> >

PP Muhammadiyah Minta Jokowi Cabut Pernyataan Presiden Boleh Kampanye dan Memihak

Politik | 28 Januari 2024, 06:15 WIB
Presiden Joko Widodo memberi penjelasan mengenai pernyataan presiden boleh kampanye dalam UU Pemilu di Istana Kepresidenan, Jumat (26/1/2024). (Sumber: YouTube Sekretariat Presiden)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi mencabut semua pernyataan yang menjurus ketidaknetralan institusi kepresidenan. Terlebih soal pernyataan Presiden boleh kampanye dan memihak. 

Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Trisno Raharjo menjelaskan, sikap pihaknya penting mengingat Muhammadiyah memiliki peran dan tanggung jawab keummatan dan  kebangsaan. 

Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah terus mendorong agar kepala negara tetap menjaga nalar demokrasi yang diperjuangkan seluruh komponen bangsa Indonesia untuk tidak diseret sesuka hati elit politik berdasarkan keinginan dan kepentingannya masing-masing.

Menurutnya, pernyataan Presiden Jokowi tidak bisa hanya dilihat dari kacamata normatif semata. Melainkan juga harus dilihat dari sudut pandang filosofis, etis, dan teknis.

Dalam sudut pandang normatif, Trisno mengakui dalam Pasal 299 ayat (1) UU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden memiliki hak untuk ikut kampanye. 

Baca Juga: Gibran Enggan Komentari Pernyataan Jokowi Soal Presiden Boleh Berkampanye dan Memihak

Namun ketentuan tersebut tidak bisa hanya dipandang sebagai sebuah norma yang terpisah dari akar prinsip dan asas penyelenggaraan Pemilu yang di dalamnya terdapat aktivitas kampanye.

Pelaksanaan kampanye harus dipandang bukan hanya sekedar ajang memperkenalkan peserta kontestasi politik, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari pendidikan politik masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 267 ayat (1) UU Pemilu.

"Bagaimana mungkin pendidikan politik masyarakat akan tercapai jika Presiden dan Wakil Presiden (yang aktif menjabat) kemudian mempromosikan salah satu kontestan, dengan (sangat mungkin) menegasi kontestan lainnya," ujar Trisno dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (27/1).

Dalam aspek filosofis, presiden sebagai kepala negara adalah pemimpin seluruh rakyat. Di dirinya melekat tanggung jawab moral dan hukum di segala aspek kehidupan bernegara, termasuk Pemilu. 

Di sisi lain presiden yang merupakan pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi terikat dengan prinsip dasar yang harus dipatuhi.

Baca Juga: Pernyataan Jokowi Soal Presiden Boleh Memihak Bikin Gaduh, Timnas Amin: Pemimpin Harus Konsisten

Semisal memastikan penyelenggaraan pemilu yang berintegritas dan memastikan penggantinya adalah sosok yang berintegritas.

"Presiden pejabat publik yang terikat sumpah jabatan dan harus berdiri di atas dan untuk semua kontestan. Secara filosofis, aktivitas untuk kampanye sekalipun dilakukan saat cuti adalah tidak tepat," ujar Trisno. 

Kemudian dari sudut pandang eti dan teknis, Presiden disumpah setia kepada Pancasila dan UUD 1945. Kesetiaan ini harus diwujudkan dalam segala aktivitasnya. 

Bahkan meski presiden diusulkan partai politik atau gabungan partai politik, saat menjabat menjadi, presiden wajib tunduk kepada rakyat bukan kepada partai politik pengusung. 

Hal ini juga yang membuat Jokowi selalu dipersonifikasi sebagai presiden dalam aktivitas apapun. Bahkan aktivitas keseharian yang tidak ada kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan. 

Baca Juga: Bawaslu Bakal Awasi Jokowi jika Benar-Benar Ikut Kampanye, Cegah Pakai Fasilitas Negara

Trisno menegaskan presiden sejatinya harus menghindarkan diri dari segala bentuk pernyataan dan tindakan yang berpotensi menjadi pemicu fragmentasi sosial, terlebih dalam penyelenggaraan Pemilu yang tensinya semakin meninggi. 

"Sikap majelis hukum dan HAM PP Muhammadiyah mendesak Presiden Jokowi mencabut semua pernyataannya yang menjurus pada ketidaknetralan institusi kepresidenan, terlebih soal pernyataan presiden boleh kampanye dan boleh berpihak," pungkas Trisno. 

Ketentuan UU Pemilu

Sebelumnya Presiden Jokowi menjelaskan pernyataan presiden boleh kampanye memang termuat dalam perundang-undangan. 

Perundang-undangan yang dimaksud Jokowi yakni Pasal 299 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). 

Baca Juga: Respons 3 Capres Saat Jokowi Sebut Presiden Boleh Kampanye dan Memihak

Dalam Pasal 299 ayat (1) dijelaskan presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye. 

Kemudian di Pasal 281 UU Pemilu dijelaskan juga mengenai aturan yang harus dipenuhi presiden dan wakil presiden jika melakukan kampanye. 

Di antaranya yakni tidak menggunakan fasilitas dalam jabatan, kecuali fasilitas pengamanan dan menjalani cuti di luar tanggungan negara. 

"UU Nomor 7 Tahun 2017 jelas menyampaikan di Pasal 299 bahwa presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye. Jelas," ujar Jokowi dalam keterangannya yang ditayangkan YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (26/1).

 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU