Patra: Putusan DKPP Bukti KPU Tidak Lakukan Tugas dan Kewenangan Sesuai UU
Rumah pemilu | 5 Februari 2024, 13:36 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Advokat Patra M Zen mengapresiasi putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP RI) yang menyatakan KPU melanggar kode etik penyelenggara pemilu dalam menetapkan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres pada Pilpres 2024.
Sebab itu berarti, kata dia, KPU terbukti tidak melakukan tugas sesuai kewenangannya dan undang-undang serta tidak bisa menjamin kualitas pelayanan kepada pemilih dan peserta pemilu.
Demikian Advokat Patra Zain merespons putusan DKPP terhadap KPU terkait pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres di Pilpres 2024.
“Terbukti semuanya melanggar pasal 15 peraturan DKPP nomor 2 tahun 2017. Ada dua etika yang dilanggar, yang pertama, KPU tidak melakukan tugas sesuai jabatan dan kewenangan yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan juga keputusan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu,” kata Patra yang merupakan Koordinator Tim Pembela Demokrasi 2.0, selaku sebagai pendamping dari tiga pengadu yakni Petrus Hariyanto, Firman Tendry Masengi dan Azwar Furgudyama.
Baca Juga: DKPP Putuskan KPU Langgar Etik Loloskan Gibran Jadi Cawapres: Hasyim Asyari Dijatuhi Sanksi Keras
“(Kedua -red) KPU tidak menjamin adanya kualitas pelayanan kepada pemilih dan peserta pemilu. Kita tadi juga dengarkan DKPP telah memberikan sanksi peringatan keras terakhir.”
Patra dalam keterangannya menambahkan, sepatutnya DKPP memberikan sanksi pemberhentian untuk Ketua KPU Hasyim Asyari. Sebab sebelumnya, DKPP sudah pernah memberikan peringatan keras kepada Hasyim Asyari saat terbukti melakukan perjalanan pribadi dengan Ketua Umum Partai Republik Satu Hasnaeni saat mengikuti proses pendaftaran pemilu.
“Kami ada catatan. Ketua KPU sebelumnya sudah pernah diberikan sanksi peringatan keras terakhir pada 3 April 2023 karena pada saat itu dinilai telah melanggar kode etik melakukan perjalanan pribadi bersama Hasnaeni selaku ketua umum partai (Republik Satu) yang sedang mengikuti proses pendaftaran pemilu,” ungkap Patra.
“Semestinya DKPP pada hari ini memberikan sanksi peringatan keras terakhir dan pemberhentian ketua KPU.”
Sebelumnya pagi ini DKPP menyelenggaran sidang terbuka untuk umum untuk mengikuti pembacaan putusan DKPP RI atas aduan tiga aktivis pro demokrasi dan kelompok advokat Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) 2.0.
Dikutip dari Antara, putusan tersebut dibacakan oleh Ketua DKPP Heddy Lugito di Gedung DKPP, Jakarta.
“Berdasarkan pertimbangan dan kesimpulan disebut di atas, memutuskan, satu, mengabulkan pengaduan para penganut untuk sebagian,” kata Heddy Lugito.
Baca Juga: Jokowi Dituduh Politisasi Bansos, TKN: Itu Keputusan Pemerintah dan DPR, Partai Paslon 1 Juga Setuju
Dalam putusannya yang dibacakan, Heddy juga mengatakan Hasyim Asy'ari dijatuhi sanksi berupa peringatan keras terakhir.
“Dua, menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari,” ucap Heddy.
Tidak hanya Hasyim, Heddy menuturkan anggota KPU RI lainnya, yakni Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Idham Holik, dan M Afifuddin, juga dijatuhi sanksi peringatan.
Selanjutnya, Heddy menegaskan DKPP memerintahkan KPU untuk menjalankan putusan tersebut dan meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengawasi putusan itu.
“Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk melaksanakan putusan ini paling lama tujuh hari sejak putusan ini dibacakan. Memerintahkan Badan Pengawas Pemilu untuk mengawasi pelaksanaan putusan ini,” kata Heddy.
Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan enam anggota lain KPU RI diadukan oleh Demas Brian Wicaksono dengan perkara Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, Iman Munandar B. (Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV