Pemerintah Larang Jual Rokok Ketengan, Anggota Komisi VI DPR: Tak Berpihak ke Wong Cilik!
Peristiwa | 1 Agustus 2024, 10:38 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Anggota Komisi VI DPR RI Luluk Nur Hamidah mengkritik kebijakan Pemerintah yang melarang penjualan rokok ketengan. Menurut Luluk, yang membidangi urusan perdagangan serta Usaha Kecil dan Menengah (UKM) itu, kebijakan tersebut tidak berpihak kepada rakyat kecil.
“Kebijakan pelarangan penjualan rokok ketengan tidak berpihak pada wong cilik. Lagi-lagi pelaku usaha mikro yang menjadi korban,” ungkap Luluk Rabu (31/7/2024).
Kebijakan larangan penjualan rokok ketengan yang dimaksud tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang baru saja diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi). PP itu merupakan aturan turunan Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.
Luluk memahami bahwa pengetatan aturan terkait rokok menyangkut urusan kesehatan masyarakat, namun ia juga menekankan kebijakan ini dapat berdampak kepada pelaku-pelaku usaha kecil dan masyarakat dengan berpenghasilan rendah.
Baca Juga: Jokowi Teken PP Kesehatan, Penjualan Rokok Eceran Dilarang
“Rokok ketengan ini hak pedangang asongan, pedagang kecil dan konsumen dari kelas bawah yang hanya punya kemampuan beli secara ketengan,” ujar Legislator dari Dapil Jawa Tengah IV tersebut.
Dalam PP 28/2024, larangan penjualan rokok secara ketengan tercantum dalam Pasal 434 ayat 1 poin c. Aturan itu menegaskan penjualan rokok tidak lagi boleh diedarkan dalam kemasan 'kiddie pack' atau kurang dari 20 pcs kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik.
“Seharusnya Pemerintah mempertimbangkan kebutuhan rakyat dengan perekonomian rendah seperti kuli bangunan, buruh kasar dan kelompok masyarakat bawah lainnya,” kata politikus dari PKB ini.
Menurut anggota DPR yang juga bertugas di Badan Legislasi (Baleg) itu, kebijakan pelarangan penjualan rokok ketengan akan sangat berpengaruh di tengah kelesuan konsumsi masyarakat saat ini. Luluk menilai seharusnya Pemerintah turut mempertimbangkan kebutuhan ekonomi rakyat kecil dalam membuat kebijakan.
Baca Juga: Kompolnas Sebut 17 Polisi Melanggar Etik: Akui Pukul, Tendang, dan Sundut Rokok 18 Remaja di Padang
“Pelarangan ketengan sungguh sangat tidak peka dan tidak adil khususnya bagi pedagang kecil seperti asongan, starling, warung-warung kecil, dan konsumen kelas bawah,” ungkapnya.
Luluk pun menyoroti bagaimana rokok ketengan atau eceran sebenarnya juga mengakomodir masyarakat yang bukan perokok berat. Sebab mereka tidak membutuhkan membeli rokok dalam jumlah banyak.
“Kalau memang kebutuhannya untuk menekan prevalensi perokok anak, hari ini yang terjadi anak-anak itu membeli rokok ilegal tanpa cukai karena harganya yang sangat murah. Mestinya ini yang diatasi, termasuk bentuk pengawasan secara sistematis,” kata Luluk.
Dibandingkan membuat larangan-larangan penjualan rokok yang berdampak pada industri tembakau, termasuk pelaku usaha mikro, Luluk menilai seharusnya Pemerintah fokus pada pemberian pendalaman literasi bahaya rokok kepada anak-anak.
“Saya merasa kebijakan pelarangan penjualan rokok eceran tidak akan efektif karena kalau dari hulu-nya saja tidak dibenahi, artinya ada kegagalan pada sistem pencegahan di bidang edukasi dan sosialisasi,” ucapnya.
Luluk menganggap kebijakan baru Pemerintah tersebut justru akan menambah masalah ekonomi kerakyatan baru, yang hasil dari tujuan utamanya pun belum tentu dapat dicapai.
“Saya berharap kebijakan larangan penjualan rokok ketengan bisa ditinjau ulang oleh Pemerintah,” tutur Luluk.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV