> >

Viral Hoaks Pelecehan Seksual di UNY, Bagaimana Seharusnya Kita Bersikap?

Humaniora | 15 November 2023, 23:15 WIB
Ilustrasi. Bagaimana kita menyikapi kasus dugaan pelecehan seksual? (Sumber: Unsplash/Claudio Schwarz)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Sebuah unggahan mengenai dugaan pelecehan seksual di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) sempat viral di media sosial, belum lama ini. Belakangan diketahui informasi tersebut merupakan berita bohong alias hoaks.

Unggahan tersebut berisi tangkapan layar percakapan WhatsApp yang menunjukkan korban dipaksa melakukan hubungan seksual dan diancam akan disebar foto telanjangnya.

Pengunggah juga menyebutkan nomor induk mahasiswa (NIM) salah satu anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UNY berinisial MF (21).

Baca Juga: Nasib Penyebar Hoaks Pelecehan Seksual di UNY, akankah Dapat Sanksi Dikeluarkan dari Kampus?

MF pun angkat bicara dan mengaku tidak pernah melakukan pelecehan seksual. la lantas melaporkan dugaan pencemaran nama baik ke Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Polda DIY pun melakukan pengusutan dan kemudian dinyatakan bahwa dugaan pelecehan seksual di UNY tersebut, hoaks.

Polisi menangkap RAN (19) yang kini menjadi tersangka kasus penyebaran berita bohong dan pencemaran nama baik.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, RAN menyebarkan berita bohong karena sakit hati dengan MF yang diterima di BEM, sementara dirinya tidak.

Berkaca dari peristiwa tersebut, bagaimana seharusnya kita menyikapi dugaan pelecehan seksual?

Komisioner Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah mengatakan, pada prinsipnya, penanganan kasus pelecehan seksual adalah dengan percaya pada korban sampai terbukti sebaliknya.

Ia menjelaskan, rasa percaya ini tidak serta-merta membuat kita menghakimi terduga pelaku di luar hukum.

Masyarakat juga bisa memberikan dukungan dengan tidak mengeluarkan pernyataan yang membuat kondisi korban semakin terpuruk, seperti dengan merendahkan martabat korban.

“Ada statement-statement yang justru membuat korban semakin rentan, seperti 'Kenapa kamu enggak melawan?', 'Kenapa kamu pakai baju ini?', 'Kenapa kamu keluar malam?', dan sebagainya," kata Alimatul kepada Kompas.com, Selasa (14/11/2023).

Ia juga menilai mengandalkan viralitas terkait dugaan pelecehan seksual juga menjadi pisau bermata dua. Pasalnya, hal ini menyangkut jejak digital korban.

“Terjadi atau tidak terjadi (pelecehan seksual), bagaimanapun jejak digital itu terbawa,” tegas perempuan yang akrab disapa Alim itu.

Baca Juga: Motif Mahasiswa UNY Sebar Hoaks Pelecehan Seksual ke Seniornya, Sakit Hati Ditolak Masuk BEM

Menurutnya, masyarakat dapat melaporkan dugaan pelecehan seksual kepada pihak berwenang, alih-alih memviralkannya. Sebab, tidak ada jaminan kasus yang viral akan bisa selesai.

Alim juga mengimbau pihak berwenang agar tidak menunggu sebuah kasus menjadi viral dulu, baru kemudian ditangani.

“Kalau menunggu viral baru diurus, itu akan menimbulkan keberulangan dari warga untuk tetap melakukan itu,” tegas dia.

 

Penulis : Fiqih Rahmawati Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas.com


TERBARU