> >

Survei SMRC: 60 Persen Responden Nilai Putusan MK soal Syarat Usia Capres-Cawapres Tak Adil

Rumah pemilu | 10 November 2023, 17:30 WIB
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (kanan) dan Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) bersiap memimpin sidang permohonan uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di Jakarta, Senin (16/10/2023). Mahkamah Konstitusi menolak gugatan batas usia capres-cawapres menjadi minimal 35 tahun dengan dua hakim yang berbeda pendapat atau dissenting opinion yakni Suhartoyo dan Guntur Hamzah. (Sumber: (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/tom))

JAKARTA, KOMPAS TV - Sebanyak 60 persen responden menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batas usia calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) tidak adil. Sementara 61 persen menilai keputusan tersebut untuk memenuhi keinginan Gibran menjadi bakal cawapres. 

Hal itu terekam dalam survei teranyar yang dilakukan oleh lembaga Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), pada 29 Oktober – 5 November 2023.

Pendiri SMRC Saiful Mujani menjelaskan awalnya pengajuan gugatan batas umur capres-cawapres diturunkan agar warga negara yang berumur di bawah 40 tahun bisa menjadi capres atau cawapres, MK menolak permohonan tersebut. 

Namun dalam waktu yang tidak terlalu lama, muncul permohonan baru bahwa batas usia calon presiden 40 tahun kecuali yang memiliki pengalaman pemerintahan daerah seperti gubernur, walikota, bupati, atau bahkan pernah menjadi pejabat publik yang dipilih melalui pemilihan umum seperti DPR, DPRD I, atau DPRD II. 

Baca Juga: Alissa Wahid Dorong Anwar Usman Mundur dari MK Usai Langgar Etik Berat

Usulan ini diajukan oleh Almas Tsaqibbirru, seorang mahasiswa dari Surakarta, di mana Gibran menjadi walikotanya. Dia mengajukan peninjauan kembali batas usia capres-cawapres ke MK dengan menyatakan secara eksplisit bahwa dia adalah pengagum Gibran, putera Presiden Jokowi. 

“Awalnya pengajuan penurunan batas usia tersebut ditolak MK karena itu bukan wewenang MK. Argumen penolakan MK adalah bahwa untuk aturan usia capres/cawapres, itu bukan wilayah wewenang MK, melainkan wewenang DPR dan pemerintah atau presiden. Karena itu, mestinya saluran pengajuan ditujukan pada DPR atau pemerintah jika tidak setuju dengan aturan batas usia tersebut," kata Saiful dalam keterangannya, Jumat (10/11/2023). 

"Namun permohonan yang kedua yang diajukan oleh Almas bahkan tidak mengatakan umurnya harus berapa, namun yang penting adalah pernah menjadi pejabat publik yang dipilih oleh rakyat. Permohonan ini dipenuhi oleh MK,” sambungnya.

Saiful menyebut Presiden Jokowi memiliki hubungan kekeluargaan dengan Ketua MK Anwar Usman, yakni adiknya adalah istri dari Anwar atau pamannya Gibran

“Mayoritas warga menilai bahwa keputusan MK tersebut tidak adil. Keputusan MK bahwa orang yang pernah menjadi pejabat publik dan dipilih oleh rakyat boleh menjadi capres/cawapres walaupun belum berusia 40 tahun dianggap tidak adil karena paman Gibran, Anwar Usman, ikut sebagai hakim dalam pengadilan dan pengambilan keputusan tersebut,” kata Saiful.

Saiful melanjutkan bahwa ada konflik kepentingan dalam proses pengambilan keputusan MK tersebut. 

Seorang hakim tidak bisa mengambil sikap secara adil apabila ada pihak, karena hubungan keluarga dan kepentingan lain, yang akan mengambil manfaat baik langsung maupun tidak langsung dari hasil pengadilan tersebut. 

“Karena itu, 60 persen masyarakat melihat keterlibatan Anwar Usman dalam memutus perkara batas usia Capres/Cawapres tidak adil,” katanya.

Selain itu, kata Saiful, 61 persen responden menilai bahwa keputusan MK tersebut untuk meloloskan Gibran sebagai bakal cawapres. Hanya 24 persen yang menilai itu bukan untuk Gibran menjadi cawapres dan 15 persen tidak jawab. 

Saiful menyimpulkan bahwa dari masyarakat yang tahu dan mengikuti proses keputusan MK bahwa mereka yang punya pengalaman kepala daerah yang pernah dipilih oleh rakyat bisa menjadi capres/cawapres walaupun belum berusia 40 tahun, umumnya menganggap keputusan itu tidak adil. 

“Dan ini, menurut publik, adalah keputusan yang tidak adil,” katanya.

Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan. 

 

Sampel sebanyak 2400 responden dipilih secara acak (stratified multistage random sampling) dari populasi tersebut.  Response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebesar 1939 atau 81 persen. Sebanyak 1939 responden ini yang dianalisis. 

Baca Juga: Gantikan Anwar Usman, Ketua MK Suhartoyo Ingin Kembalikan Kepercayaan Publik Pada MK

Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 2,3 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen (asumsi simple random sampling). Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Waktu wawancara lapangan 29 Oktober – 5 November 2023.
 

Penulis : Fadel Prayoga Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU