Majelis Hakim Kabulkan Nota Keberatan eks Hakim Agung Gazalba Saleh, Ini Alasannya
Hukum | 27 Mei 2024, 15:58 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menerima nota keberatan (eksepsi) mantan Hakim Agung Gazalba Saleh atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum atau JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal tersebut disampaikan Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri dalam sidang putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/5/2024).
"Majelis Hakim mengadili, mengabulkan nota keberatan dari tim penasihat hukum terdakwa Gazalba Saleh," kata Fahzal dalam persidangan.
Atas putusan tersebut, hakim meminta jaksa KPK untuk membebaskan Gazalba dari tahanan.
Fahzal menjelaskan, salah satu alasan Majelis Hakim mengabulkan nota keberatan Gazalba adalah tidak terpenuhinya syarat-syarat pendelegasian penuntutan dari Jaksa Agung RI selaku penuntut umum tertinggi sesuai asas single prosecution system (sistem penuntutan tunggal).
Dengan demikian, Majelis Hakim berpendapat, Direktur Penuntutan KPK tidak memiliki kewenangan sebagai penuntut umum dan tidak berwenang melakukan penuntutan perkara tindak pidana korupsi serta TPPU dalam kasus Gazalba Saleh.
Atas hal tersebut, penuntutan dan surat dakwaan penuntut umum KPK tidak dapat diterima.
Baca Juga: Eks Hakim Agung Gazalba Saleh Mengaku Dosen dan Pakai KTP Orang untuk Beli Mobil, Rumah, dan Emas
Diberitakan sebelumnya, Gazalba didakwa menerima gratifikasi senilai 18.000 dolar Singapura (sekitar Rp200 juta) dan penerimaan lain berupa 1,128 juta dolar Singapura (sekitar Rp13,37 miliar), 181.100 dolar AS (sekitar Rp2,9 miliar), serta Rp9,43 miliar selama kurun waktu 2020 hingga 2022.
Dakwaan gratifikasi yang diberikan kepada Gazalba senilai Rp200 juta terkait pengurusan perkara kasasi pemilik Usaha Dagang (UD) Logam Jaya Jawahirul Fuad yang mengalami permasalahan hukum soal pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada 2017.
Selain itu, Gazalba juga didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan total senilai Rp25,9 miliar terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung.
Atas dakwaan gratifikasi, Gazalba terancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara atas dakwaan TPPU, Gazalba terancam pidana Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Baca Juga: Kata Pakar Hukum Soal Kasus TPPU dan Gratifikasi Hakim Gazalba Hingga Rp 62,8 M
Penulis : Isnaya Helmi Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV/Antara.