> >

Gelar Solidaritas dan Doa untuk Warga Pulau Rempang, Muhammadiyah: Daulat Rakyat Masih Ada

Peristiwa | 15 September 2023, 22:52 WIB
Perwakilan Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP MUhammadiyah Widianto Muttaqin dalam kegiatan doa bersama untuk Rempang, Jumat (15/9/2023). (Sumber: Tangkapan layar)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Sejumlah elemen masyarakat menggelar kegiatan Solidaritas dan Doa Bersama untuk Rempang, di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (15/9/2023).

Perwakilan dari Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah, Widianto Muttaqin menyebut pihaknya berencana mendirikan posko untuk solidaritas Rempang di tempat itu.

“Saya akan mewakili lembaga saya, Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah. Rencananya nanti kita akan membuat posko di sini,” jelasnya.

“Refleksi ini sebenarnya kalaupun agak bergetar bukan lagi karena takut, tapi mungkin karena marah.”

Dalam refleksinya, Widianto menyebut bahwa sejak tahun 1998 sebenarnya kegiatan semacam ini sudah tidak lagi diharapkan.

Baca Juga: Komnas HAM Duga Ada Pengerahan Aparat yang Berlebihan untuk Tangani Konflik di Pulau Rempang

“Jadi kegiatan ini mungkin sekitar 20-30 tahun lalu ya, kalau saya melihat ada juga banyak kawan-kawan yang mungkin di atas 45 sekarang ini. Tidak pernah kita harapkan lagi setelah tahun 98 sebenarnya.”

“Jadi, kalau ada kegiatan seperti ini, hari ini, artinya 25 tahun yang lalu itu tidak bisa dibilang sia-sia, tapi sejarah kembali lagi untuk kita refleksikan kembali,” tuturnya.

Saat ini, lanjut dia, bukan saatnya untuk bernostalgia atau bersedih, melainkan menunjukkan bahwa daulat rakyat masih ada.

“Sekarang saatnya kita mengatakan bahwa daulat rakyat masih ada.”

“Mandat yang kita berikan pada pemerintah itu bisa kita tuntut balik. Jadi refleksi ini adalah ingin mengatakan bahwa kita ada, rakyat ada, kedaulatan rakyat masih ada,” tambahnya.

Ia juga menyebut bahwa di saat ini panggilan bukan hanya datang dari Rempang saja, tetapi juga dari sejumlah daerah lain.

“Hari ini kita saksikan bersama-sama bahwa masyarakat di Rempang dan mungkin di bagian lainnya, ada yang mengatakan kita sudah memiliki beberapa panggilan,” tegasnya.

“Dari Papua kita sudah dipanggil, dari Kalimantan kita sudah dipanggil, dari Rempang sekarang kita dipanggil.”

Kini, lanjut Widianto, saatnya masyarakat bersatu menyuarakan kembali  dan menyambut panggilan itu.

 

“Kita bisa bergandengan tangan, berjuang bersama, menyatukan kembali solidaritas rakyat atau warga dan membela yang tertindas.”

Sebelumnya, Kompas.TV memberitakan, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) berpendapat kerusuhan antara warga dengan petugas di Pulau Rempang terjadi karena komunikasi yang kurang baik.

Ia mengeklaim, warga di lokasi tersebut akan diberi lahan seluas 500 meter persegi dan bangunan tipe 45.

Baca Juga: Konflik Pulau Rempang, Menteri Investasi Bahlil: Tak Semua Negara Senang Proyek Ini Jalan

"Itu komunikasi yang kurang baik, lah. Saya kira kalau warga diajak bicara, diberikan solusi, karena di situ sebetulnya sudah ada kesepakatan bahwa warga akan diberi lahan 500 meter, plus bangunannya tipe 45," kata Presiden Jokowi, Selasa (12/9/2023), sebagaimana dilaporkan jurnalis Kompas TV Suherdi di Cilegon, Banten.

"Tapi ini kurang dikomunikasikan dengan baik, sehingga terjadi masalah," imbuhnya.

Diketahui terjadi bentrokan antara warga dengan aparat gabungan di Jembatan Batam-Rempang-Galang pada Kamis (7/9/2023).

Warga menolak kehadiran aparat yang akan melakukan pematokan dan pengukuran lahan di Pulau Rempang yang dinilai akan menggusur permukiman mereka.

Mereka menolak relokasi 16 titik kampung tua yang telah ada sejak 1843 di Pulau Rempang, Batam.

Relokasi ini dilakukan akibat adanya proyek strategis nasional Rempang Eco City.

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU