Film Dirty Vote Telah Ditonton Lebih dari 6,4 Juta Kali hingga Senin Pagi
Rumah pemilu | 12 Februari 2024, 09:21 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Per Senin (12/2/2024) pukul 09.00 WIB, film dokumenter Dirty Vote yang tayang di Youtube mulai Minggu (11/2/2024), telah ditonton sebanyak total lebih dari 6,4 juta kali.
Angka tersebut berdasarkan pantauan Kompas.tv terhadap tiga kanal YouTube yang memutar film dokumenter tersebut.
Di kanal resmi Dirty Vote, per Senin pukul 09.00 WIB, film tersebut telah ditonton 3.305.925 kali.
Kemudian di dua kanal YouTube lainnya, yakni PSHK Indonesia dan Refly Harun, Dirty Vote telah ditonton masing-masing 2.235.800 kali dan 895.651 kali. Sehingga film tersebut telah ditonton total sebanyak 6.437.376 kali.
Dirty Vote merupakan film dokumenter eksplanatori yang disampaikan tiga ahli hukum tata negara yakni Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar.
Dalam film tersebut, ketiganya mengungkap penggunaan instrumen kekuasaan yang diduga untuk tujuan memenangi pemilu dan dinilai merusak tatanan demokrasi.
Menurut Bivitri, film ini secara sederhana adalah sebuah rekaman sejarah tentang rusaknya demokrasi di Indonesia.
Baca Juga: Beda Respons TKN Prabowo-Gibran dan TPN Ganjar-Mahfud soal Film Dokumenter ‘Dirty Vote’
Di mana, kata dia, kekuasaan disalahgunakan secara begitu terbuka oleh orang-orang yang dipilih melalui demokrasi itu sendiri.
Bercerita tentang dua hal. Pertama, tentang demokrasi yang tak bisa dimaknai sebatas terlaksananya pemilu, tapi bagaimana pemilu berlangsung,” kata dia dalam keterangannya, Minggu.
Bukan hanya hasil penghitungan suara, tetapi apakah keseluruhan proses pemilu dilaksanakan dengan adil dan sesuai nilai-nilai konstitusi," ujarnya.
Kedua, lanjut dia, adalah tentang penyalahgunaan kekuasaan. Padahal, dalam negara hukum yang demokratis, nepotisme haram hukumnya.
Baca Juga: Tanggapi Film Dirty Vote, TPN Ganjar-Mahfud: Jangan Baperan dan Cepat Lapor Polisi
Ia mengatakan sikap publik menjadi penting dalam menanggapi hal ini. Ia pun bertanya apakah praktik lancung ini akan didiamkan sehingga demokrasi yang berorientasi kekuasaan belaka akan menjadi normal yang baru?
"Atau kita bersuara lantang dan bertindak agar republik yang kita cita-citakan terus hidup dan bertumbuh. Pilihan Anda menentukan,” tandas Bivitri.
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV