> >

Denny Indrayana Sebut Putusan Usia Capres Libatkan Ketua MK, Gibran, hingga Kantor Kepresidenan

Hukum | 31 Oktober 2023, 12:09 WIB
Pakar hukum tata negara Denny Indrayana memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor Kemenko-Polhukam, Jl Medan Merdeka Barat,Jakarta Pusat, Kamis (21/11/2019). (Sumber: Dian Erika/KOMPAS.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Advokat Denny Indrayana menyebut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai batas usia calon presiden dan wakil presiden atau capres-cawapres melibatkan tiga elemen tertinggi.

Adapun elemen tertinggi yang dimaksud Denny Indrayana tersebut yakni Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, keluarga Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan anaknya Gibran Rakabuming Raka, serta kantor Kepresidenan.

Demikian disampaikan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM itu selaku pelapor dalam sidang pemeriksaan Majelis Kehormatan MK atau MKMK pada Selasa (31/10/2023).

Baca Juga: Denny Indrayana: Putusan MK soal Usia Capres Kejahatan Terencana, Megaskandal Mahkamah Keluarga

“Pertama, orang nomor satu, yaitu the first chief justice Ketua Mahkamah Konstitusi,” kata Denny Indrayana dalam persidangan. 

“Kedua, untuk kepentingan langsung pihak keluarganya, yaitu the first family, keluarga Presiden RI Joko Widodo dan anaknya Gibran Rakabuming Raka. Ketiga, demi menduduki posisi di lembaga kepresidenan, yaitu the first office, Kantor Kepresidenan RI.”

Denny pun menegaskan bahwa putusan MK soal batas usia capres dan cawapres tersebut terindikasi merupakan hasil kejahatan terencana dan terorganisir.

"Putusan 90 terindikasi merupakan hasil kerja dari suatu kejahatan yang terencana dan terogranisir,” ujar Denny yang hadir di persidangan melalui online. 

“Planned and organized crime, sehingga layak pelapor anggap sebagai megaskandal Mahkamah Keluarga.”

Baca Juga: 16 Guru Besar Desak MKMK Sanksi Berat Anwar Usman: Diduga Langgar Etik, MK Telah Dicoreng Marwahnya

Sebab, Denny menuturkan, tingkat pelanggaran etik dan kejahatan politik yang dilakukan tersebut sifatnya sangat merusak dan meruntuhkan kewibawaan Mahkamah Konstitusi.

Karena melibatkan elemen tertinggi tersebut, Denny menilai, tidak patut pelanggaran etika dan kejahatan politik tersebut dipandang hanya sebagai pelanggaran dan kejahatan yang biasa-biasa saja dan cukup dikenakan sanksi etika semata. 

Sebab, kata Denny, kerusakan yang diakibatkan mereka terlalu dahsyat. Selanjutnya, ia menilai putusan MK yang selama ini final dan mengikat, harus dibuka opsi pengecualian demi menjaga kewibawaan dan keluhuran MK. 

Karena itu, Denny berpendapat pentingnya peran MKMK dalam kondisi demikian sebagai solusi untuk melakukan koreksi mendasar yang bukan hanya menjatuhkan sanksi etik berupa pemberhentian tidak dengan hormat kepada hakim terlapor Anwar Usman. 

 

“Tapi yang lebih penting membuka ruang koreksi atas putusan (perkara) 90 yang telah direkayasan dan dimanipulasi oleh hakim terlapor, dan kekuasaan-kekuasaan yang mendesain kejahatan yang terencana dan terorganisir tersebut,” tutur Denny.

Baca Juga: Ketua MKMK Jimly Sebut Akal Sehat Sudah Dikalahkan oleh Akal Bulus dan Akal Fulus

Denny berharap agar MKMK berkenan menggunakan amanahnya untuk menyelamatkan Mahkamah Konstitusi atau Pilpres 2024, tetapi juga menyelematkan Indonesia sebagai negara hukum.

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU