> >

Soal Gugatan Baru Usia Capres-Cawapres, Jimly: Komposisi Hakim Berubah, Putusannya Bisa Berubah

Hukum | 9 November 2023, 23:20 WIB
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie dalam program Rosi di Kompas TV, Kamis (9/11/2023) malam. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie kembali bicara soal gugatan baru uji materi usia capres-cawapres yang diajukan oleh mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Brahma Aryana.

Hal ini berkaitan dengan pencopotan Anwar Usman dari jabatannya sebagai Ketua MK dan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Tak sedikit pihak yang mempermasalahkan putusan tersebut. 

Pasalnya, Anwar yang memutus perkara tersebut terbukti melakukan pelanggaran etik. Sejumlah pihak pun mempertanyakan, “Apakah putusan tersebut sah jika dalam prosesnya bermasalah?”

Baca Juga: Jimly Jelaskan Konsekuensi Jika MKMK Pecat Anwar Usman dari Jabatan Hakim Konstitusi: Tidak Efektif

Jimly menjelaskan bahwa dalam menentukan suatu produk hukum sah, maka harus melalui mekanisme tertentu.

“MK sendiri yang berwenang memutuskan putusan itu tidak sah,” jelas Jimly dalam dialog Rosi di KompasTV, Kamis (9/11/2023) malam.

Hal inilah yang membuatnya mengapresiasi Brahma Aryana karena mengajukan gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum setelah putusan MK.

“Saya memuji-muji permohonan dari (mahasiswa) Unusia, dia mengajukan permohonan review bukan terhadap putusan MK, seperti banyak pakar, lawyer, dan advokat yang semua fokus bagaimana membatalkan putusan MK, itu tidak bisa,” jelas Jimly.

“Jadi yang dia (mahasiswa UNU) persoalkan UU yang sudah berubah karena putusan MK, dia tidak mempersoalkan putusan MK-nya, dia mengajukan review kembali terhadap UU itu,” sambungnya.

Baca Juga: Jimly: Jika Uji Materi UU Pemilu yang Diajukan Mahasiswa Berhasil, Berlakunya pada Pemilu 2029

Tak hanya itu, Jimly bilang, mahasiswa tersebut juga mengajukan hak ingkar agar hakim yang berpotensi memiliki benturan kepentingan tidak ikut memutus perkara tersebut.

Dengan demikian, Anwar Usman yang saat ini masih menjabat sebagai hakim konstitusi tidak dapat ikut memutuskan perkara tersebut karena memiliki benturan kepentingan.

“Dia minta hakim yang menangani itu hanya 8. Ada kemungkinan, komposisi (hakim) berubah, maka putusannya bisa berubah,” tegas Jimly.

Lebih lanjut, ia juga menambahkan bahwa masih ada kesempatan untuk mengubah aturan main dalam pemilihan presiden 2024. Namun, waktu yang tersisa sedikit.

Sebab, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menjadwalkan penetapan pasangan capres-cawapres pada 13 November 2023.

“Mahasiswa itu sudah mengajukan, itu sudah diregistrasi, sudah disidang, tapi baru sidang pendahuluan, masih banyak (prosedur). Tidak mungkin (terkejar),” jelasnya.

Sebagai informasi, Brahma Aryana mengajukan gugatan uji materi terkait batas usia capres-cawapres. Perkara ini terdaftar dengan nomor 141/PPU-XXI/2023.

Ia menyoroti frasa yang ditambahkan MK dari putusan pada perkara nomor 90/XXI/2023 bahwa seseorang yang sudah pernah menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk kepala daerah, dapat mendaftar sebagai capres-cawapres.

Baca Juga: MK Jadwalkan Sidang Gugatan Usia Capres-Cawapres Hari Ini, Berikut Alasan Pemohon Menggugat

Menurutnya, hal putusan itu tidak memiliki kepastian hukum pada tingkat jabatan yang dimaksud dari diksi “pemilihan umum” dan “pemilihan kepala daerah”.

Brahma meminta hanya gubernur yang belum berusia 40 tahun yang bisa mendaftar capres-cawapres. Ia juga meminta agar aturan itu tidak berlaku bagi kepala daerah di bawah level provinsi, seperti kepala daerah kabupaten/kota.

MK sudah menggelar sidang pada Rabu (8/11) kemarin dengan agenda pemeriksaan pendahuluan I.

 

Penulis : Fiqih Rahmawati Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU