> >

Koalisi Masyarakat Sipil Temukan Puluhan TPS yang Bikin Pemilih Tidak Gunakan Hak Suaranya

Rumah pemilu | 23 Februari 2024, 05:35 WIB
Pelaksanaan pemungutan suara ulang di TPS 012 Kelurahan Kelutan, Trenggalek, Jawa Timur, Rabu (21/2/2024). (Sumber: ANTARA/Destyan Handri Sujarwoko)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Koalisi Masyarakat Sipil merilis sejumlah dugaan kecurangan pada pelaksanaan Pemilu 2024.

Salah satu anggota Koalisi Masyarakat Sipil, Aliansi Jurnalis Indpenden (AJI) memantau di 10 provinsi.

Kesepuluh provinsi itu antara lain: Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Timur.  

Di wilayah tersebut, menurut pihak AJI, diduga banyak masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu 2024 lantaran inkonsistensi syarat pemilih menggunakan hak suara di TPS. 

Data AJI menjelaskan, mayoritas TPS yang dipantau hanya mensyaratkan pemilih membawa undangan C6.

Namun di sejumlah TPS pemilih diwajibkan membawa C-6 dan KTP.  Di antaranya, TPS 09, Parang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan dan TPS 16, Dalung, Cipocok Jaya, Serang, Banten. 

Baca Juga: Sebanyak 13 TPS di Kabupaten Deli Serdang Gelar Pemungutan Suara Ulang

Kemudian TPS 12, Penkase Oeleta, Alak, NTT. Setelah pukul 11.00 WITA, pemilih diwajibkan membawa KTP asli.

Dampaknya pemilih pulang dan tidak semua kembali untuk menggunakan hak suara. 

Sedangkat pemantauan yang dilakukan Democracy and Electoral Empowerment Partnership (Deep) Indonesia di tujuh provinsi, yakni Jawa Barat, Papua Barat Daya, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Gorontalo dan Lampung, terdapat tujuh permasalahan yang terjadi di TPS. 

Permasalahan tersebut yakni TPS dibuka di atas pukul 07.00 terjadi di 32 TPS, kotak suara tidak tersegel di 17 TPS.

TPS tidak aksesibel dengan disabilitas di 23 TPS, pemilih tidak menerima form C pemberitahuan KPU 25 TPS, TPS direlokasi karena bencana 2 TPS, Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) tidak bisa memilih 1 TPS.

Kemudian saksi terlambat memberikan mandat terjadi di 27 TPS serta tidak tersedianya alat bantu tunanetra di 17 TPS. 

Baca Juga: KPU Minta 959 TPS Gelar Pemungutan Suara Ulang, Susulan, dan Lanjutan Paling Lambat 24 Februari 2024

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari menilai, dari data Koalisi Masyarakat Sipil tersebut banyak masyarakat yang tidak memperoleh hak untuk memilih di hari pemungutan suara Pemilu 2024 pada 14 Februari lalu.

Menurutnya, permaslahan yang terjadi di TPS tersebut menandakan penyelenggara Pemilu tidak memiliki itikad baik dalam memfasilitasi dan membantu masyarakat untuk memilih.

"Saya tidak melihat ada iktikad baik dari penyelenggara untuk memastikan orang bisa memenuhi haknya. Contoh misalnya tidak dipikirkan oleh penyelenggara membangun program untuk orang mudah pindah memilih," ujar Feri saat diskusi Koalisi Masyarakat Sipil ‘Catatan Kelam Kecurangan Pemilu 2024’ pada Kamis (22/2/2024).

Feri juga menyoroti sulitnya proses pindah memilih bagi masyarakat. Padahal, menurutnya penyelenggara Pemilu dapat melakukan inovasi agar masyarakat bisa tetap memilih.

Bahkan jika dilihat KTP yang sudah elektronik, mestinya proses pindah memilih jauh lebih mudah, misalnya membuat posko pindah memilih di lokasi TPS.

Baca Juga: TKN Prabowo-Gibran Akui Terima 776 Aduan Dugaan Kecurangan Pemilu 2024

Faktor tersebut membuat masyarakat tidak sadar bahwa mereka tidak bisa memilih karena tidak mendapatkan informasi yang cukup.

"Masyarakat menganggap penyelenggara Pemilu tidak memfasilitasi mereka dalam memilih. Padahal kalau penyelenggara memudahkan mereka, pemilih akan terpahamkan bahwa penyelenggaran tidak terlalu kreatif," ujar Feri.

 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU