> >

Surat dari Rakyat ketika Pak Harto Lengser Tahun 1998: Anak-Anak Bapak Hidup Mewah

Humaniora | 20 Juli 2024, 07:00 WIB
Sampul buku Empati di Tengah Badai, berisi surat-surat kepada Pak Harto. (Sumber:soehartolibrary.id-)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketika Presiden Soeharto berhenti dari jabatannya pada Kamis 21 Mei 1998, situasi ekonomi, sosial, dan politik dalam keadaan krisis. Presiden kedua Republik Indonesia itu telah memimpin selama 32 tahun. Sesuai konstitusi, Wakil Presiden BJ Habibie melanjutkan estafet kepemimpinannya. 

Setelah lengser, Pak Harto tidak lagi menampakkan dirinya ke publik. Namun, ternyata banyak surat yang ditujukan kepadanya dari pelosok Tanah Air, bahkan luar negeri. Sebagian besar berisi dukungan dan rasa simpatik. Namun, dari surat-surat yang dikirim, tampak pula kekecewaan, bahkan ada yang berterus terang bahwa ada peran anak-anak Pak Harto yang menjadi penyebab semua krisis itu. 

Dikutip soehartolibrary.id, cuplikan buku berjudul Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998 (Jakarta: Kharisma, 1999) berisi 1.074 surat untuk Pak Harto yang dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah, sekretaris pribadi Pak Harto. Pada halaman 208-209, tercantum surat yang dikirimkan dari Surabaya atas nama Sherlij Supit. Surat itu bernada simpatik buat Pak Harto, namun sekaligus menyalahkan anak-anaknya. 

Baca Juga: Ketika Bayi-Bayi Telantar Membuat Pak Harto Prihatin, Menko Kesra: Beranak Jangan Dianggap Enteng

Begini isi suratnya: 

Saya sebagai WNI yang cinta bangsa dan tanah air, sangat menyayangkan keputusan Bapak untuk berhenti dari jabatan Presiden Rl. Terus terang, sebagai seorang mahasiswi dan calon penerus bangsa, saya juga setuju reformasi. Tapi saya tak menyangka kalau rakyat akan menuntut Bapak untuk turun/mundur dari jabatan presiden.

Saya pengagum Bapak dan saya tahu Bapak adalah figur seorang pemimpin negara yang adil, jujur, dan bijaksana. Hal ini sudah terbukti selama 32 tahun Bapak memerintah negeri tercinta ini. Saya yakin dan percaya kalau Bapak sebenarnya tidak bersalah. Saya sedih karena Bapak harus menanggung semua kesalahan yang dilakukan oleh orang-orang yang ada di dekat/sekeliling Bapak, sehingga Bapak harus melepaskan jabatan yang sudah begitu erat dalam hidup Bapak. Saya tidak menyalahkan atau mengutuk Bapak, tapi yang saya sayangkan kenapa (seperti kata pepatah), “Anak yang berbuat, orangtua yang bertobat/menanggung.”

Baca Juga: Ketika Pak Harto Tegur Ketua Umum Golkar karena Perolehan Suara Merosot Tajam

Saya tahu rakyat Indonesia sekarang ini sangat membenci keluarga Bapak, terutama pada anak-anak kandung Bapak. Karena seperti yang saya dengar, anak-anak Bapak sepertinya ingin menguasai bisnis di semua sektor. Mereka memonopoli hampir semua perusahaan-­perusahaan besar dan bonafid.

Hal ini yang memicu kemarahan rakyat Indonesia, yang sebagian besar golongan menengah ke bawah. Mereka melihat bahwa keluarga anak-anak Bapak hidup serba mewah sedangkan rakyat Indonesia masih banyak yang kelaparan. Seandainya anak-anak Bapak yang pengusaha-pengusaha sukses itu tidak berambisi untuk menjadi pengusaha top sebaliknya hidup sederhana, saya yakin 100% bahwa rakyat Indonesia tidak akan menyalahkan Bapak.

Coba kita tengok ke belakang (10 tahun yang lalu), di mana anak-anak Bapak belum sesukses sekarang, di mana bisnisnya tidak menggila dan di mana mereka belum menjadi pengusaha besar. Keadaan Indonesia sangat tenteram dan sentosa, rakyat belum mempermasalah­kan soal korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tapi sekarang? Keadaan berbalik 180°, bahkan Bapak sendiri dianggap sebagai biang korupsi, kolusi dan nepotisme. Padahal dulu Bapak adalah Bapak Pembangunan Indonesia.

Tapi jangan khawatir, Pak, saya tetap akan menghargai jasa-jasa dan pengabdian Bapak terhadap bangsa ini. Saya akan terus mengenang dan mengagumi Bapak sebagai pemimpin yang baik, adil dan jujur, tapi sayang sekali harus menjadi korban dan tumbal buat mereka yang benar-benar koruptor dan bersalah.

Saya doakan semoga Bapak sehat-sehat selalu dan mendapat perlindungan dari Yang Maha Kuasa. Amin. 

 

Penulis : Iman Firdaus Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU