> >

Beri Gelar Jenderal Kehormatan buat Prabowo, Imparsial: Jokowi Runtuhkan Marwah dan Martabat TNI

Politik | 28 Februari 2024, 11:54 WIB
Aktivis mengikuti aksi Kamisan ke-588 di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (13/6/2019). (Sumber: Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Presiden Joko Widodo membatalkan pemberian pangkat kehormatan kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Desakan untuk membatalkan pemberina pangkat kehormatan tersebut didasari latar belakang Prabowo saat di militer dan dugaan keterlibatannya dalam kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998. 

Peneliti Imparsial Hussein Ahmad menyebut pemberian pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo merupakan keputusan keliru karena melukai perasaan korban dan mengkhianati Reformasi 1998.

Menurutnya pemberian gelar tersebut merupakan langkah politis transaksi elektoral dari Presiden Jokowi yang menganulir keterlibatannya dalam pelanggaran HAM berat masa lalu.

Hussein mengingatkan berdasarkan Keputusan Dewan Kehormatan Perwira Nomor KEP/03/VIII/1998/DKP, Prabowo Subianto telah ditetapkan bersalah dan terbukti melakukan beberapa penyimpangan dan kesalahan termasuk melakukan penculikan terhadap beberapa aktivis pro demokrasi pada tahun 1998. 

Baca Juga: Ini Pertimbangan Mabes TNI Berikan Jenderal Kehormatan buat Menhan Prabowo

Dalam surat keputusan itu Prabowo kemudian dijatuhkan hukuman berupa diberhentikan dari dinas keprajuritan. 

Pemberian pangkat kehormatan terhadap prajurit yang telah dipecat secara tidak hormat, sejatinya mencederai nilai-nilai profesionalisme dan patriotisme dalam tubuh TNI. 

"Gelar tersebut tidak pantas diberikan mengingat yang bersangkutan memiliki rekam jejak buruk dalam karir militer, khususnya berkaitan dengan keterlibatannya dalam pelanggaran berat HAM masa lalu," ujar Hussein dalam keterangan tertulis Koalisi Masyarakat Sipil, Rabu (28/2/2024). 

Lebih dari itu, Hussein menilai pemberian gelar kehormatan terhadap Prabowo Subianto akan merusak nama baik institusi TNI. 

Sebab, bagaimana mungkin orang yang diberhentikan dari TNI pada masa lalu karena terlibat atau bertanggung jawab dalam kejahatan kemanusiaan diberi gelar kehormatan. 

Baca Juga: Jokowi Ungkap Alasan Beri Pangkat Jenderal Kehormatan kepada Prabowo Subianto: Berangkat dari Bawah

Artinya, sambung Hussein, Presiden Jokowi telah memaksa institusi TNI menjilat ludah sendiri demi kepentingan politik keluarga Jokowi. 

"Presiden Jokowi tidak hanya mempolitisasi TNI, melainkan meruntuhkan marwah dan martabat TNI yang telah dibangun oleh banyak prajurit dengan darah dan air mata," ujar Hussein.  

Kepala Divisi Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Jane Rosalina Rumpia menilai, pemberian pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo bertentangan dengan janji Presiden Jokowi untuk menuntaskan berbagai kasus pelanggaran berat HAM di Indonesia

Janji penuntasan kasus pelanggaran HAM tertuang dalam Nawacita Jokowi yang dikampanyekan sejak Pemilu di tahun 2014 lalu. 

Jane juga mengingatkan pada 11 Januari 2023, Presiden Jokowi telah memberikan pidato pengakuan dan penyesalan atas 12 kasus pelanggaran HAM berat. 

Baca Juga: Gibran Tanggapi Airlangga Soal Anggaran Program Makan Siang Gratis Berkisar Rp15 Ribu Per Anak

Salah satunya kasus penculikan dan penghilangan paksa yang telah ditetapkan oleh Komnas HAM sebagai pelanggaran HAM berat sejak tahun 2006. 

Hal ini haruslah beriringan dengan konsistensi, komitmen, dan langkah nyata pemerintah untuk mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM dan mengadili para pelaku. 

Bukan beralih melindungi terduga dengan tembok impunitas dan memberikan kedudukan istimewa dalam tatanan pemerintahan negara ini. Bahkan, Prabowo belum pernah diadili atas tuduhan kejahatan yang dia lakukan. 

"Nama Prabowo Subianto masih masuk dalam daftar hitam terduga pelaku kejahatan kemanusiaan, karena belum pernah diputihkan atau dibersihkan melalui sidang pengadilan yang terbuka melalui Pengadilan HAM ad hoc yang digelar untuk mengadili kasus penculikan dan penghilangan aktivis 1997-1998," ujar Jane.  

Lebih lanjut Jane menilai karpet merah bagi terduga pelaku kejahatan HAM menunjukan mekanisme yang melarang pelaku kejahatan paling serius menjadi pejabat negara tidak pernah dijalankan secara serius dalam sistem politik dan pemerintahan di Indonesia. 

Baca Juga: Karier Militer Prabowo Subianto, Diberhentikan TNI hingga Bakal Jadi Jenderal Kehormatan Hari Ini

Dalam Prinsip 36 Updated Set of Principles for the Protection and Promotion of Human Rights Through Action to Combat Impunity pada Februari 2005 disebutkan pejabat dan pegawai publik yang secara pribadi bertanggung jawab atas pelanggaran berat HAM, khususnya yang terlibat di bidang militer, keamanan, polisi, intelijen, dan peradilan, tidak boleh terus bertugas di lembaga negara.

"Pemberian gelar kehormatan kepada Prabowo Subianto akan semakin memperpanjang rantai impunitas," ujarnya.

"Dengan pemberian gelar tersebut, maka tindakan kejahatan yang dilakukan atau melibatkan prajurit militer akan dianggap sebagai hal "normal" karena terduga pelakunya alih-alih diproses hukum tapi justru diberi gelar jenderal kehormatan," pungkas Jane. 

Adapun Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari Kontras, Imparsial, Ikatan Orang Hilang Indonesia (IKOHI), Asia Justice and Rights (AJAR), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM).

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Human Rights Working Group (HRWG), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI), Centra Initiative, Lokataru Foundation.

Baca Juga: Prabowo Pati ke-8 yang Dianugerahi Jenderal Kehormatan TNI, Sebelumnya Ada SBY hingga Luhut

Kemudian Amnesty International Indonesia, Public Virtue, Setara Institute, Migrant Care, The Institute for Ecosoc Rights. 

 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU