Ketua Bawaslu Pastikan Pihaknya Belum Temukan Pelanggaran Pemilu Terstruktur, Sistematis, dan Masif
Rumah pemilu | 25 Februari 2024, 20:41 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja menegaskan bahwa hingga kini pihaknya belum menemukan adanya pelanggaran pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif.
Pernyataan Rahmat Bagja tersebut disampaikan dalam dialog Kompas Petang, Kompas TV, Minggu (25/2/2024).
Ia menjelaskan, hal yang harus dibuktikan mengenai adanya pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif adalah apakah ada perintah tertulis hingga pembuktian pidana.
“Namun, kita akan lihat misalnya apa yang dilakukan, ada command responsibility, ada perintah tertulis, ada kemudian terbukti pidananya, itu yang harus dibuktikan dalam pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif,” bebernya.
Hingga saat ini, kata Bagja, pihaknya belum menemukan adanya temuan maupun laporan tentang hal itu.
“Sampai sekarang belum ada, laporan sampai sekarang belum ada, temuan juga demikian. Saya bilang belum ada ya, bukan tidak ada,” katanya.
Baca Juga: Jimly Asshiddiqie Sebut Hak Angket Harus Dipandang Positif: Demi Demokrasi Berkualitas
“Kemudian ada tentang pengerahan kepala desa misalnya. Apakah kemudian ada perintah, yang harus dibuktikan dan yang namanya alat bukti kan harus precise (tepat),” tambah Bagja.
Hal-hal itu, lanjut Bagja, termasuk harus jelas siapa yang memerintahkan jika ada yang memerintah, kemudian pembuktiannya.
“Ada dan bagaimana, dan ada siapa yang memerintahkan. Aparat negara siapa aparat negaranya, buktinya seperti apa, bagaimana pembuktiannya,” ujarnya.
Bagja kemudian menjelaskan mengenai empat kategori pelanggaran pemilu, yakni pelanggaran administrasi, pelanggaran tindak pidana pemilu, pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, dan pelanggaran hukum lainnya.
Baca Juga: Bawaslu Kabupaten Pandeglang Gelar PSU di Satu TPS
Mengenai kecurangan, lanjut Bagja, harus dapat dibuktikan bahwa terstruktur, sistematis, dan masif,
“Itu pembuktiannya harus clear, precise, jadi nggak boleh apa, ada misalnya dalam pelanggaran TSM di Bawaslu, kalau nggak salah Perbawaslu nomor 7 atau nomor 8 tentang pelanggaran TSM, misalnya kuantifikasinya 50 persen,” katanya.
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV