Istana Buka Suara soal Pernyataan Jokowi Sebut Presiden Boleh Kampanye dan Memihak di Pilpres
Rumah pemilu | 25 Januari 2024, 09:06 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana menilai pernyataan Presiden Joko Widodo soal kepala negara boleh ikut kampanye dan memihak di Pilpres 2024 sudah disalahartikan.
Ari menuturkan apa yang disampaikan Presiden Jokowi adalah jawaban untuk pertanyaan media tentang apakah boleh menteri ikut menjadi tim sukses pasangan calon di Pilpres 2024.
Demikian Ari Dwipayana dalam keterangan tertulis yang diterima KOMPAS TV, Kamis (25/1/2024).
“Pernyataan Bapak Presiden di Halim, Rabu 24/01/2024, telah banyak disalahartikan. Apa yang disampaikan oleh Presiden dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang Menteri yang ikut tim sukses,” kata Ari.
“Dalam merespon pertanyaan itu, Bapak Presiden memberikan penjelasan terutama terkait aturan main dalam berdemokrasi bagi Menteri maupun Presiden.”
Baca Juga: Siti Nurbaya Sebut Data Deforestasi Global Forest Watch yang Dibaca Mahfud MD Harus Dikoreksi
Dalam pandangan Presiden, sebagaimana diatur dalam pasal 281, UU no. 7 tahun 2017 tentang Pemilu, bahwa Kampanye Pemilu boleh mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, dan juga Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Artinya, Presiden boleh berkampanye. Ini jelas ditegaskan dalam UU.
“Tapi, memang ada syaratnya jika Presiden ikut berkampanye. Pertama, tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sesuai aturan yang berlaku. Dan kedua, menjalani cuti di luar tanggungan negara,” kata Ari.
Ari lebih lanjut menuturkan dengan diizinkannya Presiden untuk berkampanye, artinya Undang-Undang Pemilu juga menjamin hak Presiden untuk mempunyai preferensi politik pada partai atau pasangan calon tertentu sebagai peserta Pemilu yang dikampanyekan, dengan tetap mengikuti pagar-pagar yang telah diatur dalam UU
“Sekali lagi, apa yang disampaikan Presiden Jokowi bukan hal yang baru. Koridor aturan terkait hal ini sudah ada di UU Pemilu. Demikian pula dengan praktek politiknya juga bisa dicek dalam sejarah pemilu setelah reformasi,” kata Ari.
Baca Juga: Pengamat: Pernyataan Jokowi Presiden Bisa Memihak di Pilpres Itu Lebih Baik, daripada Seolah Netral
“Presiden-presiden sebelumnya, mulai Presiden ke 5 dan ke 6, yang juga memiliki preferensi politik yang jelas dengan partai politik yang didukungnya dan ikut berkampanye untuk memenangkan partai yang didukungnya.”
Selain itu, tambah Ari, Presiden juga menegaskan bahwa semua pejabat publik/pejabat politik harus berpegang pada aturan main. Kalau aturan memperbolehkan, silakan dijalankan. Kalau aturan melarang maka tidak boleh dilakukan.
“Itu artinya, Presiden menegaskan kembali bahwa setiap pejabat publik/pejabat politik harus mengikuti/ patuh pada aturan main dalan berdemokrasi,” kata Ari.
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV