> >

Profil dan Sepak Terjang 3 Pakar Hukum yang Tampil Dalam Film Dokumenter Dirty Vote

Politik | 12 Februari 2024, 12:18 WIB
Poster film dokumenter Dirty Vote (Sumber: Akun X @DirtyVote)

KOMPAS.TV -  Film dokumenter besutan Dandhy Laksono berjudul Dirty Vote, yang ditayangkan di kanal YouTube meraup jutaan penonton sejak pertama kali diputar pada Minggu (11/2/2024) siang kemarin.

Sebanyak tiga dosen sekaligus pakar hukum tata negara (HTN), yaitu Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari, muncul di sepanjang film tersebut.

Dalam film tersebut ketiganya bicara mengenai dugaan kecurangan sistematis yang terjadi pada Pemilu 2024.

Menurut Bivitri, dirinya bersedia bergabung dalam film itu karena ingin menunjukkan gelaran Pemilu saat ini tidak baik-baik saja.

"Saya mau terlibat dalam film ini, karena banyak orang yang akan makin paham, bahwa memang telah terjadi kecurangan yang luar biasa sehingga pemilu ini tidak bisa dianggap baik-baik saja," kata Bivitri dalam film Dirty Vote.

"Film ini dianggap akan mampu mendidik publik, betapa curangnya Pemilu kita, dan bagaimana politisi memainkan publik pemilih hanya untuk memenangkan mereka," ujar dia.

Baca Juga: Begini Kata KPU, Bawaslu dan Pengamat soal Cara Menyikapi Masa Tenang Pemilu 2024

Profil ketiga dosen yang ada dalam film Dirty Vote, Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari:

1. Bivitri Susanti

Bivitri Susanti, pengajar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera. (Sumber: KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO)

Bivitri merupakan seorang pakar Hukum Tata Negara yang lahir pada 5 Oktober 1974, atau saat ini berusia 50 tahun.

Ia merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) tahun 1999. Ia juga merupakan salah satu pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK).

Dikutip dari situs Bung Hatta Award, Bivitri lantas melanjutkan studinya di University of Warwick di Inggris dan lulus pada 2002, dan melanjutkan pendidikan doktoral di University of Washington School of Law, AS.

Selama ini Bivitri dikenal sebagai dosen, aktivis, dan juga pakar hukum tata negara, serta aktif dalam kegiatan pembaruan hukum lewat perumusan konsep dan langkah-langkah konkrit pembaruan, serta dalam mempengaruhi langsung penentu kebijakan.

Bivitri pernah tergabung dalam Koalisi Konstitusi Baru (1999-2002), penulisan Cetak Biru Pembaruan Peradilan, Tenaga Ahli untuk Tim Pembaruan Kejaksaan (2005-2007), Tenaga Ahli untuk Dewan Perwakilan Daerah (2007-2009), hingga advokasi berbagai undang-undang.

Saat ini, ia tercatat sebagai pengajar tetap di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, dikutip dari situs resmi PSHK.

Ia juga pernah meraih Anugerah Konstitusi M Yamin dari Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas dan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) sebagai Pemikir Muda Hukum Tata Negara pada 2018.

2. Zainal Arifin Mochtar

Dosen yang juga pakar hukum tata negara Zaenal Arifin Mochtar. (Sumber: KOMPAS.com/Nabilla Tashandra)

Zainal Arifin Mochtar lahir di Makassar, Sulawei Selatan pada 8 Desember 1978, dan merupakan lulusan Sarjana Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2003.

Ia  melanjutkan program Magister di University of Northwestern, Chicago, AS, dan lulus pada 2006. Kemudian ia melanjutkan program doktor untuk Ilmu Hukum dari almamaternya, UGM.

Saat ini Ucheng (sapaan akrabnya-red) yang merupakan dosen Gakultas Hukum UGM juga dikenal sebagai aktivis dan pakar hukum tata negara.

Ia mengawali karier akademisinya pada 2014, di Fakultas Hukum UGM dan saat ini menjabat sebagai Ketua Departemen Hukum Tata Negara di FH UGM.

Zainal juga menjabat Wakil Ketua Komite Pengawas Perpajakan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk periode 2023-2026.

Sebelumnya, Ucheng diketahui pernah menjabat sebagai anggota Dewan Audit Otoritas Jasa Keuangan (OJK (2015-2017), anggota Komisaris PT Pertamina EP (2016-2019).

Lalu, pada 2022, ia ditunjuk sebagai anggota Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Pada tahun 2007, Zainal Arifin Mochtar tergabung dalam anggota Tim Task Force Penyusunan UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (2007).

Baca Juga: Respons Film Dirty Vote, Bawaslu: Silakan Kritik, tapi Jangan Sampai Pemungutan Suara Terganggu

Kemudian, menjadi Direktur Advokasi Pusat Kajian Anti-korupsi (PUKAT) FH UGM (2008-2017), serta anggota Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2020 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar.

3. Feri Amsari

Pakar hukum tata negara Feri Amsari (Sumber: KOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI)

Feri Amsari lahir di Padang, Sumatra Barat pada 2 Oktober 1980, dan merupakan lulusan S1 dan S2 Hukum Universitas Andalas (Unand).

Feri juga merupakan lulusan William & Mary Law School, Amerika Serikat, dan kini tercatat sebagai dosen FH Unand.

Mengutip situs resmi Unand, Feri menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) FH Unand. Ia bergabung dengan Pusako sejak Desember 2004.

Sebagai pakar hukum tata negara, Feri aktif menulis di berbagai media cetak lokal maupun nasional. seperti Kompas, Kotan Tempo, Media Indonesia, Padang Ekspress, Singgalang, dan Haluan.

 

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Gading-Persada

Sumber : tribunnews.com, Kompas TV


TERBARU