Mahfud: Ada Operasi Menekan Rektor Perguruan Tinggi, Diminta Deklarasi Jokowi Baik
Rumah pemilu | 6 Februari 2024, 09:54 WIBYOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Cawapres nomor urut 3, Mahfud MD, mengatakan terdapat "operasi" untuk menekan pimpinan perguruan tinggi yang belum menerbitkan pernyataan sikap atau deklarasi tentang situasi demokrasi Indonesia terkini.
Hal tersebut seiring meluasnya gelombang kritik terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dari sivitas akademika berbagai kampus di Indonesia belakangan ini.
"Saya dapat laporan ada semacam operasi untuk menekan rektor-rektor lain yang belum menyatakan sikap dan akan membuat deklarasi untuk kebaikan bangsa untuk membangun demokrasi yang bermartabat," kata Mahfud dalam acara "Tabrak Prof" di Seturan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Senin (5/2/2024) malam.
Eks Menko Polhukam itu menyebut rektor-rektor yang belum menyatakan sikap, didekati dan diminta membuat deklarasi berbeda. Para rektor disebutnya diminta untuk menyatakan sikap bahwa pemerintahan Jokowi baik.
"Mereka diminta untuk menyatakan sikap yang berbeda. Sikap yang berbeda. Mereka diminta untuk menyatakan bahwa Presiden Jokowi baik, pemilu baik, penanganan Covid baik," kata Mahfud.
Baca Juga: Jokowi Minta Laporan soal Butet Dicabut, Mahfud: Harusnya Jangan Hanya Butet, Kan Banyak yang Lain
Dia menambahkan, terdapat sejumlah rektor yang kemudian membuat pernyataan seperti yang diminta eksekutor operasi tersebut. Sebagian lain memodifikasi pernyataan sikapnya setelah diminta.
Ia menyebut ada juga rektor yang diminta bersikap netral. Namun, ada juga rektor yang menolak dengan tegas.
"Tapi ada rektor yang jelas-jelas menolak yaitu rektor Universitas Soegijapranata (Unika Soegijapranata) dari Semarang. Dia menyatakan didatangi oleh seseorang untuk membuat pernyataan mendukung bahwa pemerintahan Pak Jokowi baik, pemilu baik, penanganan Covid nomor 1 dan sebagainya," kata Mahfud.
Dia pun menyebut kampus tidak takut dengan intervensi seperti demikian. Menurutnya, perguruan tinggi-perguruan tinggi di Indonesia akan terus menyatakan sikap untuk mengawal pemilu dan demi pemerintahan yang beretika.
"Adanya intervensi nanti saya tunjukan, bahwa itu mungkin saja terjadi. Tapi kalau mengatakan perguruan tinggi takut karena ada tekanan itu tidak juga. Karena sampai sore ini sudah 59 perguruan tinggi yang terus mengalir," kata Mahfud, dikutip Kompas.com.
"Oleh karena itu, karena sedang di Yogya, mari kita mengucapkan terima kasih kepada para guru besar dan sivitas universitas UGM yang telah memulai lebih dulu untuk mengajak perguruan tinggi lain menyatakan sikap yang sama," lanjutnya.
Lebih lanjut, akademisi Universitas Islam Indonesia (UII) itu mengaku hendak menjadikan kampus lebih otonom jika terpilih dalam Pilpres 2024. Menurutnya, saat ini kampus terlalu dicampuri oleh pemerintah.
"Seharusnya kampus itu lebih otonom dan mempunyai kewibawaan akademik. Seperti ketika zaman Orde Baru sekalipun, dewan guru besar itu pengaruhnya besar, sangat berwibawa, sekarang malah didikte oleh anak-anak kecil yang tidak karuan itu," katanya.
Baca Juga: Uskup Agung Jakarta soal Sivitas Akademika Kritik Jokowi: Jika Tak Dengar Kritik, Bahayanya Tumbang
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas.com