Analisis Pantauan Media Sosial: Putusan MK Munculkan Kekawatiran Soal Gibran
Hukum | 28 April 2024, 09:45 WIBPutusan MK untuk menolak gugatan paslon 01 dan 03, menghasilkan dua tipe interpretasi dari netizen. Pertama, narasi yang menganggap bahwa sejak awal hasil Pemilu Presiden 2024 sudah mewakili suara rakyat. Putusan MK untuk menolak gugatan dinilai mewakili suara rakyat mayoritas.
Peneliti Data & Democracy Research Hub Bimantoro Kushari menegaskan dalam tipe narasi ini, netizen beranggapan bahwa kemenangan paslon 02 sudah mutlak karena seluruh upaya untuk mengalahkan pasangan ini tidak ada yang berhasil. Salah satu cuitan yang mewakili pandangan ini menegaskan beberapa peristiwa dalam gugatan yang berupaya memojokkan Gibran, namun selalu gagal.
“Pengguna X menyoroti rangkaian peristiwa mulai dari Gibran didiskualifikasi, Gibran tidak sah dalam pencalonan, Presiden Jokowi ikutan cawe cawe, pengkondisian bansos, hingga kenaikan tunjangan Bawaslu dua hari menjelang hari pencoblosan,” jelas Bimantoro.
Kekhawatiran Terhadap Praktik Nepotisme
Jika narasi dukungan terhadap putusan MK didominasi oleh nuansa dukungan terhadap Prabowo - Gibran, maka dalam konten yang memiliki sentimen negatif berpusat pada kekhawatiran dan kemarahan terhadap praktik Nepotisme yang terjadi di Pemilu Presiden 2024.
Dalam tipe narasi ini, Peneliti Data & Democracy Research Hub Bimantoro Kushari mengungkapkan bahwa emosi utama publik berpusat pada kemarahan dan kekhawatiran. Kekhawatiran ini utamanya pada praktik nepotisme akan terus berjalan turun temurun dalam keluarga Gibran.
Pengguna X, lanjutnya, mengekspresikan bahwa tradisi nepotisme ditakutkan akan mengganggu sistem demokrasi di Indonesia. Gibran yang akan dilantik menjadi Wakil Presiden dikhawatirkan menjadi simbol langgengnya politik dinasti dan kuasa oligarki di Indonesia.
“Jadi yang ditakutkan sebenarnya bukan Gibrannya, tapi kemunculan nepotisme dan politik dinasti,” tegas Bimantoro.
Penulis : Tussie Ayu Editor : Gading-Persada
Sumber : Monash Data and Democracy Research Hub