Keteladanan Bung Hatta Tak Mau Gunakan Fasilitas Negara untuk Kepentingan Keluarga
Peristiwa | 26 Januari 2024, 08:34 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Para pendiri bangsa, saat mereka duduk sebagai pejabat publik, sangat berhati-hati dalam memakai fasilita negara. Salah satunya adalah Mohammad Hatta alias Bung Hatta.
Ketika duduk sebagai wakil presiden, dia akan berangkat haji bersama keluarga pada 16 Agustus 1952. Hatta dan keluarganya menjalankan kewajiban sebagai Muslim itu atas kesadaran sendiri.
Kala itu Presiden Soekarno sempat menawarkan agar Bung Hatta dan keluarga menggunakan pesawat terbang dengan biaya pemerintah. Namun tawaran tersebut ditolak.
Bung hatta ingin berangkat Haji dengan menajadi status orang biasa saja, bukan karena dia wakil presiden.
Ternyata seluruh biaya Haji Bung Hatta didapatkan dari hasil penjualan buku yang terbit di Belanda yang berjudul "Verspreide Geschriften".
Baca Juga: Kritik Bung Hatta bagi Pemimpin yang Selalu Mengatasnamakan Rayat: Rakyat Hanya Disuruh Tepuk Tangan
Sekretaris pribadi Hatta, I Wangsa Widjaja memberikan kesaksian tentang hal itu. "Meskipun beliau wakil presiden, tetapi keberangkatannya ini incognito, dan menumpang pesawat terbang umum," kata Wangsa Widjaja dalam buku Mengenang Bung Hatta (Penerbit CV Haji Masagung, 1988).
Bung Hatta juga dikenal sebagai pemikir, yang tulisan-tulisannya tersebar sejak masih kuliah di negeri Belanda.
Berbagai karyanya mengenai filsafat, ekonomi, dan politik banyak dibaca sampai sekarang. Salah satunya pikirannya tentang ekonomi dan politik, yang kala itu sudah menjadi bahan perdebatan apalagi dengan membawa-bawa nama "rakyat".
Dalam buku-bukunya, Hatta sering mengeritik pemimpin yang tak memperhatikan rakyatnya. Dalam Buku "Kumpulan Karangan" (Penerbit Bulan Bintang) Bung Hatta menuliskan bahwa kata "rakyat" sering lekat di bibir para pemimpin, utamanya partai politik.
"Akan tetapi dalam praktik tidak kelihatan. Rakyat itu disangka seperti tikar tempat kaki sapu saja; disangka sebagai jenis yang hanya perlu buat disuruh bertepuk tangan, kalau mendengar seorang pemimpin yang pintar berpidato," tulisnya dalam karangan yang dibuat tahun 1931.
Pada bagian lain, Bung Hatta juga menuliskan tentang pentingnya memperbaiki ekonomi rakyat agar ekonomi negara bisa tegak.
"Bagaiamana memperbaiki ekonomi rakyat kalau rakyat tinggal bodoh, mau saja diabui matanya, takut karena gertak majikan asing, tak tahu mempergunakan tenaga ekonominya?"
Baca Juga: Kisah Bung Hatta dan Tokoh PKI Alimin: Keras dalam Perbedaan Paham, Dijenguk Ketika Sakit
Karena itu, jika ekonomi rakyat ingin maju dan kedaulatan di tangan rakyat, Bung Hatta menyebutkan perlunya milik bersama perusahaan yang menghidupi rakyat.
"Bahwa perekonomian yang berdasar kedaulatan rakyat, yang rakyat mempunyai kekuasaan menetapkan keperluannya, mestilah tidak boleh tidak bersandar kepada milik bersama terhadap perusahaan-perusahaan besar yang menguasai penghidupan orang banyak," ujarnya.
Lelaki kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat pada 12 Agustus 1902, dengan nama lengkap Muhammad Athar ini adalah sosok pemimpin sederhana nan jujur dan sangat anti korupsi.
Dialah "Bapak Koperasi Indonesia" yang meninggal pada 14 Maret 1980 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Pada 23 Oktober 1986, Moh Hatta diberi gelar Pahlawan Proklamator bersama dengan Soekarno melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 81/TK/1986.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV