Putusan

Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan pemerintah setuju melanjutkan pembahasan RUU tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 pada rapat paripurna DPR terdekat guna disahkan menjadi undang-undang.

Persetujuan itu disepakati dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada Baleg di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8).

Terdapat dua materi krusial RUU Pilkada yang disepakati dalam Rapat Panja RUU Pilkada ini, yakni syarat usia calon kepala daerah dan ambang batas pencalonan dalam pilkada.

Adapun RUU Pilkada menuai polemik di tengah masyarakat karena tidak sepenuhnya mengakomodasi Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang dibacakan dua hari lalu, 20 Agustus 2024.

 

Penulis : Gading Persada Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Antara, Kompas TV


TERBARU