H.M Rasjidi: dari Abangan ke Menteri Agama Pertama, Kini Jadi Nama Tempat Sidang Isbat
Humaniora | 9 April 2024, 05:00 WIBDia membaca dan menghafal Al-Qur'an, Alfiyah Imam Malik sampai Matan Rahbiyah yang biasa dipelajari para santri di pondok pesantren.
Lebih dari itu, dia pernah bersekolah di sekolah Belanda dan menguasai bahasa Inggris, Arab, dan Prancis dengan baik.
Di usia dewasa, dia belajar ke Al-Azhar di Kairo, Mesir dan melanjutkan studi di Universitas Sorbone Prancis dengan disertasi berjudul "L'evolution de l'Islam en Indonesie ou Consideration Critique du Livre Tjentini" (Perkembangan Islam di Indonesia atas Dasar Kajian Kritis terhadap Kitab Centini).
Sebagai menteri agama di masa revolusi, tugas Rasjidi sangat berat. Dia harus menjelaskan posisi dan pentingnya kementerian ini dalam integrasi bangsa Indonesia.
Rasjidi harus menjawab kelompok Kristen dan Katolik yang khawatir kementerian ini lebih dominan kepada kelompok Islam. Di awal revolusi, hal ini sangat sensitif.
Dia selalu berpegang pada konstitusi pasal 28 UUD 1945, dan senantiasa menyebutkan bahwa negara melalui Kementerian Agama tidak akan turut campur dalam urusan keyakinan agama.
Baca Juga: Jelang Lebaran, Kemenag Gelar Edukasi Wajib Sertifikasi Halal di Rumah Potong Hewan
Pada saat yang bersamaan, dia harus melakukan konsolidasi di internal kementerian. Termasuk mengatur tugas dan wewenang para pegawainya.
Maklum, sebagai kementerian baru, belum jelas benar batas ruang gerak, tanggung jawab dan wewenangnya.
Maka Rasjidi pun mengambil alih beberapa tugas yang sebelumnya ada di kementerian lain seperti masalah perkawinan, kemasjidan, dan urusan haji yang sebelumnya ada di Kementerian Dalam Negeri.
Meski memiliki masa jabatan singkat, namun Rasjidi berhasil meletakkan dasar-dasar organisasi di Kemenag sekaligus menjadi corong persatuan umat.
Setelah tidak menjadi menteri, Rasjidi rajin menulis buku dan berbagai pandangan di surat kabar dan majalah.
Beberapa karyanya antara lain "Consideration critique du Centini ou evolution de I'Islam en Indonesie (1956)" berupa disertasi doktor, "Keutamaan Hukum Islam", "Islam dan Kebatinan" (1967), dan "Empat Kuliah Agama Islam di Perguruan Tinggi" (1974).
Dua karya terjemahannya yang banyak dibaca hingga sekarang adalah "Bibel, Quran dan Sains Modern" (terjemahan dari Maurice Bucaille) dan "Filsafat Agama" (1965) terjemahan karya Prof Trueblood.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV