KPK Tetapkan 1 Tersangka Baru Kasus Korupsi di DJKA Kemenhub, Langsung Ditahan
Hukum | 13 Juni 2024, 21:12 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan satu tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur mengumumkan Yofi Oktarisza (YO), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas 1 Jawa Bagian Tengah, yang telah berganti nama menjadi BTP Kelas 1 Semarang pada tahun 2017 sampai 2021, sebagai tersangka.
"Ditetapkan saudara YO selaku Pejabat Pembuat Komitmen pada BTP kelas 1 Jawa Bagian Tengah yang kemudian menjadi BTP Semarang tahun 2017-2021 sebagai tersangka," kata Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (13/6/2024).
Penyidik KPK, lanjutnya, akan menahan Yofi selama 20 hari ke depan.
"Untuk kebutuhan penyidikan, tersangka YO dilakukan penahanan selama 20 hari sejak hari ini 13 Juni 2024 sampai 2 Juli 2024 di Rutan Cabang KPK," ujarnya.
Asep menyebut penetapan tersangka dan penahanan Yofi merupakan pengembangan dari perkara pemberian suap oleh Dion Renato Sugiarto (DRS) kepada PPK di lingkungan BTP Semarang Bernard Hasibuan (BH) dan Putu Sumarjaya (PS).
Dia menyebut posisi Yofi merupakan PPK untuk sejumlah proyek, yaitu peningkatan jalur kereta api Purwokerto – Kroya pada 2017, peningkatan jalur kereta api lintas Banjar – Kroya pada 2018, dan pembangunan jalur ganda Cirebon – Kroya pada 2019.
Yofi juga sempat menjadi PPK di proyek peningkatan jalur kereta api lintas Banjar – Kroya pada 2020, PPK Area II lingkup pekerjaan kegiatan pembangunan atau peningkatan atau perawatan atau rehabilitasi konstruksi dan fasilitas operasi kereta api di jalur Cirebon – Kroya, Banjar – Kroya – Yogyakarta, Tegal – Prupuk, Purwokerto – Wonosobo, dan Maos – Cilacap pada 2021.
Yofi disebut memiliki hubungan dengan Dion sebagai rekanan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kemenhub.
Dion, kata Asep, memiliki tiga perusahaan yaitu PT Istana Putra Agung, PT Prawiramas Puriprima, dan PT Rinenggo Ria Raya.
Baca Juga: Terungkap, 2 Tersangka Baru Kasus Korupsi di DJKA Ternyata ASN Kemenhub dan BPK
Perusahaan-perusahaan tersebut digunakan untuk mengikuti lelang dan mengerjakan paket-paket pengerjaan di lingkungan Direktorat Prasarana DJKA Kemenhub, termasuk di BTP Wilayah Jawa Bagian Tengah.
"Bahwa Tersangka Yofi menjadi PPK untuk 18 paket pekerjaan barang dan jasa lanjutan dari PPK sebelumnya, dan 14 paket pekerjaan barang dan jasa di lingkungan BTP Wilayah Jawa Bagian Tengah,” jelas Asep.
Kemudian paket-paket pekerjaan barang dan jasa di lingkungan BTP Wilayah Jawa Bagian Tengah dikerjakan oleh Dion.
"Jadi ketika yang bersangkutan (Yofi) menjadi PPK-nya, yang melaksanakan pekerjaannya adalah saudara DRS yang memiliki 3 perusahaan tadi," tegasnya.
Penyidik KPK kemudian menemukan data bahwa paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa yang dikerjakan oleh Dion saat Yofi menjabat sebagai PPK antara lain:
- Pembangunan Jembatan BH.1458 antara Notog - Kebasen (Multiyears 2016-2018) Paket PK.16.07 (MYC) (tahun 2016 s.d. 2018) dengan nilai paket Rp128,5 miliar, menggunakan PT. IPA.
- Pembangunan Perlintasan Tidak Sebidang (Underpass) di Jalan Jenderal Sudirman Purwokerto (Km.350+650) antara Purwokerto-Notog tahun 2018 dengan nilai paket Rp49,9 miliar, menggunakan PT. PP.
- Penyambungan Jalur KA/Switchover BH.1549 antara Kesugihan - Maos Koridor Banjar - Kroya Lintas Bogor – Yogyakarta tahun 2018 dengan nilai paket Rp12,4 miliar, menggunakan PT. PP.
- Peningkatan Jalur KA Km. 356+800 - Km. 367+200 sepanjang 10.400 M'sp antara Banjar - Kroya (2019-2021) dengan nilai paket Rp37 miliar, menggunakan PT. PP.
Asep menerangkan, dalam pelaksanaan lelang, pemenangnya sudah ditentukan dengan awalan diajak bertemu di suatu tempat seperti hotel.
Kemudian PPK membagikan spesifikasi agar bisa dipenuhi pemenang lelang.
Diketahui bentuk pengaturan tersebut antara lain, PPK akan memberikan harga perkiraan sendiri (HPS) kepada masing-masing rekanan dan memberikan arahan-arahan khusus seperti metode pekerjaan, alat dan dukungan terkait pekerjaan tersebut yang akan membuat rekanan tersebut menang.
PPK juga diduga memberikan arahan kepada rekanan agar saling memberikan dukungan satu sama lain misalnya dengan ikut sebagai perusahaan pendamping dan tidak saling bersaing karena sudah diberikan jatah masing-masing.
Lebih lanjut, Asep menyebut tersangka Yofi juga menambahkan syarat khusus pada saat lelang yang hanya dapat dipenuhi oleh calon yang akan dimenangkan.
"Atas bantuan tersebut, PPK, salah satunya tersangka kita ini (Yofi), menerima fee (bayaran) dari rekanan termasuk DRS sebesar 10 sampai 20 persen dari nilai paket pekerjaan yang diperuntukan," jelasnya.
Kemudian fee tersebut dibagi-bagi lagi ke sejumlah pihak.
"Persentase fee dari rekanan saat tersangka YO menjabat PPK antara lain: untuk PPK sebesar 4 persen, untuk BPK sebesar 1 persen sampai 1,5 persen, untuk Itjen Kemenhub sebesar 0,5 persen, untuk Pokja Pengadaan sebesar 0,5 persen, untuk Kepala BTP sebesar 3 persen."
Atas perbuatannya, tersangka Yofi Oktarisza disangkakan dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b dan/atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
Baca Juga: Update Kasus Suap DJKA: KPK Cecar Sekjen Kemenhub soal Pengaturan Lelang Proyek-Audit BPK
Penulis : Isnaya Helmi Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV