> >

Jimly Ashiddiqie soal Gugatan terhadap Batas Usia Capres-Cawapres: Tunggu Saja Putusan Resminya

Rumah pemilu | 26 September 2023, 19:10 WIB
Mantan Hakim Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019). (Sumber: Kompas.com/Fitria Chusna Farisa)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Ashiddiqie meminta publik menunggu putusan majelis hakim MK ihwal gugatan terhadap batas usia capres-cawapres yang diatur dalam UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu. 

"Tunggu saja putusan resminya, kita dari luar tidak boleh ikut campur. Biarlah hakim memutusnya menurut asas ius curia novit, bahwa hakim tahu hukumnya," kata Jimly kepada wartawan, Selasa (26/9/2023). 

"Hakim lah yang sungguh-sungguh mengerti apa yang seharusnya ia putuskan," sambungnya. 

Baca Juga: Mahfud MD Sebut MK Tak Berwenang Ubah Batasan Usia Capres-Cawapres dalam UU Pemilu

Jimly menanggapi pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD yang menyebut MK tak memiliki kewenangan untuk menangani perkara tersebut. 

Ia mengatakan majelis hakim MK diizinkan untuk menguji setiap undang-undang. 

"Ini bukan soal kewenangan tapi soal objek perkaranya terkait materi undang-undang, maka pasti boleh diuji oleh MK," katanya. 

Namun, tambahnya, batas usia maksimum dan minimum capres-cawapres tidak ada kaitan dengan isu konstitusionalitas. 

"Karena ini adalah masalah official requirement atau persyaratan pekerjaan dinas, jadi terserah pembentuk undang-undang untuk mengatur pembatasan sesuai kebutuhan masing-masing lembaga negara atau badan publik lainnya."

"Untuk jadi PNS, untuk jadi tentara, pasti ada batas usia maka tidak bisa dianggap diskriminasi," kata Jimly. 

Sebelumnya, Mahfud menilai uji materi terhadap UU Pemilu terkait batas usia capres-cawapres masuk dalam kategori open legal policy, sehingga merupakan ranah DPR dan pemerintah. 

"Kalau MK itu kerjanya negative legislator. Artinya, hanya membatalkan kalau sesuatu bertentangan dengan kehendak dasar. Tapi kalau hanya orang tidak suka, dan sebagainya, tapi tidak dilarang oleh konstitusi, MK tidak boleh membatalkan sesuatu yang tidak dilarang oleh konstitusi," kata Mahfud di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (26/9/2023). 

Mahfud mengatakan dalam sejarah lahirnya MK di Austria pada 1920, Hans Kelsen berdalil bahwa pengadilan itu dibentuk sebagai negative legislator.

"Ketika MK lahir pertama kali di Austria tahun 1920, Hans Kelsen membentuk pengadilan dengan dalil MK itu adalah negative legislator. Sedangkan parlemen adalah positive legislator, dia yang membuat, MK yang membatalkan kalau salah," ujarnya. 

Penulis : Fadel Prayoga Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU