Jelang Peringatan Harlah Pancasila, Kalangan Pakar Luncurkan Buku "Membangun Karakter Anak Bangsa"
Humaniora | 31 Mei 2024, 00:30 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Filosofi keberagaman dalam membangun karakter anak bangsa bertujuan untuk menciptakan generasi yang menghargai dan memahami keanekaragaman masyarakat yang memiliki landasan moral, serta mampu berkontribusi secara positif dalam membangun masyarakat yang inklusif, adil, dan humoris.
Hal tersebut menjadi deskripsi buku 'Membangun Karakter Anak Bangsa Melalui Pemahaman Falsafah Leluhur dan Nilai Pancasila', seperti dikutip dari Gramedia.com.
Buku dengan 616 halaman tersebut merupakan karya Agus Widjajanto, dan tim penulis Dr. Rusdin Tahir, Prof. Dr. Nandang, Prof. Dr. Wawan Wahyudin, Prof. Dr. Sam'un dan Dr. Rahman.
Peluncuran buku digelar dua hari jelang Peringatan Hari Lahir Pancasila yang diperingati setiap 1 Juni.
"Buku ini kami tulis sebagai bentuk keprihatinan yang mendalam sebagai anak bangsa atas kondisi bangsa," ujar Agus dalam keterangan tertulisnya, Kamis (30/5/2024).
Baca Juga: Logo dan Tema Hari Lahir Pancasila 2024 Beserta Link Download-nya, Diperingati 1 Juni
Menurutnya, bentuk keprihatinan dimaksud didasarkan pada kondisi bangsa yang dirasa telah kehilangan jati diri. Padahal, jati diri ini adalah roh Indonesia namun tergerus akibat pengaruh budaya dan doktrin asing.
Pengaruh budaya itu salah satunya terjadi karena kemajuan teknologi informasi. Kemajuan membuat tidak ada lagi batas wilayah sebuah negara. Semua orang bisa dengan mudah mengakses informasi tanpa filter melalui gawai. Padahal tidak semuanya benar.
"Informasi yang kadang sulit untuk disaring tapi diterima begitu saja. Akibatnya banyak nilai-nilai jati diri bangsa tergerus, juga ajaran luhur bangsa dan nilai-nilai Pancasila," ujarnya.
Ia mengungkapkan rasa kebangsaan perlahan tapi pasti, luntur di generasi muda. Banyak generasi muda saat ini mulai tidak paham dan meninggalkan budaya sendiri, sebagai sebuah bangsa yang sangat minim pengetahuan atas sejarah bangsanya.
Di sisi lain, peralihan kepemimpinan nasional dari Orde Baru ke Orde Reformasi seakan memberikan kesan semua orang mendapatkan kebebasan sebebas-bebasnya. Baik dalam mengekpresikan diri maupun mengeluarkan pendapat yang memang telah dijamin oleh kontitusi.
Baca Juga: 3 Buku Karya Mooryati Soedibyo, Kupas Tradisi Gaya Hidup dan Kesehatan Orang Indonesia Sesungguhnya
"Tapi banyak juga yang melupakan hakekat dari kebebasan itu sendiri, terutama menyangkut rasa bertanggung jawab dan menghormati hak dari orang lain yang menjadi ajaran luhur para pendiri bangsa," ujar Agus dan team penulis.
Lebih lanjut dijelaskannya juga bahwa menyampaikan fenomena degradasi moral bukan hanya menyangkut budaya tapi seluruh aspek kehidupan baik politik, ekonomi, hukum serta sosial.
Menurutnya buku tersebut memuat ajakan segenap anak bangsa, di samping mengejar kemajuan dengan hal hal baru, tapi juga jangan melupakan etika luhur dan budaya bangsa sendiri, agar tercipta keselarasan di semua lini kehidupan.
Diingatkan pula menjaga nilai-nilai luhur bangsa bukan hanya tanggungjawab pemerintah melainkan seluruh pihak. Baik kaum pendidik, agamawan, budayawan dan setiap insan sebagai warga negara.
Ia berharap upaya membangun kembali karakter bangsa terus digalakkan agar bangsa ini kembali jati dirinya sesuai warisan leluhur dan para pendiri bangsa serta raja-raja nusantara yang agung di masa lalu.
Baca Juga: Suka dan Duka di Balik Buku '79 Kisah di Balik Liputan Istana Era Soeharto hingga Jokowi'
Dalam bukunya ditekankan juga hidup sejatinya bisa memberikan pencerahan kepada sesama sebagai lilin penerang kehidupan atau dalam filosofi jawa urip kuwi sejatine urup.
Diharapkan semua pihak kembali membumi kepada Ibu Pertiwi dan tidak pernah lupa budaya dan adat istiadat sendiri sebagai bangsa timur.
Tentunya sesuai nilai luhur Pancasila bukan hanya berkedudukan sebagai Dasar Negara saja, akan tetapi juga sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa yang telah mulai dilupakan oleh generasi muda anak bangsa.
Terakhir, Agus Widjajanto dan tim penulis dalam bukunya juga mengingatkan kembali atas falsafah kepemimpinan Jawa yang diaktualisasikan pada jaman modern saat ini.
Falsafah yang dulu diterapkan oleh Raja Raja Agung Nusantara yang memang mempunyai jiwa kepemimpinan agung, jiwa dan wawasan hati yang luas, perilaku yang menjunjung tinggi etika, moral, nilai-nilai agama dan hukum yang disepakati bersama.
Baca Juga: Teks Doa Upacara Hari Lahir Pancasila 2024 Beserta Link Download PDF, Ini Pedoman Pelaksanaannya
"Tiada gading yang tak retak, tapi setidaknya buku ini sebagai upaya mengembalikan pemikiran terhadap sesama anak bangsa agar tidak melupakan jati dirinya sebagai bangsa yang berbudaya besar. Semoga bermanfaat!," tandas Agus Widjajanto dan tim penulis.
Penulis : Johannes Mangihot Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV, Gramedia.com