Usai Putusan MK, KPU Susun Perubahan Aturan tentang Pendaftaran Capres-Cawapres Pilpres 2024
Hukum | 17 Oktober 2023, 08:15 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari menjelaskan, pihaknya akan mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PU-XII/2023 tentang batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Hasyim mengatakan, KPU akan menyesuaikan Peraturan KPU (PKPU) dengan putusan MK tersebut.
"Berdasarkan putusan MK tersebut, kami akan melakukan kajian terhadap apa yang menjadi amar dalam putusan MK dan akan dilakukan penyesuaian norma di dalam PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang pendaftaran capres dan cawapres," ungkap Hasyim saat konferensi pers KPU di Jakarta, yang disiarkan secara daring, Senin (16/10/2023).
Ia menegaskan, KPU akan menyampaikan naskah atau draft perubahan PKPU tersebut kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah.
"Kami akan menyusun draft perubahan atau revisi PKPU tersebut, akan kami sampaikan kepada pemerintah dan kepada Komisi II DPR," tegasnya.
KPU juga akan mengirimkan surat kepada pemerintah maupun DPR, sesuai aturan di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Baca Juga: Tindaklanjuti Putusan MK, KPU Sebut Kepala Daerah Bisa Jadi Capres-Cawapres atas Izin Presiden
"KPU akan meresponsnya dengan cara berkirim surat kepada dua pihak, karena kalau di dalam UU Pemilu dalam pembentukan peraturan KPU kan harus berkonsultasi kepada DPR dan Pemerintah," ujarnya.
"Kami sampaikan perkembangan putusan MK tersebut dengan merujuk kepada norma yang ada di amar putusan MK," imbuhnya.
Ia menyebut, penyampaian surat kepada pemerintah dan DPR itu dilakukan dalam rangka menentukan sikap untuk menindaklanjuti putusan MK.
Baca Juga: MK Tolak Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres Jadi 25 Tahun yang Diajukan Melisa Tarandung
Sementara itu, Komisioner KPU Idham Holik menegaskan, putusan MK Nomor 90/PU-XII/2023 tentang batas usia capres dan cawapres bersifat final.
"Bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 10 Ayat (1) UU Nomor 8 tahun 2011 tentang perubahan atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK, putusan MK bersifat final yakni putusan MK langsung memeroleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh," ungkap Idham dalam konferensi pers KPU di Jakarta, yang disiarkan secara daring, Selasa (16/10/2023).
"Sifat final dalam putusan MK dalam UU ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding)," sambungnya.
Ia menyebut, pihaknya akan menyesuaikan norma dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PU-XII/2023.
Ia juga menyebut, di dalam Pasal 13 ayat (1) huruf (q) PKPU 19/2023 itu dijelaskan bahwa usia minimal capres dan cawapres adalah 40 tahun.
"Bahwa KPU telah membentuk Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 yang diundangkan pada tanggal 13 Oktober 2023 tentang pencalonan peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden di mana syarat usia capres dan cawapres diatur dalam pasal 13 ayat (1) huruf (q) yaitu berusia paling rendah 40 tahun," ungkap Idham.
Ia mengatakan, KPU sebagai penyelenggara pemilihan umum (Pemilu) taat dan patuh terhadap ketentuan yang diatur di dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu maupun putusan MK.
"Bahwa posisi KPU sebagai penyelenggara Pemilu taat dan patuh pada ketentuan yang diatur dalam UU Pemilu maupun putusan MK, sehingga dalam konteks Putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 KPU akan melakukan penyesuaian norma dalam Peraturan KPU NO 19 TH 2023 dengan putusan MK tersebut," ujarnya.
Idham menekankan, apabila ada kepala daerah yang ingin mencalonkan diri sebagai capres maupun cawapres, KPU memberlakukan Pasal 171 ayat (1) hingga ayat (4) dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
"Bahwa dalam hal terdapat kepala daerah dan atau wakil kepala daerah yang akan dicalonkan sebagai capres atau cawapres, maka diberlakukan Pasal 171 ayat (1) dan ayat (4) UU Nomor 7 Tahun 2017," kata Idham.
Idham lantas membacakan Pasal 171 ayat (1) yang berbunyi:
"Seseorang yang sedang menjabat sslagai gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikotal dan wakil walikota yang akan dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebagai calon presiden atau calon wakil presiden harus meminta izin kepada presiden".
Selanjutnya, bunyi Pasal 171 ayat (4) ialah:
"Surat permintaan izin gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (l) disampaikan kepada KPU oleh partai politik atau gabungan partai politik sebagai dokumen persyaratan calon presiden atau calon wakil presiden".
Sebelumnya, MK telah menjatuhkan putusan atas perkara a quo dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menilai bahwa gugatan atas batas usia capres dan cawapres minimal 40 tahun bertentangan dengan UUD 1945.
Dalam putusan tersebut, kata Hakim Konstitusi Daniel, terdapat empat orang hakim konstitusi yang mempunyai pendapat berbeda atau dissenting opinion, yakni Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Arief Hidayat, dan Hakim Konstitusi Suhartoyo.
Gugatan atas pasal yang membatasi usia capres dan cawapres minimal 40 tahun, kata dia, bertentangan dengan UUD 1945.
Tetapi, orang yang pernah atau sedang menjadi kepala daerah yang dipilih melalui pemilu atau pilkada bisa mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres.
"Rumusan pasal a quo yang berbunyi 'berusia paling rendah 40 tahun' dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah," kata Hakim Konstitusi Daniel dalam sidang di Gedung MKRI, Jakarta, Senin (16/10/2023).
Aturan tersebut, menurut Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah, akan mulai berlaku pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
“Ketentuan Pasal 169 huruf (q) UU 7/2017 sebagaimana dimaksud dalam putusan a quo berlaku mulai pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 dan seterusnya,” kata Hakim Konstitusi Guntur.
Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV