> >

Ganjar Pranowo Singgung Konflik Rempang di Kuliah UI, Jelaskan soal Konflik Agraria Tanah Adat

Peristiwa | 18 September 2023, 11:44 WIB
Bacapres PDIP Ganjar Pranowo menyinggung tentang konflik di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau dalam Kuliah Kebangsaan di Fisip UI, Senin (18/9/2023). (Sumber: Tangkapan layar Youtube Fisip UI)

DEPOK, KOMPAS.TV - Bakal calon presiden (bacapres) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Ganjar Pranowo menyinggung tentang konflik Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau dalam Kuliah Kebangsaan di Fakultas Ilmu Politik (Fisip) UI, Senin (18/9/2023).

Ganjar menyoroti konflik tanah di Rempang yang menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat saat menerangkan tentang konflik agraria.

"Sekarang yang rame di Rempang ya, ramai sekali," ujarnya di hadapan mahasiswa dan dosen serta profesor Fisip UI, Depok, Jawa Barat, Senin (18/9/2023).

Menurut Ganjar, konflik tanah, termasuk di Rempang, berawal dari ketiadaan sertifikat.

"Itu tanahnya siapa? Dulu, ketika kebijakan pemerintah akan dilakukan dan pekerjaan akan dilaksanakan, pokoknya iya aja deh. Ini tanah tidak ada sertifikatnya," ujarnya.

Ia menerangkan, kebijakan atau program sertifikat tanah baru digencarkan oleh pemerintah saat ini. Menurut dia, sertifikasi tanah merupakan mitigasi untuk mencegah konflik agraria.

"Di mana sertifikat yang sudah beres? Belum. Program sertifikasi itu kan baru jalan, pemerintahan sekarang saja," kata mantan Gubernur Jawa Tengah itu.

"Mitigasi itul lah yang kemudian penting untuk mencegah," ujarnya. 

Baca Juga: Ganjar Minta Pemerintah Segera Turun Tangan Selesaikan Konflik di Pulau Rempang

Ia pun mengaku telah memberikan usulan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Menteri Perdagangan, dan Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

"Saya sampaikan, coba Anda rekrut karyawan yang tidak semuanya insinyur. Tolong lah Antropolog, tolong lah Sosiolog, tolong lah Psikolog, agar kemudian dia bisa tahu, menjelaskan lebih dulu," ucap Ganjar.

Menurut Ganjar, pemerintah kadang tak ingin repot menjelaskan kepada masyarakat dan lebih memilih menggunakan regulasi tentang pengadaan tanah.

"Kan kadang-kadang pemerintah tidak mau, capek menjelaskan, udah lah pakai UU pengadaan tanah aja, makannya njeglek (komunikasi terputus -red)," ujarnya.

Ia menjelaskan, saat masyarakat menolak sementara hukum terus berjalan, maka akan muncul kekerasan.

"Begitu hukum berjalan, tampilannya adalah kekerasan, itu yang terjadi," ujarnya.

Mestinya, kata Ganjar, ada tim yang menangani mafia tanah dan ada mekanisme pelaporan yang terbuka.

Baca Juga: Sebut Kerusuhan di Pulau Rempang akibat Komunikasi yang Kurang Baik, Jokowi: Sudah Ada Kesepakatan

"Kalau kemudian mitigasi itu bisa dilakukan, sebenarnya mencegah jauh lebih baik. Bahwa nanti ada konflik dan sebagainya, kompensasi dan sebagainya adalah proses ganti untung, tidak lagi rugi," tuturnya.

Ia mengklaim, berdasarkan pengalamannya memimpin Provinsi Jawa Tengah, pendekatan yang dilakukan oleh aktivis, sosiolog, dan antropolog penting dilakukan untuk mengetahui kondisi masyarakat yang akan terdampak pembangunan.

"Ternyata pendekatan ini penting, kawan-kawan aktivis, ilmuwan sosiolog, antropolog, mengenai kondisi masyarakat," ungkapnya.

Selain itu, ia menilai, pemerintah harus mendengarkan pendapat dari tokoh masyarakat serta tokoh agama di suatu daerah sebelum melakukan pembangunan.

Menurut dia, kriminalisasi sering terjadi dalam konflik agraria karena pemerintah tak segera melindungi hak rakyat.

"Kriminalisasi sering terjadi karena kita juga tidak terlalu bisa lebih cepat memproteksi hak rayat, program sertifikasi yang dilaksanakan hari ini adalah bagian dari bagaimana kita memoroteksi itu dengan cepat," ujarnya.

"Tapi kalau cara pengukurannya masih pakai cara manual tidak akan selesai," ujarnya.

Kemarin, Minggu (17/9/2023) Ganjar meminta pemerintah untuk segera menyelesaikan konflik di Rempang.

"Sekarang juga, pemerintah harus segera turun tangan, jangan lama-lama," kata Ganjar di Jakarta Theater, Jakarta, Minggu (17/9/2023).

Menurut dia, aparatur harus bisa menyelesaikan konflik antara warga dan petugas gabungan di wilayah itu dengan cepat.

"Apalagi aparatur mesti bisa menyelesaikan itu dengan sangat cepat," ucapnya.

Ia menuturkan, pemerintah perlu memanggil aktor-aktor terkait, misalnya kepala daerah.

"Dan beberapa aktornya saya kira bisa dipanggil, di sana ada kepala daerahnya, di sana ada pengelolanya gitu ya dan saya kira lebih cepat," ucap dia.

Ia pun mendorong pemerintah segera memanggil seluruh pihak yang terlibat dalam konflik ini.

"Ya semuanya bisa dilakukan maka panggil aja, semuanya bisa dilakukan apapun kebijakannya segera panggil mereka," ucapnya.

Ganjar mengingatkan, pendapat warga yang terlibat dalam konflik tanah di Pulau Rempang itu harus didengar pemerintah.

"Jangan terlalu lama, termasuk representasi dari masyarakat karena mereka mesti kita dengarkan juga," ujarnya seperti dilansir Kompas.com.

Sebelumnya, ketegangan antara warga Pulau Rempang dan aparat gabungan TNI dan Polri, terjadi beberapa kali karena rencana relokasi warga Pulau Rempang, Galang, dan Galang Baru.

Warga menolak kehadiran aparat yang akan melakukan pematokan dan pengukuran lahan di Pulau Rempang yang dinilai akan menggusur permukiman mereka.

Mereka menolak relokasi 16 titik kampung tua yang dianggap telah ada sejak 1843 di Pulau Rempang, Batam. 

Relokasi ini dilakukan untuk pembangunan kawasan pengembangan investasi yang akan dijadikan Kawasan Rempang Eco-City.

Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU