Begini Sejarah Hari Pahlawan yang Jatuh Pada 10 November: Berawal dari Pertempuran Surabaya
Peristiwa | 10 November 2023, 05:00 WIBJAKARTA, KOMPAS TV - Setiap tahun, pada tanggal 10 November, Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Sama halnya pada hari ini, Jumat 10 November 2023 yang bertepatan dengah Hari Pahlawan.
Sejarah Hari Pahlawan 10 November ini sangat erat kaitannya dengan peristiwa pertempuran Surabaya yang meletus pada tanggal yang sama pada tahun 1945.
Pertempuran Surabaya merupakan salah satu pertempuran besar dan paling sulit yang dihadapi oleh pejuang Indonesia.
Beberapa tokoh penting yang terlibat dalam Pertempuran Surabaya antara lain Bung Tomo, Moestopo, Gubernur Suryo, Mayjen Sungkono, HR Muhammad Mangoendiprodjo, dan KH Hasyim Ays'ari.
Dikutip dari Kompas.com, berikut ini adalah sejarah hingga awal mula penetapan hari Pahlawan.
Berawal dari Pertempuran Surabaya
Sejarah Hari Pahlawan berawal dari pecahnya Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945.
Peristiwa Pertempuran Surabaya berawal dari kedatangan pasukan Sekutu yang dipimpin oleh Allied Forces Netherland East Indies (NICA) pada 25 Oktober 1945.
Awalnya, mereka datang dengan tujuan untuk mengamankan para tawanan perang dan melucuti senjata Jepang.
Namun, NICA yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sother Mallaby langsung masuk ke Surabaya dan mendirikan pos pertahanan di sana.
Tindakan inilah yang kemudian dianggap sebagai tanda dimulainya perang terhadap pasukan Indonesia.
Baca Juga: Kumpulan Link Twibbon Hari Pahlawan Ke-78 Tahun 2023 dan Ucapan dalam Bahasa Inggris dan Indonesia
Pada 27 Oktober 1945, pasukan Inggris yang merupakan bagian dari pasukan Sekutu menyerbu penjara dan membebaskan tawanan perang yang ditahan oleh Indonesia.
Tidak hanya itu, mereka juga menyebarkan pamflet yang memerintahkan warga Indonesia untuk menyerahkan senjata milik mereka.
Tentu saja, masyarakat Surabaya yang sudah dipenuhi amarah, menolak perintah tersebut dan segera melancarkan perlawanan.
Pada 28 Oktober 1945, pasukan Indonesia yang dipimpin oleh Bung Tomo menyerang pos-pos pertahanan Sekutu.
Pengeluaran Ultinatum
Pertempuran terus berlanjut hingga 31 Oktober 1945, saat Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sother Mallaby dari pihak Sekutu tewas.
Kematian Mallaby memicu kemarahan pasukan Sekutu, dan Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh mengeluarkan Ultimatum 10 November 1945.
Ultimatum tersebut berisi perintah kepada pasukan Surabaya untuk menyerahkan senjata dan menghentikan perlawanan. Ancaman disampaikan bahwa jika tidak dipatuhi, Surabaya akan dihancurkan dari darat, laut, dan udara.
Baca Juga: Peringati Hari Pahlawan, Taman Safari Bogor Beri Diskon Tiket Masuk, Harga Mulai Rp180.000
Selain itu, pada 10 November 1945, semua pimpinan bangsa Indonesia dan pemuda di Surabaya diminta hadir pukul 06.00 pagi di tempat yang sudah ditentukan.
Para pejuang Surabaya tidak menghiraukan ultimatum yang dikeluarkan oleh pihak Sekutu, sehingga terjadi puncak pertempuran di tanggal 10 November 1945.
Pertempuran sengit ini berlangsung selama lebih dari dua pekan dan berakhir pada 28 November 1945.
Dalam pertempuran ini, diperkirakan setidaknya 20.000 orang tewas dari pihak Indonesia dan 1.500 dari pihak Sekutu. Selain itu, diperkirakan lebih dari 150.000 orang terpaksa meninggalkan Kota Surabaya.
Penetapan Hari Pahlawan
Dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia, Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945 inilah yang merupakan salah satu pertempuran besar dan tersulit yang pernah terjadi.
Mengingat semangat perjuangan para pahlawan Indonesia dalam Pertempuran Surabaya, Presiden Soekarno kemudian menjadikan 10 November sebagai Hari Pahlawan yang ditetapkan melalui Keppres Nomor 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959.
Baca Juga: Jelang Perayaan Hari Pahlawan, PT KAI Hadirkan Tiket Diskon 25 Persen PatrioTrip
Sejak saat itu, setiap tahun, tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan, dan Kota Surabaya dihormati sebagai Kota Pahlawan.
Sejarah ini menjadi pengingat akan perjuangan dan pengorbanan para pahlawan dalam merebut kemerdekaan negara Indonesia.
Penulis : Almarani Anantar Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas.com