Politikus PDIP: Pemakzulan Presiden Jokowi Bisa Dilakukan DPR dengan Hak Angket
Politik | 22 Februari 2024, 18:20 WIBJAKARTA, KOMPAS TV - Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) TB Hasanuddin angkat bicara soal aspirasi sejumlah organisasi masyarakat sipil untuk memakzulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Seruan pemakzulan datang dari sejumlah tokoh masyarakat karena Presiden Jokowi dinilai telah melakukan dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024.
Hasanuddin menjelaskan, DPR dan MPR bisa saja mengakomodir aspirasi tersebut dengan menggunakan hak angket.
Baca Juga: 100 Tokoh Dukung Hak Angket DPR Usut Pemilu, Serukan Konsekuensi Hukuman Termasuk Pemakzulan
"Proses pemakzulan presiden memang tidak sederhana, namun tetap bisa dilakukan. DPR dapat mengusulkan hak angket pemakzulan presiden," kata Hasanuddin dalam keterangannya, Rabu (21/2/2024).
Dia mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014, usulan hak angket DPR dapat bergulir apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna yang dihadiri lebih dari separuh jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari setengah jumlah anggota DPR yang hadir.
Bila dilakukan hitung-hitungan, kata dia, setidaknya ada 5 partai politik (parpol) yang bisa saja ingin mengusulkan hak angket pemakzukan Jokowi lantaran merasa dicurangi dalam kontestasi Pilpres 2024.
Kelima parpol itu adalah PDIP yang memiliki 128 kursi di DPR, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 19 kursi, Partai NasDem 59 kursi, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 58 kursi, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 50 kursi. Apabila ditotal, jumlah kursi mereka mencapai 314 suara.
Sedangkan, imbuhnya, partai-partai koalisi pro Jokowi di antaranya Gerindra (78 kursi), Partai Golkar (85 kursi), PAN (44 kursi) dan Demokrat (54 kursi) menguasai total 261 kursi.
"Jumlah anggota DPR saat ini 575 orang. Bisa dikatakan dengan situasi politik saat ini, ada 314 suara di DPR yang ingin Jokowi dimakzulkan dan hanya 261 suara pro Jokowi. Bila merujuk UU 17 tahun 2014, di mana keputusan yang diambil harus lebih dari setengah jumlah anggota DPR yang hadir, maka 314 suara sudah sangat mencukupi," ujar Hasanuddin.
Dia menambahkan, ada tiga alasan seorang presiden dapat dimakzulkan atau diberhentikan dari jabatannya yakni melakukan pelanggaran hukum atau pidana, melakukan perbuatan tercela, dan tak mampu lagi menjadi presiden.
“Bisa juga pelanggaran presiden terakumulasi lantaran banyak pelanggaran yang dilakukan itu, dan cawe-cawe pemilu itu dapat dikatakan perbuatan tercela atau pidana," katanya.
Setelah diputuskan hak angket bergulir, kata dia, panitia khusus (pansus) DPR kemudian melakukan penyelidikan dan membuat kesimpulan.
Setelah itu, parlemen mengeluarkan hak menyatakan pendapat yang menyebut bahwa presiden harus diberhentikan.
Baca Juga: Todung: Pernyataan Jokowi Presiden Boleh Memihak jadi Pintu Masuk untuk Pemakzulan
Pendapat ini kemudian diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk diperiksa, apakah benar presiden melakukan pelanggaran atau tidak.
"Bila dalam pansus penyelidikan hak angket ini ditemukan bukti-bukti dugaan kecurangan, maka proses selanjutnya dilanjutkan oleh MK," katanya.
Penulis : Fadel Prayoga Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV