> >

Jejak Kasus Ferdy Sambo (III): Vonis Mati Pembunuh Ajudan

Hukum | 24 September 2023, 10:00 WIB
Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat, Ferdy Sambo,di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (Sumber: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Senin, 17 Oktober 2022. Matahari baru menampakkan sinarnya. Tapi, situasi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sudah ramai. Sejumlah polisi dan TNI bersiaga, mengamankan sidang perdana kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Tak main-main, terdakwa yang akan disidang adalah mantan jenderal polisi bintang dua: Ferdy Sambo. Lalu, istrinya Putri Candrawathi. Serta ajudan Ricky Rizal dan asisten rumah tangga Kuat Ma’ruf.

Putri Candrawathi terdakwa yang hadir lebih dulu di PN Jakarta Selatan. Menumpang Innova warna hitam, ia datang pukul 08.30 WIB. Beberapa menit kemudian, disusul terdakwa Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf. Sementara Ferdy Sambo baru tiba pukul 09.10 WIB. 

Hari itu, Ferdy Sambo tampak mengenakan baju batik coklat, dibalut rompi tahanan warna merah khas Kejaksaan Agung. Dimulai pukul 10.00 WIB, Ferdy Sambo terdakwa pertama yang disidang.

Jaksa Penuntut Umum mendakwa Ferdy Sambo melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Pembunuhan itu dilakukan Ferdy Sambo bersama Richard Eliezer, Putri Candrawathi, Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf.

Baca Juga: Saat Megawati Singgung Polisi dan Kasus Sambo di Acara Lemhanas: Anak Orang Kenapa Dibunuh?

Berdasarkan dakwaan jaksa, Ferdy Sambo disebut memakai sarung tangan hitam menembak Brigadir J satu kali. Saat ditembak Sambo, kondisi Brigadir J sudah tergeletak berlumur darah. Namun, korban saat itu dikatakan masih hidup dan mengerang kesakitan usai ditembak Richard tiga sampai empat kali.

"Tembakan Sambo tepat mengenai kepala belakang sisi kiri korban, sehingga meninggal dunia," kata Jaksa Sugeng Hariadi.

Setelah itu, Sambo menembak ke arah dinding agar seolah terjadi peristiwa baku tembak. Selain itu, Sambo didakwa sebagai pihak yang memerintahkan Richard menembak Brigadir J, sebelum akhirnya ia juga menembak Brigadir J hingga tewas.

"Woy...! Kau tembak...! Kau tembak cepat! Cepat, woy kau tembak!," kata Jaksa Sugeng menirukan perintah Sambo kepada Richard.

Adapun alasan Sambo merencanakan pembunuhan Brigadir J disebut karena sakit hati mendengar cerita istrinya yang mengaku dilecehkan Brigadir J di Magelang, Jawa Tengah.

Cerita Pelecehan Putri dan Pembelaan Sambo 

Peristiwa dugaan pelecehan kepada Putri Candrawathi terjadi pada Kamis 7 Juli 2022. Saat itu, Kuat Ma’ruf mengaku memergoki Brigadir J mengendap-endap keluar dari kamar Putri. Ketika ditegur, Brigadir J malah lari. Sempat mengejar Brigadir J sambil membawa pisau dapur, Kaut Ma'ruf akhirnya kembali dan menghampiri Putri yang menangis di dalam kamar.

Kuat Maruf menyarankan Putri melapor kepada Ferdy Sambo. Malam itu juga Putri menelepon suaminya. 

"Kurang lebih jam 23.00 WIB saya ditelepon istri saya," kata Sambo dalam persidangan.

Sambo mengatakan Putri meneleponnya sambil menangis. Kepada Sambo, Putri menyebut Brigadir J melakukan perbuatan tak senonoh. Namun, Putri tak menjelaskan secara detil. Putri berjanji akan menceritakan semuanya saat bertemu. 

Pada Jumat 8 Juli 2022 pagi, Putri pulang dari Magelang. Setibanya di Jakarta, Putri langsung ke rumahnya di Jalan Saguling. Di sana, ia menemui Sambo yang sudah menantinya. Sambil menangis, Putri menceritakan peristiwa di Magelang.

Berdasarkan cerita Putri, kata Sambo,  Brigadir J masuk ke kamar istrinya. Putri lantas terbangun dan kaget Brigadir J ada di dalam kamarnya.

"Kemudian istri saya menyampaikan, dia (Brigadir J) melakukan perkosaan terhadap istri saya. Saya emosi sekali," ucap Sambo.

Usai mendengar cerita Putri, Sambo memanggil Ricky Rizal mempertanyakan peristiwa di Magelang.

"Kamu tahu tidak kejadian di Magelang?" kata Sambo.

''Saya tidak tahu, bapak," jawab Ricky.

"Kamu enggak tahu kalau ibu dilecehkan oleh Yosua?" tanya Sambo lagi.

"Siap, saya tidak tahu bapak," ucap Ricky.

Sambo kemudian bertanya kepada Ricky apakah sanggup menembak Brigadir J. Ricky menjawab tidak siap karena tak kuat mental. Usai Ricky menolak, Sambo memanggil Richard. Sambo meminta kesediaan Richard menembak Brigadir J. Richard pun menyanggupinya. 

Sambo lantas menyusun skenario. Ia menyuruh Putri pergi bersama ajudan dan Kuat Maruf ke rumah dinas dengan alasan isolasi mandiri. Padahal, di rumah dinas itu, Brigadir J akan dieksekusi. 

Ferdy Sambo kemudian keluar dari rumah Saguling. Melintas di depan rumah dinasnya, ia mengaku melihat Brigadir J. Seketika ia teringat cerita istrinya yang dilecehkan. 

"Saya perintahkan Adzan Romer berhenti," ucap Sambo.

Saat turun dari mobil, Sambo mengambil senjatanya yang sempat jatuh. Lalu masuk ke rumah dinas. Tak lama kemudian, Sambo memanggil Brigadir J.  

“Begitu masuk saya sudah emosi waktu itu karena mengingat perlakuan Yosua kepada istri saya,” ucap Sambo. 

Berhadapan dengan Brigadir J, Sambo langsung menuding ajudannya itu telah berbuat kurang ajar kepada istrinya. Alih-alih mengakui, kata Sambo, Brigadir J malah balik bertanya.

"Saya sampaikan kepada Yosua 'kenapa kamu tega sama ibu?'. Jawaban Yosua tidak seperti yang saya harapkan,” tutur Sambo.

“Dia malah nanya balik, 'ada apa komandan?' seperti menantang. Saya bilang 'kamu kurang ajar'. Saya perintahkan Richard untuk 'hajar Cad'.”

Baca Juga: Soal Jaksa Kasus Sambo di Sidang Teddy Minahasa, Kejagung: Pergantian Tim Hal Biasa

Setelah itu, Richard menembak Brigadir J sampai roboh.

***

Jaksa menghadirkan keluarga korban dalam sidang pembunuhan berencana Brigadir J. Ia adalah Rosti Simanjuntak, ibunda Brigadir J. Sambil menangis, Rosti mengatakan Sambo dan Putri tidak berhak atas nyawa anaknya.

"Hancur hati kami mendengar anakku dalam keadaan sehat, nyawanya dirampas,” kata Rosti di PN Jaksel, Selasa 1 November 2022.

Rosti mengaku tak menyangka Brigadir J yang selalu ia doakan selamat dalam setiap tugasnya, justru tewas di tangan atasannya. 

Rosti mempertanyakan hati nurani Sambo dan terdakwa lainnya yang tega membunuh Brigadir J dengan sadis. Kepada para terdakwa, Rosti meminta mereka jujur di persidangan agar kasus pembunuhan berencana Brigadir J terang benderang.

Selain keluarga korban, jaksa juga menghadirkan saksi dari kepolisian. Salah satunya mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Ridwan Soplanit. Dalam kesaksiannya, Ridwan mengaku diintervensi oleh personel Propam saat melakukan olah TKP pembunuhan Brigadir J. 

“Pada saat kita melakukan olah TKP, terasa situasi diintervensi, " ujar Ridwan.

Selain itu, kata Ridwan, personel Propam juga merusak tempat kejadian perkara (TKP). Mereka masuk ke area penembakan Brigadir J saat proses olah TKP. Bahkan, personel Propam mengambil barang bukti senjata api.

Sementara saksi ahli yang dihadirkan jaksa yaitu Aji Febrianto Ar-Rosyid. Dalam kesaksiannya, Aji mengungkapkan hasil tes alat kebohongan atau poligraf terhadap lima terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J. 

Ia menyebut hanya Ricky dan Richard yang terindikasi jujur. Sementara Sambo, Putri, dan Kuat Ma’ruf sebaliknya.

 

Aji mengaku menggunakan metode scoring dalam penilaian tes poligraf. Ferdy Sambo mendapat nilai minus 8 dan Putri minus 25. Untuk Kuat Ma’ruf dilakukan dua kali pemeriksaan. Pertama, hasilnya plus 9 dan kedua minus 13.

“Ricky dua kali juga, pertama plus 11, kedua plus 19. Richard plus 13,” ujar Aji.

Aji menjelaskan jika hasil tes poligraf mendapat skor plus artinya jujur. Sebaliknya, jika minus artinya berbohong. 

“(Sambo) terindikasi berbohong. PC terindikasi berbohong. Kalau Kuat, jujur dan terindikasi berbohong,” kata Aji.

Maksudnya, hasil jujur dalam pemeriksaan Kuat Maruf bisa diartikan bahwa dia tidak memergoki persetubuhan Putri dan Brigadir J di Magelang. Sedangkan hasil yang menyatakan bohong yaitu saat Kuat Maruf mengaku tak melihat Sambo menembak Brigadir J.

Selain memberatkan, saksi ahli meringankan juga dihadirkan dalam persidangan Sambo. Ia adalah Elwi Danil, Guru Besar Universitas Andalas. 

Elwi menjelaskan bahwa motif dalam kasus pembunuhan itu penting. Menurutnya, motif adalah sesuatu hal yang perlu diungkap, karena akan melahirkan kehendak yang kemudian melahirkan kesengajaan.

Kemudian, menurut Elwi, alat pendeteksi kebohongan atau lie detector tidak bisa dijadikan alat bukti dalam persidangan. Sebab, alat tersebut masih diperdebatkan.

Elwi menyebut Ferdy Sambo karena itu bisa divonis bebas jika tidak terpenuhinya dua alat bukti yang berhubungan dengan sangkaan terhadap terdakwa.

Vonis Mati Sang Mantan Jenderal 

Selama empat bulan bersidang, tibalah saatnya Ferdy Sambo menghadapi vonis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin 13 Februari 2023.

Setelah mempertimbangkan fakta persidangan dan keterangan saksi-saksi, hakim memutuskan menjatuhkan vonis hukuman mati kepada mantan Kadiv Propam Polri itu dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.

"Menjatuhkan terdakwa (Sambo) dengan pidana mati," kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso.

Sementara terdakwa lainnya yaitu Richard Eliezer divonis 1 tahun 6 bulan penjara oleh hakim karena perannya sebagai justice collaborator

Lalu, Putri Candrawathi divonis 20 tahun penjara. Terdakwa Ricky Rizal divonis 13 tahun penjara. Terakhir, Kuat Maruf divonis 15 tahun penjara.

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU