> >

Kasus Dugaan Kekerasan Seksual Bupati Maluku Tenggara, Menteri PPPA: UU TPKS Tidak Ada Kata Damai

Peristiwa | 13 September 2023, 14:24 WIB
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, sepenuhnya mendukung keputusan Polda Maluku untuk melanjutkan penyelidikan atas dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang melibatkan Bupati Maluku Tenggara, TH. (Sumber: Kementerian PPPA)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, sepenuhnya mendukung keputusan Polda Maluku untuk melanjutkan penyelidikan atas dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang melibatkan Bupati Maluku Tenggara, TH.

Bintang juga mendesak kasus ini diusut tuntas karena dalam UU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), kekerasan seksual adalah murni tindakan pidana dan tidak mengenal istilah restorative justice.

“Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) tidak mengenal istilah restorative justice sehingga dalam kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh pelaku sebagai pejabat publik di Maluku Tenggara, adalah murni tindakan pidana," tegas Bintang dikutip dari laman resmi KemenPPPA, Rabu (13/9/2023).

"UU TPKS tidak memungkinkan adanya upaya proses damai yang ditawarkan oleh pelaku. Kami mendukung penuh atas kebijakan Polda Maluku yang tetap melanjutkan penyidikan terhadap pelaku," ujarnya.

"Jika saat ini ada informasi tentang pencabutan laporan oleh korban kami berharap agar penyidikan bisa tetap dilanjutkan karena aparat polisi sudah memiliki bukti pemeriksaan sebelumnya. UU TPKS hadir sebagai bukti negara serius melindungi para korban kekerasan seksual khususnya kelompok rentan perempuan dan anak-anak. Ancaman pidana UU TPKS terhadap pelaku sudah tepat,” imbuh Menteri PPPA.

Dalam konteks tindakan yang diduga dilakukan oleh tersangka terhadap korban, yang menurut keterangan korban telah terjadi sejak April 2023, maka tersangka juga dapat dikenakan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) jo 64 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang perbuatan berlanjut.

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan oleh KemenPPPA, hasil koordinasi dengan Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Polda Maluku, membenarkan bahwa pada bulan April 2023 terjadi Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang dilakukan oleh Bupati Maluku Tenggara terhadap korban TSA (21 tahun), yang merupakan karyawan di sebuah kafe.

Pada tanggal 1 September 2023, kasus ini kemudian ditangani oleh penyidik Reskrimsus Polda Maluku dengan nomor TBL/230/IX/2023/Maluku/SPKT. 

Pada hari yang sama, korban langsung menjalani pemeriksaan di Polda Maluku dan dilakukan visum et repertum di Rumah Sakit Bhayangkari, yang diawasi oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Maluku.

“Kami melalui tim layanan SAPA sebelumnya langsung berkoordinasi dengan dinas pengampu yang berada di daerah, yaitu Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas PPPA) Provinsi Maluku dan UPTD PPA Provinsi Maluku untuk mendampingi korban mulai dari pendampingan psikologi korban hingga nanti mengawal proses hukumnya. Mereka juga akan terus berkoordinasi dengan Polda Maluku untuk mengikuti perkembangan kasus,” ujar Bintang.

Baca Juga: Petugas Rutan KPK Dipecat, Buntut Kasus Kekerasan Seksual terhadap Istri Tahanan

Lebih lanjut, Menteri PPPA mengajak semua perempuan yang mengalami kasus kekerasan dan pelecehan untuk memiliki keberanian untuk berbicara dan melaporkan kasus kekerasan yang mereka alami.

Kronologi Bupati Maluku Tenggara diduga lakukan kekerasan seksual

Dilansir dari Kompas.id, dugaan kasus kekerasan seksual diduga dilakukan TH, Bupati Maluku Tenggara terhadap TSA (21) warga Kota Ambon, Maluku.

Kronologi kekerasan seksual yang dialami TSA oleh TH dijelaskan Jaringan Masyarakat Sipil Kawal UU TPKS, dalam konferensi pers, Selasa (12/9). Dalam keterangan mereka, kekerasan seksual terjadi ketika TSA bekerja di Kafe Aghnia di kawasan Air Salobar Kota Ambon. Kafe yang tempat kejadian perkara tersebut, juga merupakan rumah milik TH.

Peristiwa ini pertama kali terjadi sekitar Februari 2023, ketika TSA baru bekerja selama tiga bulan di kafe tersebut. Modus operandi yang digunakan oleh TH adalah meminta TSA untuk mengantarkan minuman teh ke kamarnya di lantai 3. Di sana, TSA mengalami pelecehan seksual, bahkan mengalami pemerkosaan oleh TH pada bulan Juni 2023.

Pada bulan Agustus, korban diminta lagi untuk membawa teh kepada TH. Kekerasan seksual tidak terjadi pada kesempatan ini karena korban berhasil melarikan diri dan bersembunyi. 

Sebelumnya, TSA telah merekam percakapan dengan TH menggunakan ponselnya, yang kemudian menjadi bukti dalam melaporkan kejadian ini kepada pihak kepolisian.

”Beberapa hari setelah itu TSA dipecat dan mencari jalan untuk melaporkan kejadian tersebut. Akhir Agustus TSA dapat berkontak dengan seorang pengacara, yang kemudian menjadi jalan untuk TSA bertemu dengan pendamping korban,” jelas Lusi Peilouw, dari Jaringan Masyarakat Sipil Kawal UU TPKS.

Pada tanggal 1 September 2023, TSA didampingi oleh Othe Patty dari Yayasan Peduli Inayana Maluku, yang juga merupakan pendamping dari Unit Pelayanan Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD) Maluku, untuk membuat laporan polisi di Polda Maluku. 

Korban juga menjalani pemeriksaan visum et repertum, dan kasus ini saat ini sedang dalam tahap penyelidikan.

Baca Juga: Polisi Tangkap 4 Tersangka Kekerasan Seksual Anak di Kota Balikpapan

Selan beberapa hari kemudian, Senin (4/9/2023), TSA secara mengejutkan melakukan percobaan bunuh diri dengan meminum obat.

Kemudian di hari Rabu (6/9), keluarga korban menyampaikan surat permohonan menarik laporan polisi di Polda Maluku.

”Sejak saat itu pula, keluarga tidak mau lagi untuk korban didampingi oleh pendamping. Pendamping tidak berkontak sama sekali dengan korban,” beber Lusi.

Namun, proses hukum tetap berlanjut dan pada Kamis (7/9/2023), korban menjalani pemeriksaan kondisi kejiwaan atau visum et repertum psikiatrikum. 

Dua hari setelahnya, pada Sabtu (9/9/2023), seharusnya korban menjalani pemeriksaan lanjutan, namun ia tidak diperbolehkan oleh keluarga untuk melanjutkannya. 

Kemudian, pada Senin (11/9/2023), muncul informasi bahwa korban telah dibawa ke Jakarta dan akan dinikahkan dengan terduga pelaku.

Jaringan Masyarakat Sipil Kawal UU TPKS menduga terdapat intimidasi yang dilakukan oleh terduga pelaku terhadap korban dan keluarganya, sehingga menyebabkan keluarga korban menarik laporan polisi. 

Kepolisian pun untuk tetap melanjutkan proses hukum ini, karena kasus ini dianggap merupakan delik biasa atau bukan delik aduan.

Bupati Maluku Tenggara diduga ajak korban kawin siri

Selain itu, Jaringan Masyarakat Sipil Kawal UU TPKS juga meminta Kepolisian Daerah Maluku (Polda Maluku) segera berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya untuk melindungi korban TSA yang diduga dibawa ke Jakarta dalam rangka perkawinan siri.

”Oleh karena itu pencabutan laporan polisi oleh keluarga korban tidak bisa menjadi alasan bagi Kepolisian Daerah Maluku dari penghentian penyidikan. Terlebih, perbuatan tersebut dapat diberikan sanksi diperberat mengingat pelakunya adalah pejabat negara,” terang Insany Syahbarwati, dari Jaringan Masyarakat Sipil Kawan UU TPKS.

Sementara itu, pemeriksaan terhadap terduga pelaku sampai saat ini belum dapat dilakukan oleh pihak kepolisian. Ini disebabkan oleh status terduga pelaku sebagai seorang pejabat negara, yang memerlukan izin dari Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan pemeriksaan.

Meski begitu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Maluku, Komisaris Besar Andri Iskandar, memastikan bahwa Polda Maluku sedang melakukan penyelidikan terkait laporan dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh Bupati Maluku Tenggaraa ini.

Baca Juga: Ini Daftar 7 Masalah yang Jadi Fokus DPR RI: Kekerasan Seksual Sampai Proses Transisi Energi

Penulis : Rizky L Pratama Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV/Kompas.id


TERBARU