> >

Pengamat Politik Sebut Jokowi dan PDIP Saling Jaga Hubungan agar Tak Dinilai Zalim demi Suara Pemilu

Rumah pemilu | 23 November 2023, 08:05 WIB
Foto arsip. Presiden Jokowi di Rakernas PDIP, Jakarta, Selasa (6/6/2023). (Sumber: Humas DPP PDIP)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengamat politik Adi Prayitno mengungkapkan alasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) saling menjaga hubungan baik.

Menurut Adi, Presiden Jokowi dan PDIP sama-sama menjaga pandangan publik agar tak dinilai zalim. Pasalnya, jelang pemilihan umum presiden dan wakil presiden 2024, situasi politik serba sensitif.

Adi menilai, sikap PDIP yang tak agresif terhadap Jokowi menunjukkan bahwa partai berlambang kepala banteng itu menghindari tanggapan buruk masyarakat.

"Kalau misalnya PDIP itu agresif, tentu khawatir PDIP lah yang akan mendapatkan feedback yang buruk, karena PDIP, misalnya dinilai menggunakan tangan besi, tidak memberikan ruang yang cukup luar biasa kepada Jokowi untuk menentukan pilihan politiknya," kata Adi, Rabu (22/11/2023) dalam program Kompas Petang, Kompas TV.

"Makanya sikap PDIP itu tegak lurus, tetap menjadikan Jokowi sebagai presiden yang dipilih dan mereka akan terus mendukung hingga 2024," sambungnya.

Ia menilai pilihan politik Jokowi berbeda dengan PDIP dalam Pilpres 2024 karena putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai salah satu calon wakil presiden (cawapres).

Baca Juga: Hasto Keluhkan Tekanan Penguasa, NasDem: PDIP Jangan Cengeng Dong

"Kalau mau jujur, sebenarnya kan iman dan pilihan politiknya (Jokowi) berbeda dengan PDIP, tapi kan tidak buru-buru meninggalkan PDIP ataupun keluar dari PDIP," ujarnya.

Menurut Adi, Jokowi khawatir nantinya masyarakat akan berasumsi bahwa dirinya meninggalkan PDIP. Sehingga akan muncul kesan Jokowi menzalimi PDIP.

Penilaian negatif masyarakat, jelas Adi, bisa berdampak buruk terhadap pencalonan Gibran maupun karier politik anak bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, yang baru saja didapuk menjadi Ketua Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

"Ini kan soal bagaimana 'takut' ada kesan menzalimi. Ini yang sebenarnya cukup dikhawatirkan betul, baik pada level PDIP ataupun pada level Pak Jokowi," jelasnya.

"Makanya saling diam, saling dingin, dan terkesan keduanya mencoba untuk merajut kembali hubungan politiknya supaya tetap hangat dan tetap mesra," imbuhnya.

Baca Juga: Puan Pilih Fokus Menangkan Ganjar-Mahfud daripada Pikirkan Status Gibran dan Bobby di PDIP

Adi mengatakan bahwa Jokowi dan PDIP saling mempunyai strategi komunikasi politik agar tidak dirundung publik dan kehilangan pemilih atau suara di Pilpres 2024.

"Kalau misalnya Jokowi terkesan keluar dari PDIP, akan ada feedback (timbal balik -red) kurang baik, ada narasi yang pastinya muncul ke publik bahwa Jokowi meninggalkan PDIP menjelang pemilu. Tentu itu tidak kondusif," urainya.

Pada saat yang bersamaan, sambung Adi, apabila PDIP mengeluarkan Jokowi sebagai kader, akan muncul efek negatif kepada partai yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri itu.

"Seakan-akan PDIP ini tidak demokratis dan tidak memberikan ruang yang cukup luar biasa kepada kader terbaik mereka, Pak Jokowi," sambungnya.

"Khawatir ada playing victim yang akan muncul kepada publik soal siapa yang dizalimi," tegasnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi enggan menjawab pertanyaan wartawan soal isu PDIP kecewa dengan dirinya yang beda sikap terkait Pilpres 2024.

"Saya nggak ingin mengomentari," jawab Jokowi di Gianyar, Bali pada 31 Oktober 2023.

Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan pertemuannya dengan Presiden Jokowi belakangan ini merupakan pertemuan resmi sebagai aparat negara.

"Kalau pun nanti ada sisi yang bukan Ketua DPR dan Presiden, ya tentunya kami akan selalu melakukan itu (komunikasi -red). Buat saya, silaturahmi dengan semua pihak itu akan sangat penting, apalagi menjelang pesta demokrasi atau Pemilu yang akan datang," ucap Puan, Selasa (21/11/2023).

 

 

Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU