KPK Segel Ruangan Kepala BPK Papua Barat Terkait Kasus Dugaan Suap Pj Bupati Sorong
Hukum | 15 November 2023, 08:21 WIBPAPUA BARAT, KOMPAS.TV - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menyegel ruangan Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Papua Barat di Manokwari, pada Selasa (14/11/2023).
Penyegelan tersebut dilakukan setelah KPK menetapkan Kepala BPK Papua Barat Patrice Lumumba Sihombing bersama lima orang lainnya sebagai tersangka.
Penetapan tersangka terhadap mereka terkait kasus dugaan korupsi suap pengondisian temuan pemeriksaan keuangan pada Pemerintah Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya.
Baca Juga: Beredar Diduga Pakta Integritas Pj Bupati Sorong Menangkan Ganjar, KPK Cek
Seorang pegawai BPK Papua Barat yang enggan disebutkan namanya membenarkan adanya penyegelan tersebut.
"Iya benar, ruang kerja pak kepala sudah disegel," kata pegawai itu dikutip dari Antara, Rabu (15/11).
Sementara itu, Kepala Sub Bagian (Kasubag) Hukum BPK Papua Barat Vensca mengatakan aktivitas perkantoran tetap berjalan seperti biasa meskipun ada penyegelan.
Vensca menuturkan BPK Papua Barat menghargai proses hukum yang tengah dilakukan oleh KPK. BPK, kata dia, memiliki mekanisme internal yang wajib diikuti oleh seluruh pegawai wilayah apabila mengeluarkan pernyataan yang disiarkan oleh media massa bagi masyarakat.
"BPK RI yang akan keluarkan pernyataan terkait penetapan tersangka kepala perwakilan dan dua orang auditor," ujar dia.
Baca Juga: Usai Mangkir, Ketua KPK Firli Bahuri Disebut Minta Diperiksa di Bareskrim Polri Lagi soal Pemerasan
Sebelumnya diberitakan Kompas.tv, Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan enam orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini antara lain Penjabat Bupati Sorong Yan Piet Mosso (YPM), Kepala BPKAD Kabupaten Sorong Efer Segidifat (ES).
Kemudian, Staf BPKAD Kabupaten Sorong Maniel Syatfle (MS), Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua Barat Patrice Lumumba Sihombing (PLS), Kasubaud BPK Provinsi Papua Barat Abu Hanifa (AH), dan Ketua Tim Pemeriksa David Patasaung (DP).
Firli menerangkan konstruksi perkara dugaan korupsi tersebut berawal saat BPK hendak melakukan pemeriksaan laporan keuangan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya.
Sebagai tindak lanjut, salah satu pimpinan BPK menerbitkan surat tugas untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) yang lingkup pemeriksaannya di luar keuangan dan pemeriksaan kinerja.
Dalam surat tugas tersebut, komposisi personelnya yaitu Patrice Lumumba Sihombing selaku penanggung jawab, Abu Hanifa selaku pengendali teknis, dan David Patasaung selaku ketua tim.
Baca Juga: Enggak Main-Main Kejar dan Tangkap Harun Masiku, Firli Bahuri Sebut Kerahkan Tim Penindakan KPK
"Mereka ditunjuk melakukan pemeriksaan kepatuhan atas belanja daerah tahun 2022 dan 2023 pada Pemerintah Kabupaten Sorong dan instansi terkait lainnya termasuk Provinsi Papua Barat Daya," ucap Firli.
Ia menjelaskan dari hasil temuan pemeriksaan PDTT di Provinsi Papua Barat Daya, khususnya di Kabupaten Sorong, diperoleh beberapa laporan keuangan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Atas temuan dimaksud, sekitar Agustus 2023 mulai terjalin rangkaian komunikasi antara ES dan MS sebagai representasi dari YPM, dengan AH dan DP yang juga sebagai representasi dari PLS.
Dalam komunikasi itu direncanakan pemberian sejumlah uang agar temuan dari tim pemeriksa BPK menjadi tidak ada.
Penyerahan uang dilakukan secara bertahap dengan lokasi yang berpindah-pindah, di antaranya di hotel yang ada di Sorong.
Baca Juga: Dalih Filri Bahuri Tak Penuhi Panggilan Polda Metro Jaya, Ngaku Diperiksa Dewas KPK
Secara bergantian, ES dan MS menyerahkan uang pada AH dan DP. Setiap penyerahan uang pada AH dan DP, selalu dilaporkan ES dan MS pada YPM. Begitu pun dengan AH dan DP juga melaporkan sekaligus menyerahkan uang tersebut pada PLS.
"Istilah yang disepakati dan dipahami untuk penyerahan uang tersebut yaitu titipan," ujar Firli.
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Gading-Persada
Sumber : Antara, Kompas TV