UNESCO Tetapkan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai Warisan Budaya Dunia
Peristiwa | 19 September 2023, 12:32 WIBYOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (The United Nations Educational Scientific And Cultural Organization/UNESCO) menetapkan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai salah satu warisan dunia dari Indonesia.
Penetapan tersebut dilangsungkan pada Sidang ke-45 Komite Warisan Dunia atau World Heritage Committe (WHC) di Riyadh, Arab Saudi, pada Senin (18/9/2023).
Sumbu Filosofi Yogyakarta sah diterima sepenuhnya tanpa sanggahan menjadi Warisan Budaya Dunia sesuai dokumen penetapan WHC 2345.COM 8B. 39 tanggal 18 September 2023.
"New inscription on the @UNESCO #WorldHeritage List: The Cosmological Axis of Yogyakarta and its Historic Landmarks, #Indonesia. Bravo!" tulis UNESCO di media sosial X (Twitter), Senin (18/9/2023).
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, keberhasilan ini merupakan hasil kerja sama semua pihak dan merupakan penghargaan atas mahakarya Sri Sultan Hamengku Buwono I, pemrakarsa Sumbu Filosofi Yogyakarta.
"Kami menyampaikan terima kasih kepada UNESCO dan seluruh lapisan masyarakat yang telah mendukung upaya pelestarian Sumbu Filosofi sebagai warisan dunia yang memiliki nilai-nilai universal yang luhur bagi peradaban manusia di masa kini dan mendatang," ujar Sri Sultan, Senin (18/9/2023).
Sri Sultan berharap penetapan ini dapat dijadikan ajang pembelajaran bersama mengenai nilai-nilai universal untuk menciptakan dunia baru yang lebih baik di masa depan.
Baca Juga: Megawati Didampingi Ganjar Resmikan Patung Bung Karno Setinggi 6 Meter di Sleman Yogyakarta
"Selamat untuk Indonesia atas lolosnya Sumbu Filosofi menjadi Warisan Budaya Dunia," kata Chairperson World Heritage Committee Abdulelah Al-Tokhais.
Duta Besar RI untuk Kerajaan Arab Saudi, Abdul Aziz Ahmad selaku ketua Delegasi pemerintah Indonesia pada sidang tersebut menyampaikan, terima kasih kepada Komisi Warisan Dunia UNESCO yang telah menetapkan Sumbu Filosofi Yogyakarta untuk dicantumkan dalam Daftar Warisan Dunia (World Heritage List).
“Kami merasa terhormat dapat menyumbangkan mutiara ini ke dalam Daftar Warisan Dunia, yang merupakan perpaduan indah antara warisan budaya benda dan tak benda,” ucapnya.
Sidang UNESCO tersebut dihadiri oleh Wakil Gubernur (Wagub) KGPAA Sri Paduka Paku Alam X didampingi Tim Delegasi DIY yaitu Sekda DIY Beny Suharsono.
"Saya, mewakili Bapak Gubernur DIY atas nama Pemda DIY mengucapkan syukur alhamdulillah atas ditetapkannya Warisan Budaya Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai Warisan Budaya Dunia dari Indonesia," ungkap Wagub DIY.
"Sumbu Filosofi Yogyakarta dengan nama The Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmarks, kini tidak hanya menjadi milik Yogyakarta atau Indonesia, tetapi juga menjadi milik dunia," sambungnya.
Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi menyampaikan, penetapan ini bertujuan untuk melestarikan warisan Yogyakarta.
"Perjuangan mempertahankan status jauh lebih berat, karena Sumbu Filosofi tidak hanya menjadi milik DIY, Indonesia tapi juga milik dunia. Sehingga komitmen bersama untuk menjaga sesuai standar internasional menjadi sangat penting untuk dipahami," tegas Dian.
Baca Juga: 5 Pengeluaran yang Perlu Disiapkan Mahasiswa saat Kuliah di Yogyakarta
Dian berharap, penetapan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai warisan dunia ini mendorong pemangku kepentingan di Indonesia untuk melestarikan warisan budaya dan cagar budaya yang dimiliki.
"Selain itu, diharapkan pula penetapan ini dapat dijadikan ajang pembelajaran serta salah satu referensi dan inspirasi bersama akan nilai-nilai universal yang diperlukan untuk menciptakan dunia yang lebih baik di masa depan," imbuhnya.
Sumbu Filosofi Yogyakarta yang dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO bertajuk lengkap the Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmarks itu diakui sebagai warisan dunia karena dinilai memiliki arti penting secara universal.
Penjelasan Sumbu Filosofi Yogyakarta
Konsep tata ruang yang kemudian dikenal sebagai Sumbu Filosofi Yogyakarta ini dicetuskan pertama kali oleh Raja Pertama Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada abad ke-18.
Konsep tata ruang ini dibuat berdasarkan konsepsi Jawa dan berbentuk struktur jalan lurus yang membentang antara Panggung Krapyak di sebelah selatan, Kraton Yogyakarta, dan Tugu Yogyakarta di sebelah utara,.
Struktur jalan tersebut di sekelilingnya penuh simbolisme filosofis.
Hal itu merupakan perwujudan falsafah Jawa tentang keberadaan manusia yang meliputi daur hidup manusia (Sangkan Paraning Dumadi), kehidupan harmonis antarmanusia dan antara manusia dengan alam (Hamemayu Hayuning Bawana).
Selain itu, hubungan antara manusia dan Sang Pencipta dan antara pemimpin dengan rakyatnya (Manunggaling Kawula Gusti), dan dunia mikrokosmik dengan makrokosmik.
Beragam tradisi dan praktik budaya Jawa, baik dalam pemerintahan, hukum adat, seni, sastra, festival, dan ritual, masih dilakukan di sekitar kawasan Sumbu Filosofi pada khususnya dan di Yogyakarta pada umumnya.
Ini juga merupakan bukti akan peradaban Jawa dan tradisi budayanya yang masih terus dilestarikan sampai sekarang.
Sebelum pada akhirnya dinominasikan dan ditetapkan sebagai warisan dunia dalam sidang Komisi Warisan Dunia UNESCO, situs-situs warisan budaya telah melalui proses seleksi yang panjang.
Sidang Komisi Warisan Dunia UNESCO dilakukan pertama kali pada 1972 dan bertujuan mempromosikan kerja sama antarnegara untuk melindungi warisan budaya dan alam dari seluruh dunia yang memiliki nilai universal yang luar biasa (Outstanding Universal Values).
Sehingga konservasinya penting bagi generasi sekarang dan yang akan datang.
Dengan ditetapkannya Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO, Indonesia kini memiliki lima warisan budaya dunia, yaitu Candi Borobudur (ditetapkan 1991), Candi Prambanan (ditetapkan 1991), Situs Sangiran (ditetapkan 1996), Subak Bali (ditetapkan 2012), Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (ditetapkan 2019), dan Sumbu Filosofi Yogyakarta (ditetapkan 2023).
Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV