Soal Kewenangan Tangani Permohonan Anies-Muhaimin, Hakim Saldi: Tidak Ada Alasan MK untuk Menghindar
Hukum | 22 April 2024, 12:17 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mempertimbangkan eksepsi pemohon yakni pasangan calon nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan termohon dalam hal ini KPU yang menyinggung kewenangann MK.
Hakim MK Saldi Isra menjelaskan UU Pemilu telah mengelompokkan berkenaan dengan persoalan dan penegakan hukum dari tahapan pendaftaran, pemungutan suara hingga tahapan rekapitulasi hasil pemilu.
Semisal DKPP menangani perkara yang meliputi kode etik penyelenggaraan pemilu. Pelanggaran administrasi pemilu diserahkan kepada Bawaslu RI demikian juga dengan sengketa proses pemilu menjadi wewenang Bawaslu.
Jika peserta pemilu tidak mendapatkan putusan Bawaslu bisa diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kemudian tindak pidana pemilu ditangani oleh Bawaslu RI, Kepolisian dengan Kejaksaan Agung yang tergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Terakhir masalah perselisihan hasil pemilu ditangani oleh Mahkamah Konstitusi.
Baca Juga: MK: Dalil soal Terjadi Intervensi Presiden dalam Perubahan Syarat Calon Tidak Beralasan Hukum
Dalam menangani perselisihan hasil pemilu, dalam UU MK dan Kekuasaan Kehakiman menggunakan frasa memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum sebagaimana frasa yang termaktup dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945.
Sedangkan dalam UU Pemilu menggunakan frasa hasil perhitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan capres dan cawapres.
Terlepas dari adanya perbedaan tersebut, sambung Hakim Saldi, kewenangan untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilu presiden dan wakil presiden tidak dapat dilepaskan dari kewajiban konstitusional MK sebagai peradilan konstitusi.
MK harus memastikan penyelenggaran pemilu tidak melanggar asas-asas pemilu yang bersifat langsung, umum bebas, rahasia, jujur, adil dan berkala sebagaimana ditentukan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.
"Artinya secara konstitusional UUD 1945 mengandung semangat yang menghendaki penyelenggaraan pemilu yang demokratis dan berintegritas," ujar Hakim Saldi saat membacakan putusan MK, Senin (22/4/2024).
Baca Juga: MK Nilai Jokowi Tak Lakukan Nepotisme dalam Pencalonan Gibran
Hakim Saldi menambahkan salah satu kunci mewujudkan pemilu yang berkeadilan, demokratis dan berintegritas adalah penengakan hukum pemilu dalam mengukuhkan legitimasi hasil pemilu.
Untuk itu apabila diletakkan dalam konteks kewenangan MK, frasa memutus perselisihan tentang hasil pemilu dalam Pasal 25C ayat (1) UUD 1945 harus dimaknai sebagai upaya mewujudkan pemilu yang berkeadilan, demokratis dan berintegritas.
"Artinya sekalipun UU Pemilu telah mendesain begitu rupa penyelesaian masalah pemilu dalam masing-masing kategori, bukan berarti mahkamah tidak berwenang untuk menilai masalah hukum pemilu yang terkait dengan tahapan pemilu berkenaan dengan penetapan suara sah hasil pemilu," ujar Hakim Saldi.
Salah satu dasar membuka kemungkinan tersebut adalah penyelesaian dari lembaga-lembaga masih mungkin menyisahkan ketidaktuntasan terutama masalah yang berpotensi mengancam pemilu yang berkeadilan, demokratis dan berintegritas.
"Oleh karena itu manakala terdapat indikasi pemenuhan asas dan prinsip pemilu tidak terjadi sebelum penetapan hasil apapun alasannya hal tersebut menjadi kewajiban MK sebagai peradilan konstitusi untuk tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya final mengadili keberatan atas hasil pemilu," ujar Hakim Saldi.
Baca Juga: MK: Putusan DKPP Sanksi KPU, Tak Dapat Jadi Alasan Batalkan Penetapan Prabowo-Gibran sebagai Paslon
"Dengan demikan MK tidak memiliki alasan untuk menghindar mengadili masalah hukum pemilu yang berkaitan masalah hukum pemilu berkenaan suara sah hasil pemilu sepanjang hal demikian memang terkait dan berpengaruh terhadap hasil perolehan hasil suara pemilu," ucap Hakim Saldi.
Penulis : Johannes Mangihot Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV