> >

LP3ES Desak Jokowi dan Koalisi Parpol Pendukungnya untuk Hormati Supremasi Hukum

Politik | 21 Agustus 2024, 23:15 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik Menteri Kabinet Indonesia Maju di sisa periode jabatannya, Senin (18/8/2024) (Sumber: Tangkapan layar Breaking News Kompas TV)

 

JAKARTA, KOMPAS.TV - Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menyerukan kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan partai-partai politik pendukungnya agar "menghormati kedaulatan rakyat dan supremasi hukum", sebagaimana cita-cita para pendiri negara.

Melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi Kompas.tv, Rabu (21/8/2024), LP3ES menyerukan tiga tuntutan terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dikeluarkan pada Selasa (20/8/2024) lalu.

Pertama, menuntut Presiden dan DPR menghentikan pembahasan revisi UU Pilkada dan mematuhi putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024 dan putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024.

Kedua, LP3ES mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk menindaklanjuti putusan MK tersebut.

Baca Juga: Ikut Putusan MA, Baleg DPR Sepakati Batas Usia Calon Kepala Daerah Dihitung saat Pelantikan

“KPU menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024,” kata LP3ES.

LP3ES juga mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk melawan rezim "otokratik" dan "hegemonik" demi meraih kembali kedaulatan rakyat dan supremasi hukum, jika revisi UU Pilkada dilakukan dengan tidak menghormati putusan MK demi melanggengkan kekuasaan Presiden Jokowi dan partai-partai politik pendukungnya.

Lembaga tersebut berpendapat konsentrasi kekuasaan Presiden Jokowi bersama koalisi partai politik pendukungnya akan korup dan mengakali supremasi hukum.

“Kekuasaan absolut penguasa saat ini membawa mundur proses demokrasi yang dinikmati oleh rakyat Indonesia 25 tahun ini.”

LP3ES juga menyatakan Indonesia tengah bergerak menjadi negara kekuasaan karena penguasa tidak melaksanakan ketetapan hukum yang diputus oleh MK.

Baca Juga: PDIP Sumut soal Putusan MK Terkait Pilkada 2024: Partai Politik Harus Berdaulat

Pada Selasa (20/8), MK melalui putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, mengubah ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah.

MK memutuskan ambang batas pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD.

Ambang batas pencalonan kepala daerah oleh partai politik kini didasarkan pada perolehan suara sah pemilu berdasarkan rasio jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap, dengan persentase setara dengan pencalonan perseorangan.

Berdasarkan putusan MK, ambang batas pencalonan gubernur Jakarta, misalnya, hanya memerlukan 7,5 persen suara pada pileg sebelumnya.

Sehari setelah putusan MK keluar, Badan Legislasi (Baleg) DPR langsung bergerak menggelar rapat untuk membahas revisi UU Pilkada.

Menurut LP3ES, pembahasan revisi UU Pilkada di parlemen menyimpang dengan apa yang diputus oleh MK.

Baca Juga: Ikuti Putusan MK, PDIP Tetap Daftar ke KPU Jakarta: Jika Kami Calonkan Anies, Kita Kawal Bersama

LP3ES mengatakan penafsiran MK dalam Putusan No. 60 diadopsi Baleg DPR dalam perubahan UU Pilkada khusus hanya untuk partai politik yang tidak memiliki kursi di DPR.

"Sementara putusan MK tidak menetapkan demikian."

Sementara melalui Putusan No. 70/PUU-XXII/2024, MK menegaskan penghitungan usia untuk memenuhi syarat usia pencalonan kepala daerah dihitung dari waktu penetapan pasangan calon oleh KPU dan bukan saat pelantikan calon yang terpilih.

Putusan tersebut, kata LP3ES, menegasikan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024.

"Alih-alih mengikuti putusan MK, DPR justru mengikuti putusan MA. Dengan demikian, telah terdapat cherrypicking atas interpretasi hukum yang berlaku," kata LP3ES.

LP3ES pun mencurigai perubahan yang tidak mengacu pada putusan MK ini sarat kepentingan penguasa.

"Jika interpretasi ini yang diadopsi melalui amandemen UU Pilkada, norma ini akan menguntungkan sdr. Kaesang Pangarep yang berusia 29 tahun ketika pendaftaran, dan belum berusia 30 tahun sebagaimana persyaratan UU Pilkada."

Baca Juga: Jokowi Respons Putusan MK dan Rapat RUU Pilkada di DPR: Kita Hormati Masing-Masing Lembaga

 

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU