Singgung Etika Hukum di Masa Presiden Jokowi, Ketua Dewan Guru Besar UI Sebut Merasa Tertampar
Rumah pemilu | 8 Februari 2024, 13:39 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Dewan Guru Besar UI, Prof Harkristuti Harkrisnowo menyinggung etika hukum di masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Hal tersebut diungkapkan Harkristuti dalam program Satu Meja The Forum yang tayang di KompasTV, Rabu malam (7/2/2024).
Menurutnya, saat ini telah terjadi penggunaan hukum sebagai political engineering atau rekayasa politik.
"Kami menengarai telah terjadi penggunaan hukum sebagai alat, bukan untuk social engineering tapi political engineering," kata Harkristuti.
Ia kemudian mencontohkan bagaimana hasil keputusan MK, terkait batas usia Capres-Cawapres, yang menurutnya cacat etika.
"Dari awalnya tidak ada satu orang pun di Fakultas Hukum yang pernah berpikir bahwa proses yang ada di MK bisa menghasilkan hasil seperti itu," lanjut Harkristuti.
"Kami melihat, hukum itu dibuat seakan-seakan tidak ada kaitan dengan etika. Kalau sudah sesuai hukum, maka etika itu tidak menjadi hal yang penting sekali. Padahal kita hidup di Indonesia ini kan selalu, dari kecil kita sudah diajarin etika. Dan itu seharusnya menjadi salah satu bagian ketika kita melakukan proses legislasi, kan ada aturan hukumnya," katanya.
"Dan proses ajudikasi ketika di Mahkamah Konstitusi, kan juga harus bicara etika. Dan ternyata diputuskan oleh MKMK, mereka tidak beretika. Yang menjadi masalah adalah putusan tidak beretika, termasuk keputusan KPU itu, ternyata hasilnya tetap applicable," tuturnya.
Baca Juga: [TOP 3 NEWS] Jokowi Tak Akan Berkampanye | Sejumlah Tokoh Temui JK | Kasus Kematian Anak Tamara
Sebagai akademisi, Harkristuti pun merasa tertampar dengan kondisi di mana hukum di Indonesia yang sekarang menjadi alat rekayasa politik.
"Itu yang membuat kami orang-orang hukum merasa tertampar karena ilmu yang kami kembangkan, kami teliti, kami coba manfaatkan untuk kebahagiaan masyarakat ternyata bisa digunakan sebagai a tool by political engineering," tukasnya.
Seperti yang diketahui, baru-baru ini mahasiswa dan guru besar dari sejumlah universitas di Indonesia memberikan pernyataan sikap terkait posisi Presiden Jokowi dalam Pemilu 2024.
Sivitas akademika dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Universitas Islam Indonesia (UI), Universitas Andalas (Unand), dan Universitas Padjadjaran (Unpad) melontarkan pernyataan yang meminta Pemilu 2024 digelar secara demokratis, dan Presiden berhenti cawe-cawe atau ikut campur.
Pernyataan sikap ini pertama kali dikeluarkan dari UGM, yang merupakan kampus almamater Jokowi pada 31 Januari 2024 lalu.
Para guru besar, dosen, mahasiswa, serta alumni UGM menyampaikan petisi Bulaksumur di mana mereka merasa prihatin dengan tindakan sejumlah penyelenggara negara di berbagai lini yang dinilai menyimpang dari prinsip-prinsip moral, demokrasi, kerakyatan, serta keadilan sosial.
Para sivitas akademika UGM tersebut juga menyinggung pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi (MK).
Mereka pun meminta agar Jokowi berpegang teguh pada jati diri UGM yaitu menjunjung tinggi nilai Pancasila serta memperkuat demokratisasi.
Baca Juga: Guru Besar UGM Koentjoro: Kesalahan Fatal Kita Menempatkan Jokowi Terlalu Tinggi
Penulis : Rizky L Pratama Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV