Bivitri Susanti Sebut Putusan DKPP Berdampak pada Legitimasi Pemilu dan Pemerintahan Selanjutnya
Rumah pemilu | 5 Februari 2024, 18:10 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Dampak politik dari keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari melanggar etik karena meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres adalah pemilu semakin kehilangan legitimasinya.
Pernyataan itu disampaikan oleh Bivitri Susanti, pengajar Jentera Institute, dalam dialog Kompas Petang di KompasTV, Senin (5/2/2024).
“Jadi yang saya lihat adalah dampak politik pada legitimasi pemilu. Pemilu kali ini semakin kehilangan legitimasinya,” kata Bivitri.
Ia kemudian mengingatkan bahwa masalah etik yang terjadi pada pemilu kali ini bukan yang pertama kali terjadi.
“Perlu saya ingatkan bahwa pemilu kali ini bukan pertama kali ada persoalan etik yang mengganggu, meskipun lagi-lagi dampak hukumnya tidak secara langsung.”
“Kan dulu juga Majelis Kehormatan MK juga sudah mempersoalkan etik dari pamannya Gibran (Anwar Usman-red), dan ini etik lagi,” tambahnya.
Baca Juga: Soal Putusan KPU Langgar Etik, DKPP Sebut Tak Pengaruhi Pencalonan Gibran, Begini Penjelasannya
Ia juga mengingatkan bahwa teguran keras terakhir yang dijatuhkan DKPP pada KPU ini sebenarnya yang ketiga.
“Ada teguran keras terakhir, juga istilah terakhirnya digunakan pada Bulan April 2023 untuk kasus wanita emas.”
“Kemudian ada pelanggaran atau teguran keras pada Oktober 2023 untuk keterwakilan perempuan, dan ini teguran keras terakhir lagi, yang ketiga, ibaratnya seperti kena SP3 kepada Ketua KPU. Jadi kelihatan betul di sini profesionalitas KPU dan integritas mereka sudah bisa dipertanyakan,” bebernya.
Jalannya Pemilu 2024 dipertanyakan
Saat ditanya mengenai bagaimana jalannya pemilu ke depan, Bivitri mengaku bahwa dirinya pun turut mempertanyakan.
“Saya ikut mempertanyakan sebenarnya, tanpa memihak psalon mana pun. Menurut saya ini persoalan bagaimana kita mau memaknai pemilu, bukan sekadar sebagai proses yang harus dilewati begitu aja, harus nyoblos, terus berlalu.”
“Tapi ini adalah soal demokrasi, soal bagaimana legitimasi pemerintahan yang berikutnya,” tutur Bvitri.
Dalam dialog tersebut, Bivitri juga menyebut bahwa putusan DKPP tersebut tidak berdampak secara hukum terhadap KPU.
“Dampaknya terhadap KPU memang kalau secara hukum ya kita agak terkunci di sini, tapi kita nanti harus bicara juga dampak secara politik,” kata dia.
“Kalau secara hukum memang betul bahwa yang namanya Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu itu dewan etik sebenarnya. Jadi dia memang memutuskan memang hanya untuk perilaku KPU dan Bawaslu, dalam hal ini KPU ya.”
Baca Juga: DKPP Putuskan KPU Langgar Etik, TKN: Kesalahan Teknis, Pendaftaran Prabowo-Gibran Konstitusional
Saat ini, lanjut dia, KPU tinggal melaksanakan putusan DKPP, namun tidak berdampak hukum secara langsung pada penetapan Prabowo-Gibran.
“Maka tinggal dilaksanakan saja, tapi itu tidak berdampak hukum secara langsung pada penetapan Prabowo-Gibran.”
“Kalau putusan DKPP ini mau ditindaklanjuti ke Bawaslu untuk meminta pembatalan penetapan, atau kalau mau diteruskan ke forum-forum lain, PTUN misalnya atau nanti di ujung di perselisihan hasil pemilihan umum di Mahkamah Konstitusi, bisa saja,” beber Bvitri.
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV