Pakar Nilai Kasus Keluarga Lompat dari Lantai 22 Bukan Bunuh Diri tapi Pembunuhan, Ini Alasannya
Hukum | 11 Maret 2024, 20:18 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel tidak sependapat jika kasus kematian satu keluarga yang melompat dari lantai 22 apartemen disebut kasus bunuh diri.
Sebelumnya polisi menduga kasus kematian satu keluarga yang terdiri suami dan istri EA (51) dan AEL (50) serta dua anak mereka JIL (15) dan JWA (13) yang melompat dari lantai 22 apartemen Teluk Intan, Tower Topas, Penjaringan, Jakarta Utara (Jakut), Sabtu (9/3/2024) karena bunuh diri.
Dugaan tersebut hasil pemeriksaan sementara dari rekaman kamera pengawas di sejumlah titik di Aprtemen dan lift sebelum peristiwa tersebut. Namun kepolisian masih mendalami motif satu keluarga tersebut bunuh diri.
Reza menilai untuk dapat disimpulkan kasus tersebut merupakan aksi bunuh diri, kepolisian harus memiliki bukti keempat korban telah bersepakat bersama untuk melakukan perbuatan untuk mengakhiri hidup.
Menurut Reza kalaupun ada kesepakatan bersama, tidak bisa dibenarkan lantaran ada anak yang menjadi korban.
Baca Juga: Sekeluarga Bunuh Diri Terjun dari Apartemen: Dikenal Ramah, Ekonomi Memburuk saat Pandemi Covid-19
Anak, sambung Reza, selalu didudukkan sebagai individu yang tidak ingin atau tidak bersepakat dan berkehendak menghilangkan nyawa.
Hal inilah yang membuat Reza tidak sependapat jika perbuatan satu keluarga terjun dari lantai 22 apartemen merupakan kesepaktan bersama untuk mengakhiri hidup, atau kasus bunuh diri.
"Dengan esensi pada keterpaksaan tersebut, anak-anak itu sama sekali tidak bisa dinyatakan melakukan bunuh diri," ujar Reza, Senin (11/3/2024). Wartakotalive.com.
"Karena mereka dipaksa melompat, maka mereka justru korban pembunuhan. Pelaku pembunuhannya adalah pihak yang diasumsikan telah memaksa anak-anak tersebut untuk melompat sedemikian rupa," sambungnya.
Reza menambahkan meski pihak yang memaksa anak untuk melompat tidak dapat dipidana, akan tetapi kasus ini harus menjadi catatan memilukan tindak pidana terhadap anak dengan modus memaksa mereka untuk melompat dari gedung tinggi.
Baca Juga: Rekaman CCTV Gerak-Gerik Satu Keluarga Sebelum Ditemukan Tewas di Area Parkir Apartemen di Jakut
"Dalam situasi apa pun, anak-anak secara universal harus dipandang sebagai manusia yang tidak memberikan persetujuannya bagi aksi bunuh diri. Anak adalah korban yakni terkait pembunuhan terhadap dengan modus memaksa mereka untuk melompat dari gedung tinggi," ujarnya.
Sebelumnya satu keluarga ditemukan tewas di pelataran parkir apartemen lahan parkir Teluk Intan, Tower Topas, Penjaringan, Jakarta Utara (Jakut), Sabtu (9/3/2024).
Jenazah korban ditemukan petugas keamanan yang berjaga di lobi apartemen setelah mendengar dentuman keras.
Posisi empat jenazah telentang dan berdekatan. Hasil oleh tempat kejadian perkara, polisi menemukan kondisi tangan korban saling terikat.
Sang ayah, EA mengikatkan tangannya dengan sang anak perempuan JIL, sementara sang ibu AEL mengikat tangannya dengan tangan anaknya yang laki-laki, JWA.
Baca Juga: Sekelurga yang Tewas di Penjaringan 2 Tahun Tak Kelihatan, saat Balik ke Apartemen Malah Bunuh Diri
Berdasarkan rekaman CCTV apartemen, terlihat satu keluarga tersebut datang ke apartemen menggunakan mobil sekitar pukul 16.02 WIB, Sabtu (9/3/2024).
Mereka kemudian terlihat naik lift menuju lantai 21. Dalam rekaman CCTV lift EA terlihat sempat mencium kening istri dan anak-anaknya di dalam lift.
Setelah itu, giliran sang ibu, AEL, terlihat mengumpulkan handphone atau ponsel suaminya dan kedua anaknya.
"Kemudian pukul 16.05 WIB keluar dari lift di tangga 21, berdasarkan pantauan CCTV, dan naik ke tangga darurat untuk naik ke rooftop apartemen," ujar Kapolsek Metro Penjaringan Kompol Agus Ady Wijaya, Minggu (10/3/2024).
Agus mengatakan pada pukul 16.13 WIB Sabtu (9/3/2024), keempatnya jatuh bersamaan dari lantai 22.
Penulis : Johannes Mangihot Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV