Kompilasi Komentar Elite Politik soal Dokumenter Dirty Vote: dari Apresiasi hingga Tuduhan Fitnah
Politik | 13 Februari 2024, 02:05 WIB"Saya belum nonton. Biasa aja,” katanya.
TKN Prabowo-Gibran
Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran langsung menggelar konferensi pers sekitar satu jam usai film Dirty Vote dirilis. Wakil Ketua TKN Habiburokhman menuduh film tersebut berisi fitnah dan tidak ilmiah.
"Saya kok merasa sepertinya ada tendesi keinginan untuk mendegradasi pemilu ini, dengan narasi yang tidak berdasar. Rakyat pasti sangat paham bahwa tokoh yang paling banyak disebut yakni Presiden Joko Widodo sangat berkomitmen menegakkan demokrasi," kata Habiburokhman dalam konferensi pers pada Minggu (11/2).
"Di negara demokrasi semua orang memang bebas menyampaikan pendapat. Namun, kalau kami sampaikan bahwa sebagian besar yang disampaikan dalam film tersebut adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang sangat asumtif dan sangat tidak ilmiah,” ujarnya.
TPN Ganjar-Mahfud
Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud Todung Mulya Lubis menilai film Dirty Vote dapat menjadi pendidikan politik yang bagus. Todung pun mengingatkan para pihak untuk tidak “baperan” dan merespons film itu dengan laporan ke kepolisian.
“Menurut saya, film ini adalah pendidikan politik yang bagus. Pendidikan politik yang penting buat masyarakat, buat kita semua untuk punya kemelekan politik atau political literacy dalam memahami dinamika politik di Indonesia," kata Todung dalam konferensi pers di Media Center TPN, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (11/2).
"Yang saya tidak mau adalah jangan baperan. Banyak orang baperan kalau dikritik. Baperan ini berbahaya.”
Airlangga Hartanto
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartanto menyebut Dirty Vote sebagai black movie dan black campaign. Airlangga menyebut pakar hukum tata negara yang tampil dalam film sepatutnya tidak “memperkeruh” situasi Pemilu 2024.
“Itu kan (film dokumenter Dirty Vote) namanya black movie, black campaign, ya kalau itu kan nggak perlu dikomentarin. Ya artinya kan namanya juga black movie pas minggu tenang akhir-akhir ini,” kata Airlangga, Senin (12/2).
“Saya rasa sih pemilu kan sudah berjalan dengan aman, tertib, dan berjalan dengan lancar. Jadi tidak perlu dibuat apa namanya dibuat keruh dan ini adalah kita, negara demokrasi terbesar setelah USA dan India,” ucapnya.
Bey Machmudin
Pj. Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Machmudin menegaskan dirinya netral selama proses Pemilu 2024. Hal tersebut disampaikan Bey usai narasi film Dirty Vote menyinggung penunjukkan penjabat-penjabat kepala daerah yang diduga untuk pemenangan paslon tertentu.
Baca Juga: Respons Film Dirty Vote, Bawaslu: Silakan Kritik, tapi Jangan Sampai Pemungutan Suara Terganggu
Bey tidak membantah jika dirinya memang pernah menjadi Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media di Sekretariat Presiden. Namun, ia tidak sepakat jika kapasitasnya yang pernah berada di Istana dianggap berpihak ke salah satu paslon di Pilpres 2024.
“Saya netral dari awal. Silakan tunjukkan kalau saya tidak netral,” kata Bey di depan Gedung Sate Bandung, Jawa Barat, Senin (12/2).
“Terkait film itu, kami, ASN, TNI, Polri, tidak mungkin berkomentar karena kami netral; dan terkait saya ada di situ (Dirty Vote), memang betul saya dari Sekretariat Presiden, tetapi saya itu netral dan tidak pernah berpihak," ujarnya.
Zulkifli Hasan
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan meragukan dugaan kecurangan sistematis yang dibahas dalam film Dirty Vote.
Zulhas menilai, pada masa sekarang, kcurangan akan cepat terekspose seiring perkembangan teknologi. Ia menyebut kini hampir semua orang memiliki ponsel sehingga mudah menyebarkan informasi.
“Jaman gini mana bisa curang? Masa jaman gini masih bisa curang, itu gimana? Memang masih ada yang rahasia? Curang itu gimana caranya sekarang itu? Yang mau juga saya kira nggak akan dapat. Gimana? Ya tho? Gimana? Semua terbuka, rapat yang paling rahasia pun juga nggak ada rahasia. Terus kalau curang itu gimana caranya?” kata Zulhas pada Senin (12/2).
Jusuf Kalla
Mantan wakil presiden RI, Jusuf Kalla menilai bahwa film Dirty Vote berisi “kebenaran.” Bahkan, Jusuf Kalla menyebut bahwa film itu “masih sopan” dan baru mengungkap 25 persen dari kecurangan yang ada.
“Saya sudah nonton tadi malam dan itu film betul luar biasa. Tapi semuanya kebenaran kan, lengkap dengan foto, lengkap dengan kesaksian,” kata Jusuf Kalla di Jakarta, Senin (12/2).
"Saya kira film itu masih ringan dibanding kenyataan yang ada, masih tidak semuanya, mungkin baru 25 persen, karena tidak mencakup kejadian di daerah-daerah atau kejadian di kampung-kampung atau bagaimana bansos diterima orang, bagaimana datang petugas-petugas memengaruhi orang. Jadi masih banyak lagi,” ujarnya.
Jusuf Kalla pun menantang pihak yang menuduh Dirty Vote sebagai fitnah untuk membuktikan tuduhannya.
"Semua orang bisa mengatakan fitnah, tunjukkan di mana fitnahnya. Semua ada data dulu, baru komentar kan,” katanya.
Hasto Kristiyanto
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyebut film Dirty Vote sebagai kritik terhadap Presiden Joko Widodo. Pasalnya, film itu mengungkapkan bagaimana dugaan kecurangan pemilu dilakukan secara masif hingga adanya indikasi campur tangan Presiden Jokowi.
“Film Dirty Vote yang sedang ramai diperbincangkan saat ini menyuarakan kebenaran dinamika politik di lapangan. Film ini merupakan kritik terhadap Presiden dan penyelenggara pemilu dengan harapan agar pemilu demokratis dan jurdil dapat diwujudkan,” kata Hasto.
“Film ini mampu mengungkapkan berbagai kecurangan Pemilu yang dilakukan secara masif, bahkan campur tangan kekuasaan Istana sangat kental terasa.”
Baca Juga: Profil dan Sepak Terjang 3 Pakar Hukum yang Tampil Dalam Film Dokumenter Dirty Vote
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV